Information and Technology In Public Health Perspective

 

Dewasa ini perkembangan Teknologi Informasi sangatlah kuat, hampir semua bidang membutuhkan teknologi informasi dalam pelaksanaannya. Hal tersebut dikarenakan, Teknologi Informasi membawa kemudahan dalam berbagai hal, baik pengumpulan data, pendataan, analisis, maupun distribusi informasi ke berbagai sumber. Manfaat hadirnya teknologi informasi yang semakin dewasa semakin mumpuni dirasakan oleh berbagai bidang, salah satunya adalah Kesehatan Masayarakat. Di bidang Kesehatan Masyarakat, Teknologi Informasi berperan dalam berbagai hal, diantaranya adalah dalam surveilans epidemiologi, manajemen dan perencanaan program kesehatan, maupun identifikasi dan penyelesaian masalah kesehatan.

Pengertian Teknologi Informasi

  1. Menurut kamus oxford tahun 1995, Teknologi  informasi adalah studi atau peralatan elektronika komputer untuk menyimpan, menganalisa, dan mendistribusikan seluruh informasi. Misalnya gambar, suara, video dan data digital lainnya.
  2. Menurut Haag & keen tahun 1996, Teknologi informasi adalah seperangkat alat yang membantu manusia bekerja dengan informasi dan melaksanakan tugas-tugas yang berhubungan dengan pemrosesan informasi.

Pengertian Teknologi Informasi dan Komunikasi

  1. Menurut Anatta Sannai, (2004:20) Teknologi Informasi dan Komunikasi adalah sebuah media atau alat bantu dalam memperoleh pengetahuan antara seseorang kepada orang lain.
  2. Menurut Puskur Diknas Indonesia (2003:2) Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) mencakup dua aspek yaitu :
    1. Teknologi Informasi adalah meliputi segala hal yang berkaitan dengan proses, penggunaan sebagai alat bantu, manipulasi, dan pengelolaan informasi.
    2. Teknologi Komunikasi adalah segala hal yang berkaitan dengan penggunaan alat bantu untuk memproses dan mentransfer data dari perangkat yang satu ke lainnya.

Secara lebih ringkas, Martin mengemukakan adanya keterkaitan erat antara teknologi informasi dan komunikasi, bahwa teknologi informasi lebih pada sistem pengelolaan informasi sedangkan teknologi komunikasi berfungsi untuk pengiriman informasi.

Pengertian Sistem Informasi

Sistem Informasi merupakan Suatu sistem di dalam suatu organisasi yang mempertemukan:

  1. Kebutuhan pengolahan transaksi harian,
  2. Mendukung operasi,
  3. Bersifat manajerial dan kegiatan strategis dari suatu organisasi
  4. Menyediakan laporan yg diperlukan pihak luar tertentu

Sistem informasi berisi semua sumber dalam organisasi yang meliputi pengumpulan, pengelolaan, penggunaan dan penyebaran informasi.

Tujuan Sistem Informasi

  1. Mengumpulkan, memproses dan mengubah informasi
  2. Mendukung kegiatan, manajemen dan pembuat keputusa

SIK Sebagai Suatu Sistem

Suatu tatanan yang berurusan dengan pengumpulan , pengolahan, pengkajian dan penyampaian informasi yg dibutuhkan untuk melakukan tindakan pelayanan kesehatan.

Pelayanan Kesehatan :

  1. Pelayanan Masyarakat       : Pelayanan Program Kesehatan
  2. Pelayanan Individu           : Pelayanan Klinis

SIK Sebagai Alat Organisasi

SIK sebagai alat yang berupa satu kesatuan / rangkaian kegiatan yang menyangkut seluruh tingkat administrasi yang mampu memberikan informasi kepada:

  1. Pengelola Program kesehatan ( Puskesmas, Dinas Kesehatan, Rumahsakit)
  2. Masyarakat

Implementasi TI di Bidang Kesehatan Masyarakat

  1. Surveilans Epidemiologi:

Surveilans epidemiologi adalah pengumpulan dan pengamatan secara sistematik berkesinambungan, analisa dan interprestasi data kesehatan dalam proses menjelaskan dan memonitoring kesehatan dengan kata lain surveilans epidemiologi merupakan kegiatan pengamatan secara teratur dan terus menerus terhadap semua aspek kejadian penyakit dan kematian akibat penyakit tertentu, baik keadaan maupun penyebarannya dalam suatu masyarakat tertentu untuk kepentingan pencegahan dan penanggulangan. (Noor,1997).

Keuntungan :

  1. Mempermudah pendataan sehingga penanganan pada pasien lebih cepat dan terarah
  2. Memudahkan pengolahan dan penyajian serta analisis data surveilans
  3. Data surveilans dapat disajikan secara spasial sehingga mudah dianalisis. Contohnya adalah pemanfaatan Sistem Informasi Geografis
  4. Memudahkan dalam penyebarluasan informasi hasil surveilans

Hambatan :

  1. Tidak semua SDM kesehatan menguasasi teknologi informasi sehingga membutuhkan biaya untuk pelatihan
  2. Anggaran dana untuk penerapan TI dalam sistem informasi cukup besar
  3. Dibutuhkan jaringan atau akses informasi yang kuat agar laporan atau pendataan surveilans dari daerah terpencil dapat diproses, dikirim atau disebar dengan baik
  4. Manajemen dan Perencanaan Program

Manajemen dan perencanaan yang diterapkan melalui implementasi TI seperti program kegiatan perencanaan tingkat puskesmas, pelaksanaan pengendalian rangkaian kegiatan mulai dari pengorganisasian , penyelenggaraan, pemantauan. Dengan bantuan TI manajemen serta perencanaan program yang dkehendaki dapat terlaksana secara terstruktur rapi dan runtut.

  1. Mengidentifikasi dan penyelesaian masalah Kesehatan

Dalam melakukan identifikasi masalah kesehatan ada kalanya memanfaatkan teknologi informasi, yaitu SPSS. SPSS merupakan perangkat lunak statistik komputer untuk mengolah data kesehatan dengan menerapakan prinsip dan metode statistic menjadi informasi yang dibutuhkan. Sehingga dapat terlihat kasus atau masalah kesehatan yang sedang dihadapi. Selain itu, juga ada aplikasi eHealth (electronic Health) dan mHealth ( mobile Health).  Sedangkan untuk mengatasi masalah dapat menggunakan WAN dan internet untuk mengatasi masalah komunikasi antar puskesmas juga menggunakan website untuk media dari puskesmas A ke puskesmas B.

Manfaat Teknologi Informasi dalam Kesehatan Masyarakat

  1.  Memudahkan setiap pasien untuk melakukan pengobatan di rumah sakit
  2. Memudahkan rumah sakit untuk mendaftar setiap pasien yang berobat di rumah sakit itu
  3. Mencegah kesalahan medis
  4. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
  5. Semua kegiatan di rumah sakit terkontrol dengan baik / bekerja secara terstruktur
  6. Mengurangi Biaya pelayanan kesehatan
  7. Meningkatkan efisiensi administratif
  8. Memperluas akses pada pelayanan kesehatan yang terjangkau
  9. Mengurangi penggunaan kertas

Contoh aplikasi Sistem Informasi

  1. 1.      Health Early Warning System (HEWS)

Diperlukan juga suatu upaya untuk meminimalkan resiko yang akan terjadi dengan menggunakan suatu peringatan dini terhadap tingkat kesehatan suatu perusahaan/masyarakat yang disebut dengan  health early warning system.

  1. 2.      SIM DBD (Sistem Informasi Manajemen Penyakit DBD)

Di Kota Semarang Sejak tahun 2007 telah dikembangkan Sistem Informasi Manajemen Penyakit DBD (SIM DBD) yang bersifat online. Dinas Kesehatan Kota Semarang telah mengembangkan Sistem Informasi Manajemen Demam Berdarah Dengue (SIM DBD)yang dirancang untuk memenuhi kewajiban Rumah Sakit dalam melaporkan kasus DBD secara tepat waktu dan mendukung pengambilan keputusan di tingkat DKK dan Puskesmaas. Namun masih dirasakan keterlambatan dalam pelaporan dari masyarakat dan pelayanan kesehatan, sehingga perlu dikembangakan dukungan lain, yaitu berupa sistem yang mampu menampung laporan kasus dari masyarakat dan institusi pelayanan kesehatan secara langsung.

  1. 3.      Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS).

Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem surveilans dengan menggunakan teknologi informasi (computerize) yang disebut dengan Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS). EWORS adalah suatu sistem jaringan informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS secara cepat (Badan Litbangkes, Depkes RI).

Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat, sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin. Dalam masalah DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi jumlah, gejala/karakteristik penyakit, tempat/lokasi, dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit DATI II di Indonesia (Sidemen A., 2003)

Mahasiswa: Agent Of Health, Soldier To Change The World

Tahun 2015 adalah tujuan terakhir pencapaian Millenium Development Goals atau yang biasa disingkat dengan MDGs. Dimana MDGs merupakan sebuah paket berisi delapan tujuan utama yang mempunyai batas waktu tahun 2015 dan target yang sangat terukur. Delapan tujuan itu adalah memberantas kemiskinan dan kelaparan ekstrem, mewujudkan pendidikan dasar untuk semua, mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan Ibu, memerangi HIV & AIDS, malaria serta penyakit lainnya, memastikan kelestarian linkungan, dan membangun kemitraan global untuk pembangunan.

Dalam hal ini, fakultas-fakultas yang ada di perguruan tinggi memiliki peran penting dalam menjalankan misi MDGs sesuai dengan bidangnya masing-masing. Dalam hal ini, Fakultas Kesehatan Masyarakat memiliki peran dalam pencapaian tujuan MDGs dalam hal kesehatan.

Fungsi perguruan tinggi untuk membentuk manusia susila yang demokrat disampaiakan oleh Muhammad Hatta, yaitu :

  1. Memiliki keinsafan tanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat
  2. Cakap dan mandiri dalam memelihara dan memajukan ilmu pengetahuan
  3. Cakap memangku jabatan atau pekerjaan di masyarakat

Berdasarkan pemikiran M.Hatta tersebut, dapat kita sederhanakan bahwa tugas perguruan tinggi adalah membentuk insan akademis, yang selanjutnya hal tersebut akan menjadi sebuah fungsi bagi mahasiswa itu sendiri. Insan akademis itu sendiri memiliki dua ciri yaitu : memiliki sense of crisis, dan selalu mengembangkan dirinya. (Zulfa, 2012)

Insan akademis harus memiliki sense of crisis yaitu peka dan kritis terhadap masalah-masalah yang terjadi di sekitarnya saat ini. Hal ini akan tumbuh dengan sendirinya bila mahasiswa itu mengikuti watak ilmu, yaitu selalu mencari pembenaran-pembenaran ilmiah. Dengan mengikuti watak ilmu tersebut maka mahasiswa diharapkan dapat memahami berbagai masalah yang terjadi dan terlebih lagi menemukan solusi-solusi yang tepat untuk menyelesaikannya. (Zulfa, 2012)

Berkaca pada hal tersebut, Mahasiswa merupakan tonggak dalam pembangunan Negara. Mahasiswa merupakan kaum intelegent yang idealis, dimana terbebas dari pengaruh politik juga ormas-ormas yang berada di tengah-tengah masyarakat juga pemerintah.

Mahasiswa berbeda dengan rakyat, mahasiswa memiliki potensi yang kuat ditengah-tengah masyarakat dan pemerintah dalam menyuarakan pendapat, juga merubah kebijakan-kebijakan yang tidak dapat diterima, dan merubahnya menjadi lebih baik.

Mahasiswa bukanlah seorang siswa yang hanya duduk di bangku sekolah, berkutat dengan palajaran, dan menutup diri dari hal sekitar. Namun mahasiswa adalah kaum yang dengan ilmu dan kepekaannya terhadap krisis yang ada dalam Negara, mampu bertindak dan beraksi untuk memperjuangkan rakyat juga Negara tempat ia berpijak.

Mahasiswa, dengan posisinya yang berada ditengah-tengah masyarakat dan pemerintahan mendapat peran tinggi sebagai kabel penghubung antara rakyat juga dengan pemerintah. Dan seharusnyalah, dengan peran besar yang diembannya ini Mahasiswa mampu berbaur dengan masyarakat, untuk lebih mengetahui seluk beluk masyarakat dan mampu membawa mereka ke kehidupan yang lebih baik mengingat buruknya kondisi masyarakat saat ini.

Sayangnya, kini mahasiswa tidak memahami perannya dengan baik. Sekalipun memahami, tidak ada kepekaan dalam dirinya untuk terus berkontribusi dalam menyuarakan perubahan.

Mahasiswa masa kini, lebih memisahkan dirinya dengan masyarakat. Menganggap dirinya sebagai kaum yang unggul di antara masyarakat sekitar. Kaum berbeda yang patut di sanjung dan dihormati.

Kepekaan terhadap krisis atau masalah-masalah yang ada memang telah terkikis dari jiwa-jiwa mahasiswa masa kini. Hidup santai atau hedonis melekat erat dengan prajurit-prajurit Negara yang sering dieluhkan sebagai agent of change.

Tentu, hal tersebut tidak lepasnya dari pengaruh budaya yang talah merasuk dan mendarah daging di tubuh para mahasiswa. Sehingga mahasiswa lupa akan peran pentingnya untuk menyumbangkan perubahan dalam sebuah Negara. Sebuah kontribusi yang mampu membawa Negara ini lebih baik, sebuah kontribusi yang mampu mengangkat derajat rakyat, sebuah kontribusi yang mempu membawa demokratisasi menjadi poin utama dalam menjalankan pemerintahan sebuah Negara.

Demokrasi yang selama ini melekat sebagai embel-embel Negara Indonesia memang tidak lagi terdengar nyata. Sekalipun nyata yang ada hanya kericuhan tanpa membuahkan hasil yang nyata. Karena meskipun menyuarakan aspirasi, kewenangan seolah dipegang penuh oleh pemerintah.

Kewenangan ini bukan tak mungkin akan menjadi permanen dan melekat pada sistem pemerintahan yang semakin berantakan jika mahasiswa sibuk engan dunianya sendiri dan terus memisahkan diri di lapisan yang lebih tinggi dari masyarakat. Dalam hal ini, mahasiswa perlu mengingat kembali peran dan fungsinya di dalam masyarakat dan bernegara, untuk mampu berdiri dan memperjuangkan hak-hak rakyat mengingat kemiskinan dan buruknya angka kesehatan semakin menjamur di tengah-tengah pembangunan nasional.

Pembangunan nasional tidak lepas dari kesehatan masyarakat yang menjadi tonggak dalam pencapaian MDGs. Untuk itu, diharapkan mahasiswa dapat menciptakan kembali rasa nasionalisme dalam dirinya untuk ikut dalam pembangunan nasional demi tercapainya tujuan besar Millenium Development Goals yang sering digembar-gemborkan.

“Agent of Change” adalah peran mahasiswa yang terus menjadi poin utama yang melekat dalam dirinya. Hanya saja, perlu kepekaan terhadap masalah atau senses of crisis juga rasa nasionalis untuk memunculkan gelar “Agent Of Change” dalam hati dan semangat mahasiswa.

Ketika kepekaan dan rasa nasionalis itu muncul, bukan tidak mungkin perannya sebagai “Agent Of Change” benar-benar dihayatinya dan mampu dengan keinginan dan kemuan yang kuat dan membawa bangsa ke tingkat yang lebih baik.

Tentu, bukan hanya keinginan dan kemauan saja yang dapat membawa bangsa lebih unggul dan dapat mencapai tujuan mulia MDGs, tapi aksi lah yang dapat membawa semua itu kepermukaan.

Aksi disini bukanlah aksi ricuh yang terus bermunculan di televise belakangan ini. Bukan aksi yang semakin menimbulkan asumsi bahwa mahasiswa masa kini telah bobrok dan menyenangi kekerasan. Bukan aksi tanpa moral dan otak kosong. Bukan aksi yang hanya bicara namun tidak bertindak dan berkontribusi secara nyata. Bukan aksi mahasiswa labil yang dirundung emosi. Bukan aksi mahasiswa yang berbicara tanpa arti, menuntut perubahan tanpa solusi yang pasti.

Tapi, aksi disini adalah aksi mahasiswa yang dengan ilmu yang ia pelajari mampu menyumbangkan aspirasi dan solusi nyata pada pemerintah untuk rakyat dan bangsa. Aksi mahasiswa bermoral yang bersuara berdasarkan fakta dan solusi cerdas. Aksi mahasiswa bermatabat yang bersahabat dengan rakyat untuk memperjuangkan haknya, dan menyampaikan pendapat yang bernilai dan berisi demi sebuah perubahan bangsa yang lebih baik.

Tapu disini, peran mahasiswa kesehatan bukan hanya sebagai agent of change, bukan hanya sebagai prajurit yang berperan dalam perubahan suatu bangsa, tapi juga memiliki peran utama yang tak kalah penting, bahkan jauh lebih penting, yaitu agent of health.

Krisis kemiskinan memang bak rantai baja yang susah terputus di kehidupan masyarakat. Kemiskinan yang berlarut tanpa adanya pendidikan juga merupakan faktor terbesar yang menyumbangkan bobroknya kesehatan masyarakat Indonesia.

Disinilah seharusnya mahasiswa kesehatan masyarakat menyadari dan memberikan manfaat atau kontribusi positif bagi pembangunan nasional, dalam hal ini berkaca dengan dunia kesehatan masyarakat.

Revitalisasi peran mahasiswa dalam pembangunan nasional berwawasan kesehatan masyarakat inilah yang seharusnya dipahami mahasiswa untuk mau memanfaatkan pengetahuan yang di ampunya untuk kesehatan masyarakat Indonesia.

Pengabdiannya untuk bangsa juga Negara dalam bidang kesehatan akan memberikan kontribusi yang nyata bagi pembangunan nasional. Mahasiswa akan terlihat kembali bukan sebagai kaum yang acuh terhadap rakyat, bukan kaum yang menjadi perusak ditengah-tengah macetnya birokrasi dan kebijakan Negara.

Pengabdiannya untuk rakyat dan bangsa akan menyumbangkan sinyal positif demi tercapainya tujuan-tujuan dari MDGs. Dimana sebagai agent of health, mahasiswa mampu mengkontribusikan dirinya untuk mengangkat derajat kesehatan masyarakat menjadi lebih tinggi.

Ketika mahasiswa benar-benar memahami perannya, dan mendudukan kembali posisinya sebagai prajurit-prajurit pembangunan nasional, ketika mahasiswa telah kembali merasakan rasa nasionalisme dan kepekaan terhadap lingkungan sekitar, ketika mahasiswa tidak hanya bersuara tanpa isi, ketika mahasiswa tidak hanya beraksi tanpa solusi, ketika mahasiswa mampu mengabdikan diri untuk masyarakat dan bangsa, ketika peran mahasiswa disambut baik dengan pemerintah, ketika mahasiswa berbaur dan bersahabat dengan rakyat bahkan pemerintah, maka disitulah sinyal-sinyal keberhasilan pembangunan nasional akan tercapai.

Mahasiswa kesehatan masyarakat, dengan wawasan dan pengetahuannya dibidang kesehatan untuk masyarakat memiliki andil yang besar dalam pembangunan nasional dibidang kesehatan. Pengabdiannya pada masyarakat akan menjadi tonggal lahirnya insan-insan akademis yang mulia. Mereka memiliki rasa nasionalis yang mau berjuang atas nama rakyat, demi mencapai derajat kesehatan yang lebih baik.

Agent of health, and the soldier of change bukan hanya sebuah gelar tanpa manfaat. Jika kita berani menjadi mahasiswa, mau menyadari akan perannya demi sebuah perubahan atas anama kesehatan dan kesejahteraan, maka seharusnyalah ada keberanian untuk menempati posisinya dalam peran besar sebagai agent of health dan agent of change dengan penuh kesadaran atas nama nasionalis untuk bersatu dan berjuang demi keberhasilan pembangunan kesehatan dalam pembangunan nasional sesuai dengan tujuan Millenium Development Goals yang bukan merupakan tujuan akhir dari segala tujuan, tapi akhir untuk awal tujuan yang berikutnya.

Ketika derajat kesehatan masyarakat meningkat, maka saat itulah kesejahteraan untuk masyarakat akan mengikuti dibelakangnya.

Transplantasi Organ Dalam Pandangan Islam

TRANSPLANTASI ORGAN

DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Transplantasi organ tubuh manusia merupakan masalah baru yang belum pernah dikaji oleh para fuqaha klasik tentang hukum-hukumnya. Karena masalah ini  adalah anak kandung dari kemajuan ilmiah dalam bidang kedokteran modern.

  • Pengertian Transplantasi Organ

Transplantasi organ adalah pemindahan suatu jaringan atau organ manusia tertentu dari suatu tempat ketempat lain pada tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain dengan persyaratan dan kondisi  tertentu. Tujuan utama transplantasi organ adalah mengurangi penderitaan dan meningkatkan kualitas hidup pasien.

  • Hukum Transplantasi Organ
  1. 1.       Ilmu Fikih

Dalam kitab-kitab fiqh klasik tidak terlalu membahas secara detail karena pada masa itu transplantasi belum riil. Jangkauan bahasannya hanya dalam bentuk hipotesis (andaikan).

Paradigma pemikiran yang dibangun adalah:

Pertama, organ manusia itu terhormat, baik manusia itu masih hidup maupun sudah meninggal.

Kedua, kehormatan manusia itu diklasifikasi ideologi warga negara yang dianut saat itu.  Paradigma itu memengaruhi keputusan hukum transplantasi.
Ibn al-’Imad dalam Hasyiyah al-Rasyidi (2001, 26), menyatakan:

“diharamkan mentransplantasi kornea mata orang yang sudah meninggal, walaupun ia tidak terhormat seperti karena murtad atau kafir harbi. Selanjutnya, diharamkan pula menyambungkan kornea mata tersebut kepada orang lain, karena bahaya buta masih lebih ringan dibandingkan dengan perusakan terhadap kehormatan mayat”.

 

 

  1. 2.      Syariat Islam

Didalam syariat Islam terdapat 3 macam hukum mengenai transplantasi organ dan donor organ ditinjau dari keadaan si pendonor. Adapun ketiga hukum tersebut, yaitu :

  1. a.      Transplantasi Organ Dari Donor Yang Masih Hidup

Dalam syara seseorang diperbolehkan pada saat hidupnya mendonorkan sebuah organ tubuhnya yang tidak mempengaruhi hidup dan membahayakannya. Akan tetapi mendonorkan organ tunggal yang dapat mengakibatkan kematian si pendonor, maka hukumnya tidak diperbolehkan, berdasarkan firman Allah SWT salah satunya dalam Al – Qur’an surat Al – Baqorah ayat 195 ” dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan ”

  1. b.      Hukum Transplantasi Dari Donor Yang Telah Meninggal

Adapun beberapa hukum yang harus diketahui, yaitu :

1. Dilakukan setelah memastikan bahwa si penyumbang ingin menyumbangkan organnya setelah dia meninggal.

2. Jika terdapat kasus si penyumbang organ belum memberikan persetujuan terlebih dahulu tentang menyumbangkan organnya ketika dia meninggal maka persetujuan bisa dilimpahkan kepada pihak keluarga penyumbang terdekat yang dalam posisi dapat membuat keputusan atas penyumbang.

3. Organ atau jaringan yang akan disumbangkan haruslah organ atau jaringan yang ditentukan dapat menyelamatkan atau mempertahankan kualitas hidup manusia lainnya.

4. Organ yang akan disumbangkan harus dipindahkan setelah dipastikan secara prosedur medis bahwa si penyumbang organ telah meninggal dunia.

5. Organ tubuh yang akan disumbangkan bisa juga dari korban kecelakaan lalu lintas yang identitasnya tidak diketahui tapi hal itu harus dilakukan dengan seizin hakim.

  1. c. Keadaan Darurat

Adapun ketentuan mengenai halal dan haram mendonorkan organ tubuh, yaitu :

  1. .Jika donor salah satu organ tubuh tersebut tidak membahayakan pendonor dan kemungkinan besar donor tersebut bisa menyelamatkan pasien, maka hukumnya boleh
  2. Jika donor salah satu organ tubuh yang ada pasangannya tersebut membahayakan atau paling tidak membuat kehidupan pendonor menjadi sengsara, maka donor anggota tubuh tersebut tidak diperbolehkan.
  3. Melakukan transplantasi dalam keadaan dalam keadaan koma haram hukumnya karena hal itu dapat  mempercepat kematiannya dan mendahului kehendak Allah. Dalam hadis nabi dikatakan :

“ Tidak boleh membuat madharat pada diri sendiri dan tidak boleh pula membuat madharat pada orang lain.”(HR. Ibnu Majah, No.2331).

  1. Organ Tubuh Non muslim

Kebolehan bagi seorang muslim untuk menerima organ tubuh nonmuslim didasarkan pada dua syarat  berikut ;

ü  Organ yang dibutuhkan tidak  bisa diperoleh dari tubuh seorang muslim.

ü  Nyawa muslim  itu bisa melayang jika transplantasi tidak segera dilakukan.

 

Sementara itu, Majelis Ulama Islam (MUI) membolehkan adanya transplantasi organ, asalkan sesuai dengan syariat. Ketentuan hukum mengenai cangkok organ tersebut tertuang dalam fatwa yang dikeluarkan MUI pada 2010. Fatwa tersebut menegaskan, pencangkokan yang diperbolehkan jika melalui hibah, wasiat dengan meminta, tanpa imbalan, atau melalui bank organ tubuh. Donor organ yang telah meninggal juga diperbolehkan dengan syarat disaksikan dua dokter ahli.

Sesuai dengan alquran Surat Al-Maidah ayat  2 yang artinya

“ Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.

Math To Love

Fajar mulai merekah, jalan berlumpur di sekitar bukit terlihat berkilat-kilat tertimpa mentari pagi. Embun masih terlihat jelas menggantung di pucuk-pucuk perdu, begitu bening dan teduh. Kuncup-kuncup bunga dandelion tampak mewarnai jajaran semak di sekitar bukit.

Kubenamkan kakiku di antara riakan air parit yang bening dan sejuk seraya memandangi jajaran perbukitan yang asri di pandang mata. Warna-warni bunga liar tampak berseri menyegarkan mata, di tambah kelopak-kelopak bunga dandelion yang berterbangan tertiup angin pagi silih berganti menyapa pandang.

“Bintang!”

Samar kudengar suara seorang wanita berteriak memanggil namaku. Jika demikian, ku tahu pastilah itu Ibu yang menyuruhku agar cepat pulang kerumah. Segera ku pakai sandal japitku, dan berlari ke rumah kecilku.

Braakkk…. “Bintang! Sedang apa kamu!!!”

Suara nyaring itu mengagetkanku dan membuat jantungku berdegub kencang. Barulah aku sadar, bahwa aku sedang tidak berada di desa tempat ku tinggal, tapi di sekolah dimana Bu Siska, guru yang tergalak di sekolah tengah mengajar matematika di kelasku.

“Kamu pikir ini rumahmu? Seenaknya saja kamu tidur di kelas!”

“Keluar kamu dari kelas ini!” Bentak Bu Siska seraya mengarahkan telunjuknya ke luar pintu kelas.

“Tapi Bu…”

“Tidak ada tapi-tapian!! Cepat!!”

Itu adalah teriakan Bu Siska yang terakhir kali ku dengar saat itu. Karena setelah dibentak demikian aku langsung berjalan gontai ke luar kelas. Duduk di tepi kelas saat jam pelajaran sekolah berlangsung sudah menjadi makanan sehari-hari untukku, terlebih saat pelajaran matematika. Aku memang tidak menyukai matematika, sangat dan teramat tidak suka. Menghitung untukku adalah pekerjaan yang membuang-buang waktu dan merumitkan pikiran. Mencari nilai “x” atau “y”, pekerjaan yang tidak penting untukku. Aku lebih menyenangi kegiatan santai, lebih menyenangi dunia bahasa daripada dunia hitung menghitung yang super menyusahkan itu. Tapi meski begitu, entah mengapa aku bisa masuk di kelas unggulan seperti XI IPA 1 ini. Kelas yang hanya dihuni oleh makhluk-makhluk jenius dengan segudang prestasi.

Tak kuasa menahan emosi yang memuncak di hati, perlahan air mataku mulai menetes. Tak kupedulikan tatapan para siswa yang memandangku dengan sinis, rasa malu yang kumiliki seolah sudah sirna. Bahkan saat bel akhir pelajaran berbunyi, aku masih tertunduk lesu di depan kelas, tak ada niat sedikitpun untuk berjalan kembali ke bangkuku.

“Untuk apa kau tangisi kesalahanmu sendiri?”

Suara ngebas seorang lelaki terdengar menyapaku. Dengan segera kuseka air mata yang sudah lebih dari setengah jam mengalir membasahi pipiku, membuat kelopak mataku tampak terlihat lebih besar dari biasanya. Kilau matahari yang cukup terik membuatku sulit menangkap bayang lelaki yang berdiri disampingku, ku picingkan mataku, dan kusadari bahwa lelaki itu adalah Aluna. Siswa yang sangat dingin dan angkuh yang pernah kukenal, namun ia juga yang sempat menyita perhatianku saat pertama kali aku menginjakkan kaki di kelas itu.

“Aku kasihan pada otakmu yang tak pernah kau gunakan untuk berpikir dan bertindak. Bagaimana mungkin murid bodoh sepertimu bisa masuk kelas unggulan seperti ini? Aku rasa petugas tata usaha salah memasukan namamu. Memperbaiki kesalahan pun tak mau, bagaimana kau bisa hidup nantinya? Masa depanmu akan suram, dan kau akan mengecewakan kedua orang tuamu dengan tanganmu sendiri!” Ujarnya seraya pergi.

Mataku memerah, kali ini bukan karena sedih dan ingin menangis, tapi karena kesal, sangat kesal.

“Jangan masukkan hati apa yang ia ucapkan!”

Kulihat Zona tengah berdiri disampingku. Berbeda dengan Aluna, Zona sangat lembut dan perhatian. Hal inilah yang membuatku tenang berada didekat Zona.

“Aku tak mengerti kenapa kata-katanya begitu pedas padaku!” Cibirku kesal.

“Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan. Kalau kamu mau belajar bersama, aku mau membimbingmu!”

“Tapi, apa itu tidak merepotkanmu?”

Zona kembali tersenyum dan menggelengkan kepalanya pelan, “Sama sekali tidak.”

“Baiklah, sore ini aku datang kekostmu ya?”

“Datang saja, aku tunggu!” Jawab Zona seraya melirik arlojinya. “Aku harus pergi, sampai nanti!” Sambungnya sebelum ia melangkah pergi.

Sore ini jam telah menunjukan pukul tiga lebih lima belas menit. Usai shalat ashar dan menyiapkan buku-buku yang harus kubawa untuk belajar bersama, aku mulai menyibukkan diri didepan cermin besarku. Kuoles merata bedak di wajah dan sedikit menambahkan celak di kedua mata, tak ketinggalan kugoreskan lip ice di bibir tipisku. Setelah itu, barulah ku tutup auratku dengan jilbab ungu yang senada dengan baju yang kupakai sore ini.

Rumah yang cukup luas dengan halaman yang tampak asri ditumbuhi cemara yang menghiasi setiap sudut halaman. Baru saja mulut ini akan mengucap salam, namun bayang orang diteras rumah berhasil membuat mulutku terkatup. Seorang lelaki yang tengah sibuk dengan gitar dikedua tangannya, tampak jemarinya memetik dawai dengan lincah, menciptakan alunan irama yang indah menyapa telinga. Aku terus menatapnya, sampai kedua mata elang miliknya menyadari keberadaanku. Aluna, kini ia tengah berjalan menghampiriku. Dan kini aku kembali menjadi orang bodoh dihadapannya.

Aluna membuka pintu pagar, beberapa penghuni kost putri tampak memperhatikan kami berdua. “Masuk!” Ujar Aluna seraya berjalan pergi meninggalkanku, membiarkanku kebingungan mencari keberadaan Zona yang sedari tadi tak kulihat batang hidungnya.

Dengan langkah sedikit ragu, kuhampiri Aluna yang kembali menyibukkan diri dengan gitar ditangannya.

“Zona pergi!” Ujarnya sebelum aku sempat bertanya padanya, seolah ia tau apa yang ingin aku tanyakan padanya.

“Kemana?”

Aluna mengangkat kedua bahunya, “Tunggu saja!”

“Baiklah!” Jawabku masih berdiri didepan Aluna, memandangi beberapa penghuni kost yang tampak sibuk dengan aktifitasnya masing-masing.

“Sampai kapan kau mau terus berdiri?” Tanya Aluna dengan nada suaranya yang tak pernah bersahabat.

“Sampai seseorang mempersilahkanku duduk, dan menjamuku layaknya seorang tamu!” Ujarku tak kalah cuek.

Dering ponsel milik Aluna, membuatnya tak menjawab ucapanku. Ia bangkit dan pergi menerima telepon di dalam kamarnya. Aku masih terus berdiri sampai Aluna keluar dan berdiri tepat dihadapanku.

“Ikut aku!” Perintah Aluna sambil membawaku kedalam taman. Ada beberapa bangku taman disana, tepatnya dibawah pohon cemara yang rindang. Disana Aluna mengajakku pergi.

“Keluarkan bukumu!” Aluna kembali memerintah. Aku masih tak mengerti.

“Apa maksudmu?”

“Kau kesini untuk belajar bukan? Keluarkan bukumu, tanyakan mana yang kau tak mengerti!”

Keningku berkerut, “Mana Zona? Aku memang mau belajar, tapi dengan Zona!”

“Zona sibuk, ia akan pulang terlambat.” Jawabnya santai.

Aku masih terdiam, kini rencanaku gagal total. Seharusnya aku bisa bersama Zona saat ini, bukannya malah bersama dengan manusia arogan seperti Aluna ini.

“Besok ulangan matematika, kau mau belajar tidak?”

Sulit rasanya mulut ini untuk menjawab pertanyaan Aluna, ada keinginan dalam hati untuk belajar, bagaimanapun juga aku tak ingin dicap sebagai anak bodoh dikelas. Namun jika harus belajar bersama Aluna, jelas itu lebih membuatku sulit, karena pasti ia akan lebih tau letak kebodohanku.

“Baiklah, tunggu saja Zona sampai angin sore membuat kulitmu membeku kedinginan!” Ujar Zona sambil melangkah pergi.

“Tunggu!” Spontan, kata-kata itu yang keluar dari mulutku. Aku yang membalikkan badan menatap Aluna, dan berhasil membuat langkahnya terhenti. Aluna membalikkan badannya, menatapku yang tengah sibuk menutupi rasa malu yang jelas tampak dikedua pipiku yang memerah. Bibirku gemetar saat ini, meski hanya mengatakan “Aku ingin berlajar denganmu!”

Dengan rapi dan sangat sederhana, Aluna menjelaskan semua materi yang tidak aku mengerti. Tentang bagaimana cara memecahkan soal itu, sampai bagaimana menghitung deretan angka yang memang sulit untukku hitung. Entah mengapa, saat seperti ini tak ada nada arogan yang keluar dari setiap perkataannya, ia menjaleskan semua dengan sejelas-jelasnya tanpa bosan dengan pertanyaanku yang tidak berbobot. Tanpa sadar aku memperhatikan wajahnya, Aluna tampak manis dengan alis tebalnya. Dan ada sesuatu yang baru kusadari semenjak bertemu dengan Aluna, Aluna memiliki jenggot tipis yang membuatnya terlihat dewasa dan berwibawa. Merasa diperhatikan, Aluna menghentikan aktifitasnya, ia mentapku dan berhasil membuatku salah tingkah.

Menghadapi soal-soal ulangan hari ini, tak terlalu membuat jantungku berdebar hebat. Apa yang kupelajari dari penjelasan Aluna kemarin, membuatku mudah menyelesaikan soal-soal yang biasanya tak pernah ku mengerti. Dua jam sudah kuberkutat dengan angka-angka yang menari datas lembar soal ulangan, memang tidak semuanya aku mengerti, tapi setidaknya aku tidak terlalu kesulitan untuk mengerjakan beberapa soal yang ada. Dan saat bel pelajaran usai, senyum puas mengembang dibibirku.

“Maaf ya, aku tak memenuhi janjiku!” Ujar Zona saat aku berjalan keluar kelas.

“Bagaimana kalau kita pergi ke kantin sekarang? Mungkin soal-soal matematika membuat cacing diperutmu memberontak karena ikut-ikutan pusing dibuatnya?” Ajak Zona sambil tertawa kecil.

“Denganku?”

“Iya, aku traktir. Hitung saja ini sebagai permintaan maafku karena tak menepati janjiku sendiri! Ayo!” Zona tersenyum manis padaku. Dan saat ini aku yakin, Zona menangkap rona merah dipipiku. Aku tak bisa menghindarinya.

Aku berjalan beriringan dengan Zona saat ini, saat yang belum pernah aku alami sebelumnya. Zona terus bercerita tentang kehidupannya sebagai anak kost, dan kemandiriannya menjadikanku lebih menganguminya.

“Zona!”

Aluna berlari menjajari langkah kami, Zona menghentikan langkahnya dan berbalik kearah Aluna. “Ada apa” Tanya Zona.

“Kamu harus pergi ke kantor guru! Bu Siska mencarimu!”

“Sekarang?”

“Tentu!”

Kini Zona menatapku, ada rasa bersalah dalam pancaran kedua bola matanya. Aku bisa mengerti itu, meski aku sendiri kecewa. “Maafkan aku, aku membatalkannya lagi!”

“Iya, tak masalah. Kamu pergi saja!” Ujarku sambil tersenyum sekenanya.

“Baiklah. Aluna akan menggantikanku menemanimu!” Ujar Zona seraya pergi.

Kini aku hanya terdiam di tempat, menunggu Aluna untuk mengajakku berjalan bersamanya.

“Cepatlah, istirahat tak lama!” Ujar Aluna seraya melangkah. Aku mengikutinya.

Tak ada sepatah katapun yang terucap untukku, Aluna hanya terdiam memandangi rerumputan yang menemaninya melangkah.

“Memangnya ada urusan penting apa sampai Bu Siska menyuruh Zona untuk menemuinya sekarang?”

“Mengambil buku-buku tugas yang sudah kita kumpulkan kemarin!” Jawab Zona santai.

“Memangnya harus Zona yang mengambilnya?” Tanyaku gusar dan kesal karena kebersamaannya dengan Zona harus berakhir hanya karena masalah sepele seperti itu.

“Tidak!” Jawab Aluna singkat. Jawaban yang membuat amarahku semakin membludak.

“Lalu kenapa kamu menyuruh Zona yang pergi? Kenapa tidak yang lain atau bahkan kamu sendiri yang melakukannya?”

“Inginku menyuruh Zona yang pergi. Kenapa? Kau keberatan?”

Kekesalanku sudah tak bisa terbendung lagi saat ini, “Keberatan katamu? Sangat! Sangat keberatan! Seharusnya aku bisa bersama Zona sekarang, bukan denganmu! Aku nyaris berhasil makan bersama Zona kalau bukan kamu yang mengganggunya!”

Kulihat Aluna menatapku dengan kedua mata elangnya, “Kau menyukai Zona?”

“Tentu! Tentu aku menyukainya! Dia tidak sepertimu yang menjijikan! Dia tidak sepertimu yang bisanya hanya menyakiti dan mengganggu orang lain saja! Kuharap kau puas dengan apa yang kau lakukan sekarang! Memuakkan!” Ujarku seraya berbalik pergi. Emosiku membuatku tak bisa mengontrol diri. Amukan bahkan cacian terus mengalir dalam setiap perkataanku.

Senja perlahan merayap pergi, digantikan dengan malam yang indah dengan bulan sabit yang menggantung di cakrawala. Aku tersenyum puas, menikmati malam dengan secangkir kopi susu buatan Ibu. Namun tiba-tiba aku teringat sesuatu, sesuatu yang membuat senyumku memudar. Besok adalah ulangan fisika, pelajaran yang tak pernah kupahami. Kulirik buku catatan fisika milikku, sama sekali tak ada gairah untuk membukanya, begitu pula dengan buku paket maupun modul yang lain. Ku raih buku fisika yang tampak memelas memintaku untuk membukanya. Perlahan kubuka, namun aku tak mengerti satupun yang aku pelajari. Mataku mulai memerah, mungkin aku memang tercipta sebagai makhluk bodoh yang memiliki masa depan suram. Ku tundukan kepalaku, menatap lantai putih yang dingin karena udara malam. Ada sesuatu yang menyembul dibalik buku-buku yang berserakan di lantai. Buku-buku yang baru saja aku keluarkan dari dalam tas sekolahku. Notebook berwarna pink, dengan bentuk tulisan yang menyita perhatianku.

Ini catatan untukmu. Pelajarilah! Ku yakin ini akan membantumu dalam mengerjakan soal-soal fisikia esok hari!

Aku termangu, memandangi motebook itu dengan sejuta tanda tanya. Namun satu nama yang terlintas dalam benakku, Zona. Mungkin dia pemilik notebook ini, karena hanya ia yang mengerti tentang kesulitanku. Membayangkan bahwa Zona adalah pemilik notebook ini membuat pipiku memerah. Segera kuhapus bayangnya, dan mulai menyibukkan diri dengan catatan yang terangkum rapi disana.

Tiba-tiba ponselku bergetar, ada sebuah pesan masuk dari nomor yang belum aku kenal.

Aku ingin bertemu denganmu ditaman dekat rumahmu sekarang. Aluna.

Aku terkejut menyadari bahwa Aluna yang mengirimkan pesan singkatnya padaku. Terlebih ia memintaku untuk menemuinya ditaman malam-malam seperti ini. Kekesalanku pada Aluna sudah sedikit berkurang. Meski malas, namun aku harus menemui Aluna sekarang. Tak mungkin ia menghubungiku jika tak ada sesuatu yang penting.

Setelah merapikan jilbab merah mudaku, ku berjalan ditengah gelapnya malam. Lampu jalan sedikit menerangi langkahku, ditambah dengan pesona langit yang tampak bersinar malam mini. Taman tampak sepi, namun dibalik keremangan lampu taman aku menangkap bayangan seseorang yang tengah duduk disana. Pastilah itu Aluna, aku mencoba mendekatinya.

“Untuk apa kau menyuruhku datang kemari?” Tanyaku tanpa suara lembut sedikitpun.

Ia menoleh, dan memerhatikanku secara seksama. Lampu taman yang bercahaya kuning keemasan membuatku sulit untuk menangkap baying wajahnya.

“Bintang???” Tanyanya sambil mendekatiku. Dan saat itu pula aku baru tersadar, bahwa ia bukan Aluna. Tetapi Zona.

“Zona? Bagaimana bisa kau ada disini?” Tanyaku penasaran.

“Aluna yang mengajakku kemari,”

Aku terkejut mendengar jawaban darinya, “Lalu mana dia?”

“Pergi, dia baru saja pergi!” Ujar Zona.

“Bagaimana bisa? Dia menyuruhku kemari dan sekarang ia pergi meninggalkanku? Apa maunya? Kenapa ia terus mempermainkanku?”

Zona menyerahkan sebuah surat berwarna merah muda untukku, “Bacalah! Dan kamu akan mengerti”

Assalamualaikum,wr,wb.

Maaf telah membuatmu kecewa dengan semua sikapku padamu selama ini.

Maaf untuk lisanku yang munkin telah membuatmu sakit hati, tapi aku lakukan itu semua untuk cambuk penyemangatmu agar kau tak terpuruk dengan keadaan, dan bisa bangkit untuk menatap masa depan yang cerah.

Ketika kau berpikir bahwa saat itu Zonalah yang menyuruhku untuk mengajarimu, kau salah. Zona hanya menyuruhku untuk memberitahumu bahwa ia tak bisa datang. Masalah aku mengajarimu, hatikulah yang menyuruhmu.

Saat aku sadar kau diam-diam memerhatikanku saat itu, aku sangat malu sekaligus senang. Tapi aku tak mau mempermasalahkannya dan membuat hatiku sendiri menjadi GR karena ulahmu, karena pada kenyataannya kau menyukai Zona bukan? Aku bisa menerima itu semua.

Notebook pink itu aku berikan untuk membantumu belajar. Karena aku tau buku catatanmu tak pernah terisi penuh setiap harinya. Aku letakkan itu diam-diam didalam tasmu sebelum aku merusak “kencan” mu dengan Zona.

Tapi kini aku sadar, kau tak membutuhkanku. Notebook itu bisa kau buang jauh-jauh, agar kau tak lagi mengingatku, agar kau tak lagi merasa sakit akan setiap sikapku yang mungkin menjijikan untukmu.

Sejujurnya, bukan maksudku untuk merusak semuanya. Aku bahkan tak tau bahwa kalian akan makan siang bersama dikantin sekolah. Aku melakukan itu karena aku ingin bersama denganmu untuk yang terakhir kalinya. Sejujurnya berat untukku meninggalkanmu dan semua cerita antara kita disini, terlebih aku takut tak aka nada lagi yang mencacimu untuk mencambuk keras hatimu. Tapi pertengkaran kecil siang tadi menyadarkanku, bahwa kekhawatiranku itu salah. Zonalah yang kau harapkan dan kaubutuhkan bukan? Dan kini aku bisa tenang untuk pergi. Aku akan menyusul kedua orangtuaku untuk menetap di Bogor.

Ini penebus semua salahku, kupertemukan kalian disini, untuk mengganti “kencan”kalian yang rusak karenaku. Semoga Zona bisa menjagamu dan menyemangatimu.

Hari-hari yang kulewati begitu menyesakkan untukku. Tak ada lagi seseorang yang selalu mencambuki hatiku dengan ucapannya yang kasar. Tak ada lagi Aluna yang selalu menggangguku. Ku pandangi bangku kosong yang sudah ditinggalkan pemiliknya dua hari lalu dengan mata berkaca-kaca. Api kerinduan seolah membakar hatiku, aku begitu merindukannya. Entah mengapa aku rasakan itu semua saat ini. Ada rasa kehilangan yang teramat perih dalam hati ini. Dan saat ini aku baru tersadar, bahwa perasaan yang kurasakan pada Zona hanyalah kekaguman semata. Dan kini aku telah menyianyiakan cintaku, cinta yang tumbuh tanpa kusadari.

“Apa kau menangisi seseorang saat ini?”

Aku menoleh, menatap sesosok lelaki yang berdiri di depan pintu kelas. Cahaya matahari yang bersinar terik membuatku kepayahan untuk menangkap sosoknya. Namun kaki ini terus melangkah mendekatinya, hingga kedua mata ini menangkap jelas siapa yang berdiri disana. Seseorang yang tengah kurindukan, Aluna.

“Aluna?”

“Aku disini,” Ujarnya sambil tersenyum. Senyum yang membuatku kepayahan untuk sekedar membendung air mata.

“Untuk apa kau kemari?”

“Untuk mengatakan bahwa aku mencintaimu!”

Aku tertegun. Kupandangi kedua bola mata Aluna yang kini tampak berair, mencari kebenaran dari ucapannya.

“Aku tulus mencintaimu,”

Air mata bahagia tak mampu lagi terbendung dari kedua bola mataku. Aku sangat bahagia mendengar apa yang Aluna katakan saat ini, hingga deru kendaraan yang sedari tadi membisingkan telinga seolah sunyi senyap tak tersisa.

“Apa kau datang hanya untuk mengatakan itu? Apa kau datang untuk pergi?”

Aluna tersenyum, “Aku datang untuk mendengar jawabanmu. Aku akan pergi untuk kembali.” Ujar Aluna seraya merangkulku erat, dan saat ini aku menangis dipelukannya.

“Aku juga mencintaimu!” Ujarku lirih dalam dekapan Aluna. Samar kulihat senyuman terindah terukir dalam bibir Aluna.

Senja perlahan mulai datang. Ilalang yang tumbuh menguning, menemani langkahku bersama Aluna saat itu. Langkah yang akan menggoreskan kenanganku bersama Aluna. Kenangan yang akan menciptakan senandung doa dalam tiap langkahku untuk tetap bersatu dalam balutan kasih yang takkan pernah terputus.

Love In Dusk

LOVE in the DUSK

 

“Ada yang ingin kukatakan padamu!”

Saat itu hujan turun dengan derasnya, mentari tak lagi bersinar cerah seperti biasanya. Tapi entah mengapa, ia lebih memilih saat-saat seperti ini untuk menemuiku di ruang latihan kepenulisan sekolah.

Kali ini ku lihat sinar matanya yang berbeda menatapku. Tak biasanya ia menatapku demikan, ia selalu menundukan pandang jika bersua denganku. Tapi tidak untuk kali ini, ia menatapku dengan sangat dalam. Kemudian tersenyum manis, sangat manis.

Lagi aku rasakan getaran hebat di dadaku. Ada perasaan berbeda yang kurasakan di hati ini, perasaan yang selalu ada semenjak aku dipertemukan dengannya dalam sebuah drama sekolah. Saat itu kurasakan sikap yang hangat darinya. Ia yang selalu menungguiku hingga aku mendapatkan bus kota untuk pulang ke rumah, bahkan pernah suatu ketika ia mengantarkan aku pulang karena hari sudah cukup petang. Ia yang pernah melindungiku saat aku mendaki bukit dengan teman-teman. Dan Ia yang selalu mengajariku berbagai macam pelajaran yang tak pernah aku mengerti. Sejak saat itu, ada perasaan berbeda dalam hatiku. Ada rasa bahagia jika bertemu dengannya, dan ada rasa kehilangan ketika tidak bersua dengannya.

Aku yang saat itu divonis dokter menderita leukemia, dan tengah berjuang melawan lelah yang selalu memberontak, selalu takut untuk mencoba bertanya pada hati ini mengenai perasaan yang aku rasakan, karena aku tak ingin merasakan cinta sementara ragaku kian merangkak diujung senja. Suatu ketika aku mencoba menjauhinya, namun pedih yang terasa. Kulihat sorot matanya menatapku penuh tanya. Ia pernah mendekatiku, namun sebisa mungkin ku menghindarinya. Saat itu yang kurasakan adalah rasa bersalah yang begitu dalam, aku selalu menangis jika kesendirian menghampiriku. Menangis karena aku tak tau apa yang kurasakan, menangis karena mungkin aku telah menyakiti hatinya.

Berhari-hari ia menyapaku, namun aku hanya menjawabnya datar. Sampai suatu hari aku benar-benar merasa jauh darinya. Ia tak pernah menyapaku, tak lagi mengirimkan pesan singkat padaku. Bahkan tak pernah kulihat senyum darinya. Saat itu aku merasakan kehilangan yang begitu dalam, kepedihan yang begitu menyayat hati. Dan saat itu aku tersadar, hatiku tergugah. Ku coba bertanya dalam hati ini, dan ada satu jawaban yang terukir di dalam hati. Jawaban yang membuatku menangis, menangis akan semua yang pernah ku perbuat. Menangis karena takut jika aku tak bisa mengatasi perasaan ini dan membuaku jauh dengan Allah. Karena aku mencintainya. Aku mencintai dia, Aluna Azzona.

“Apakah kedatanganku mengganggumu?”

Ku coba untuk tersenyum, senyum yang tak pernah lagi terukir di wajahku. “Tidak, sudah aku selesaikan semuanya!”

“Tadi kau bilang ada yang ingin kau katakan? Apa?” Tanyaku kemudian.

Kulihat kedua matanya memandang lurus kedepan, memandang hamparan ilalang yang tumbuh menguning karena beradu dengan mentari senja.

“Baru kali ini aku merasakan sesuatu yang berbeda. Perasaan yang sebelumnya tak pernah aku rasakan. Sudah berulang kali aku coba untuk menghilangkan perasaan ini, namun tak bisa.”

Aku terkesiap, mungkinkah ia mencintai seseorang? Siapa? Aku hanya bisa terdiam memandang dedaunan kering yang tertiup angin sore.

“Sejak ku rasakan itu, aku seperti orang bodoh,” Ujarnya kemudian.

Aku coba untuk bertanya, “Apa kau telah mencintai seseorang?”

Kudengar helaan nafasnya, “Sudah ku coba untuk menghilangkan bayang wajahnya, namun tak pernah bisa kulakukan itu! Ku rasa, aku benar-benar mencintainya,”

Hatiku bergetar, bertanya siapa yang ia cintai? Mengapa ia berkata demikian padaku? Ingin aku menangis, namun itu sungguh memalukan.

“Siapa dia?” Tanyaku dengan penuh keraguan.

Kumerasakan pandangan matanya beralih menatapku, menatapku hangat, sangat hangat, “Kamu!”

Saat itu jantungku seolah berhenti berdetak, mulut ini seolah terkunci rapat. Tubuhku melemas. Entahlah, aku tak menyangka ia akan berkata demikian padaku.

“Ku kumpulkan keberanian untuk menyatakan semua ini, hingga akhirnya aku memutuskan untuk bertemu padamu hari ini.”

“Mengapa harus aku?”

Aluna mengerutkan keningnya, “Entahlah, ada sesuatu yang menarik pada dirimu. Terlebih kepribadian dan akhlaqmu. Kau berbeda dengan wanita lain. Saat wanita lain bangga dengan mode terbaru yang ia kenakan, kau justru bangga dengan jilbab yang kau kenakan. Saat wanita lain bangga dengan pria yang mereka sebut pacar, tapi kau malah bangga dengan kesucianmu yang belum terampas bahkan tersentuh pria lain. Itulah mengapa aku mencintaimu!”

Mataku memerah, bagaimana mungkin ia menilaiku demikian? Bahkan mungkin aku telah membuat Allah cemburu dengan cintaku padamu, dengan air mata saat aku merasa jauh darimu.

“Aku tak seperti apa yang ada dipikiranmu…” Ujarku pelan.

Ia tersenyum, “Apa pun itu, aku mencintaimu. Mencintaimu apa adanya.”

Ku tundukan pandanganku, sebanyak mungkin ku ingat Allah dalam hatiku. Apa yang harus aku lakukan saat ini, aku tak tahu. Aku tahu aku mencintainya, tapi aku tak mungkin menyatakannya. Aku ingin ia menilai sendiri perasaanku padanya. Aku ingin ia menilik lebih jauh tentang hati ini sendiri. Dan aku tak ingin cinta ini beralaskan nafsu. Aku tak ingin menjadi remaja yang dibutakan oleh cinta, cinta semu pada makhluk ciptaan-Nya.

“Terimakasih atas cinta yang kau berikan. Hanya Allah yang bisa membalas semuanya. Kita serahkan semua pada kehendak-Nya,” Aku yakin Aluna akan mengerti maksudku. Aku tidak menolak, tidak juga menerima. Tapi aku hanya ingin pasrahkan semua pada Tuhan agar cintanya padaku tetap suci tak ternoda.

Aluna tersenyum lebar kemudian tertawa, “Aku hanya bercanda. Aku tidak serius. Aku tidak mungkin mencintaimu, yang kukatakan tadi hanyalah lelucon belaka!”

Bagaikan di sambar petir, hatiku begitu terguncang mendengar pernyataannya. Apa maksudnya ia berkata demikian, aku tak mengerti. Saat itu yang kurasakan adalah luka yang menyayat hati, mataku memerah, hatiku cukup tersakiti saat ini. Ia berkata bahwa semua seolah hanya lelucon belaka, di saat hati ini tulus mencintainya. Di saat hati ini hanya menginginkan cinta halal yang terjalin dihari esok bersamanya. Di saat hati ini hanya berharap bahwa ia mencinta karena Allah, dan mau menantikanku di batas waktu. Segera mungkin aku tersenyum, senyum penuh kepura-puraan.

“Iya, aku mengerti. Bagaimana mungkin aku percaya, bukankah kau tak pernah serius padaku?” Ujarku seraya tertawa kecil, kemudian kulirik arloji di tanganku, “Sudah sore, aku pulang dulu!”

Ku langkahkan kaki meninggalkan ruang itu, ku rasakan air mata menetes di pipiku. Mengapa ia berkata demikian? Saat aku menaruh harapan padanya ia malah menyakitiku. Apa salahku hingga aku dipermainkan olehnya? Memang benar, hanya Allah-lah yang mampu ku harapkan. Namun mengapa setega itu ia melakukan semua padaku?

Malam telah menggeraikan tirai hitamnya, jutaan permata di langit kelabu terlihat bak pelita yang menyinari kelamnya malam. Bulan sabit terlihat menggantung di cakrawala, menghadirkan cahaya emas yang begitu teduh dan menenangkan.

Air mataku sudah tak mampu tertahan lagi, aku terus menangis meski Al-Qur’an kini tengah berada di genggaman tanganku. Tak tau apa yang harus aku lakukan saat ini, ada rasa kesal dan sesal yang menggelayuti hati.

Pagi menjelang, matahari bersinar lembut, cukup menghangatkan sendi-sendi tulang yang hampir membeku kedinginan akibat hujan deras semalam. Udara lebih segar pagi ini, mungkin karena hujan telah menyapu debu-debu yang menari bebas di udara.

Aku berjalan gontai menelusuri koridor sekolah yang masih sepi. Hari ini, aku sengaja berangkat lebih awal dari biasanya, mataku yang bengkak karena menangis semalam tak memungkinkan aku untuk berpapasan dengan teman-teman lain di jalan. Terlebih berpapasan dengan Aluna, aku sungguh tak mampu. Mungkin akan lebih baik, jika aku terus menunduk di bangku tempat dudukku meski aku tau temanku juga akan mengetahui kondisi mataku yang bengkak saat ini. Dan Aluna pun juga akan mengetahuinya, karena ia satu kelas denganku. Dan mungkin hari demi hari akan terasa sulit kujalani saat ini.

“Kau terlihat pucat? Ada apa?”

Raka yang sedari tadi sedang duduk dibangkunya, tiba-tiba mengampiriku. Raka adalah sahabat yang selalu ada untukku, ia selalu mengerti tentang apa yang kurasakan saat ini. Kedewasaannya selalu membuatku nyaman dekat dengannya. Kedekatan yang sangat erat, yang tak jarang menimbulkan kabar-kabar burung bahwa aku adalah kekasih Raka.

“Tidak ada apa-apa,” Jawabku sekenanya.

“Tidak mungkin. Apakah tidak ada niatmu untuk mengatakan sesuatu padaku? Ceritalah! Jika aku mampu, akan kubantu semua untukmu!”

Aku terdiam, kulihat keseriusan dari kedua binar mata Raka. Dia benar-benar ingin mengetahui apa yang aku rasakan saat ini, ada kekhawatiran yang mendalam dari kedua matanya.

“Ini tentang Aluna!” Kucoba ceritakan semua pada Raka. Tentang Aluna yang tiba-tiba menemuiku dan mengatakan bahwa ia mencintaiku, dan tentang Aluna yang pada saat itu juga menyatakan ketidak seriusannya padaku. Ia yang hanya menganggap itu sebuah lelucon biasa, yang secara terang-terangan melukai hati dan perasaanku.

“Dia melakukan itu semua padamu?” Tanya Raka dengan nada suara tak percaya. Aku mengangguk lemas.

“Tidak mungkin. Kurasa dia tidak sedang bergurau. Aku bisa tau dia tulus menyukaimu, hanya saja dia tidak punya keberanian untuk menerima jawabanmu. Makanya ia lebih memilih untuk memanipulasi semuanya!” Ujar Raka.

“Entahlah. Aku tak mau lagi memikirkan itu semua.”

Raka tersenyum kearahku, “Kalau begitu tersenyumlah! Jangan bersedih lagi. Itu akan membuatmu semakin lemah dimata Aluna. Percayalah!”

Aku hanya bisa tersenyum simpul saat ini, senyum yang hanya kutunjukan pada sahabatku seorang.

“Aku ingin ke kostmu. Ada pelajaran yang aku tak mengerti. Boleh?” Tanyaku.

Raka mengangguk. “Tentu! Aku tunggu!” Jawabnya seraya tersenyum.

Sore ini jam telah menunjukan pukul tiga lebih lima belas menit. Usai shalat ashar dan menyiapkan buku-buku yang harus kubawa untuk belajar bersama, aku mulai menyibukkan diri di depan cermin besarku. Kuoles merata bedak di wajah dan sedikit menambahkan celak dikedua mata, tak ketinggalan kugoreskan lip ice di bibir tipisku. Setelah itu, barulah kututup auratku dengan jilbab ungu yang senada dengan baju yang kupakai sore ini.

Rumah yang cukup luas dengan halaman yang tampak asri ditumbuhi cemara yang menghiasi setiap sudut halaman. Baru saja mulut ini akan mengucap salam, namun bayang orang di beranda rumah berhasil membuat mulutku terkatup. Seorang lelaki yang tengah sibuk dengan gitar dikedua tangannya, tampak jemarinya memetik dawai dengan lincah, menciptakan alunan irama yang indah menyapa telinga. Aku terus menatapnya, sampai kedua mata elang miliknya menyadari keberadaanku. Aluna, kini ia tengah berjalan menghampiriku. Dan saat itu juga aku baru tersadar, bahwa keputusanku untuk belajar bersama ditempat Raka adalah kesalahan yang besar, karena Aluna juga berada ditempat yang sama dengan Raka.

Aluna membuka pintu pagar, beberapa penghuni kost putri tampak memperhatikan kami berdua. “Masuk!” Ujar Aluna seraya berjalan pergi meninggalkanku, membiarkanku kebingungan mencari keberadaan Raka yang sedari tadi tak kulihat batang hidungnya.

Dengan langkah sedikit ragu, kuhampiri Aluna yang kembali menyibukkan diri dengan gitar ditangannya.

“Raka pergi!” Ujarnya sebelum aku sempat bertanya padanya, seolah ia tau apa yang ingin aku tanyakan padanya.

“Kemana?”

Aluna mengangkat kedua bahunya, “Tunggu saja!”

“Baiklah!” Jawabku masih berdiri didepan Aluna, memandangi beberapa penghuni kost yang tampak sibuk dengan aktifitasnya masing-masing.

“Sampai kapan kau mau terus berdiri?” Tanya Aluna dengan nada suaranya yang tak pernah bersahabat.

“Sampai seseorang mempersilahkanku duduk, dan menjamuku layaknya seorang tamu!” Ujarku tak kalah cuek.

Dering ponsel milik Aluna membuatnya tak menjawab ucapanku. Ia bangkit dan pergi menerima telepon di dalam kamarnya. Aku masih terus berdiri sampai Aluna keluar dan berdiri tepat dihadapanku.

“Ikut aku!” Perintah Aluna sambil membawaku kedalam taman. Ada beberapa bangku taman disana, tepatnya dibawah pohon cemara yang rindang. Disana Aluna mengajakku pergi.

“Keluarkan bukumu!” Aluna kembali memerintah. Aku masih tak mengerti.

“Apa maksudmu?”

“Kau kesini untuk belajar bukan? Keluarkan bukumu, tanyakan mana yang kau tak mengerti!”

Keningku berkerut, “Mana Raka? Aku memang mau belajar, tapi dengan Raka!”

“Raka sibuk, ia akan pulang terlambat.” Jawabnya santai.

Aku masih terdiam, kini rencanaku gagal total. Seharusnya aku bisa bersama Raka saat ini, bukannya malah bersama dengan seseorang yang sedang tak ingin kutemui saat ini.

“Besok ulangan matematika, kau mau belajar tidak?”

Sulit rasanya mulut ini untuk menjawab pertanyaan Aluna, ada keinginan dalam hati untuk belajar, bagaimanapun juga aku tak ingin dicap sebagai anak bodoh di kelas karena nilai matematikaku selalu hancur. Namun jika harus belajar bersama Aluna, jelas itu lebih membuatku sulit, karena pasti ia akan lebih tau letak kebodohanku.

“Baiklah, tunggu saja Raka sampai angin sore membuat kulitmu membeku kedinginan!” Ujar Aluna sambil melangkah pergi.

“Tunggu!” Spontan kata-kata itu yang keluar dari mulutku. Aluna membalikkan badannya, menatapku yang tengah sibuk menutupi rasa malu yang jelas tampak dikedua pipiku yang memerah. Bibirku gemetar saat ini, meski hanya mengatakan, “Aku ingin berlajar denganmu!

Dengan rapi dan sangat sederhana, Aluna menjelaskan semua materi yang tidak aku mengerti. Tentang bagaimana cara memecahkan soal itu, sampai bagaimana menghitung deretan angka yang memang sulit untukku hitung. Entah mengapa, saat seperti ini tak ada nada arogan yang keluar dari setiap perkataannya, ia menjelaskan semua dengan sejelas-jelasnya tanpa bosan dengan pertanyaanku yang tidak berbobot. Tanpa sadar aku memperhatikan wajahnya, Aluna tampak manis dengan alis tebalnya. Dan ada sesuatu yang baru kusadari semenjak bertemu dengan Aluna, Aluna memiliki jenggot tipis yang membuatnya terlihat dewasa dan berwibawa. Merasa diperhatikan, Aluna menghentikan aktifitasnya, ia mentapku dan berhasil membuatku salah tingkah.

Angin sore berhembus cukup kencang, menusuk hingga ke tulang rusuk, membuat badan serasa beku karenanya. Aluna masih sibuk dengan deretan angka didepannya, sementara aku sibuk menggosokkan kedua telapak tangan untuk menghangatkan tubuhku. Dari dulu aku tak pernah tahan dengan udara dingin, udara dingin selalu membuatku kesulitan bernafas seperti sekarang ini. Udara dingin yang kurasa, telah berhasil membuat tubuhku membiru karenanya. Belum pernah kurasakan sakit seperti sekarang ini.

“Ada apa denganmu saat ini?”

“Kau begitu pucat?” Aluna memperhatikan wajahku yang pias. Ku rasakan pandangannya kini berubah dengan kekhawatiran.

Segera ku palingkan wajahku, tak ingin ia terus memperhatikanku dengan pandangan demikian.

“Kau sakit?”

Aku tak mampu menjawab pertanyaan Aluna saat itu. Sesak didadaku semakin menjadi, membuat kepala ini terasa begitu pening dan pandangan ini mulai mengabur. Saat itu juga aku terjatuh, pingsan.

Saat ini aku hanya bisa merasakan aliran cairan infuse merasuki tubuhku. Aku hanya bisa mendengar suara detak jantungku sendiri yang kudengar melalui monitor di dekatku, terasa begitu lemah. Akupun hanya bisa mendengar suara orang-orang didekatku, tanpa bisa aku pandang mereka. Semua terasa lemah, aku tak mampu membuka mata barang sekejap, bahkan menggerakkan jaripun terasa sulit untukku. Aku hanya bisa mendengar, dan menerka orang-orang yang silih berganti datang dan pergi.

Sesaat ku mendengar lantunan ayat alqur’an yang begitu indah mengalun di telingaku. Suara seorang pria yang tak lain adalah Aluna, ia terus mengaji di sampingku. Hingga aku bisa mendengar semuanya dengan sangat jelas. Aku rindu, aku rindu saat-saat aku bisa mengaji di dalam kesunyian. Dan kini aku bisa melakukannya, bersama dengan Aluna. Meski aku hanya bisa mengikutinya dalam hati.

“Dhia… Apa kau tak kasihan padaku? Menjalani hari-hari dengan penuh kekhawatiran memikirkanmu?”

Diam

“Dhia… aku merindukanmu. Kau tau? Saat aku mengatakan bahwa aku mencintaimu itu adalah perkataan yang tulus dari dalam hatiku. Namun, aku takut kau menolak cintaku, hingga akhirnya aku berkata bahwa semua hanya lelucon. Tapi andai kau tau, sejak hari itu aku terus menyesali perbuatanku… Jawabanmu yang tidak berujung membuatku semakin pesimis Dhi! Dan karena itu kau membuatku sakit hati! Maka kau harus bangun dan meminta maaf padaku!”

Kudengar semuanya dengan jelas. Hatiku kian bergemuruh, sesaat ku merasakan aliran basah merayap di wajahku. Bukan dari luar, tapi itu berasal dari mataku sendiri. Ingin aku membuka mata, tapi aku tak sanggup.

“Kau yang seharusnya meminta maaf padanya!”

Kudengar suara Raka yang penuh amarah.

“Kau tau? Semenjak kejadian itu Dhia terus menangis? Kau yang telah menyakiti hatinya disaat ia mencintaimu! Disaat ia mulai menata rapi dan menjaga cintanya diujung usianya!”

“Apa kau bilang?”

“Iya. Dhia memang tak bisa berkata secara langsung. Dan andai kau mau meniliknya lebih lanjut, kau akan temui jawabannya. Dhia hanya ingin kau menilai sendiri perasaannya. Dhia memasrahkan semua pada Tuhan bukan berarti Dhia tidak mencintai kamu! Tapi memang demikian adanya, hanya Allah yang bisa membalas cinta kamu! Cinta Dhia padamu tak berarti apa-apa dibanding cinta Allah. Itu yang Dhia maksud! Kau mengerti?” Suara Raka terdengar berbaur dengan nafasnya yang tak teratur, menandakan emosinya tengah membara. “Dhia menderita leukemia!”

Kurasakan aliran basah itu semakin mengalir deras mengalir di pipiku. Kudengar suara adzan berkumandang. Dan saat itu aku merasakan energi besar di tubuhku, perlahan kcoba menggerakkan jemariku dan kubuka mataku. Dan saat itu pula aku melihat Aluna yang tengah memandangku dengan binar bahagia, Ibu yang tengah tersenyum sambil membelai jilbabku, Ayah yang menggenggam tanganku. Semua terasa indah untukku, beribu syukur ku panjatkan pada Allah karena akhirnya aku bisa menikmati dunia luar, bisa bersama dengan mereka yang kusayang, dan bisa terus beribadah. Aku menangis haru.

Senja telah datang dengan sapuan siluetnya yang menyapu langit biru. Burung parkit terbang bebas di cakrawala jingga. Aku duduk dikursi roda, menikmati senja yang penuh makna dihalaman rumah sakit yang seolah sudah menjadi rumah kedua bagiku.

“Aku mencintaimu karena Allah,”

Aku menoleh, Aluna berdiri di sampingku. Ia tersenyum manis, seraya menatap langit yang mulai menjingga. Aku melihat ketulusan yang suci dari sinar yang terpancar di kedua matanya.

“Semoga engkaulah imamku untuk selamanya,”

Bersama Aluna, aku menyusuri jalan setapak yang penuh dengan bunga liar di tepi jalannya. Memandangi langit senja dengan warna jingganya yang begitu menenangkan, memandangi ribuan burung yang terbang bebas dicakrawala. Namun seketika semua sirna, dunia terasa gelap bagiku, pening dikepalaku terasa begitu menyakitkan. Samar kudengar suara Aluna membisikkan kalimat syahadat di telingaku saat mata ini perlahan mulai terpejam, kurasakan ada setitik air yang jatuh menetes di pipiku, hingga akhirnya aku tak merasakan dan mendengar apapun lagi.

SINOPSIS

LOVE in the DUSK

Love ini Dusk mengisahkan tentang kehidupan cinta seorang remaja bernama Dhia yang tengah berjuang melawan sakit yang dideritanya, leukemia. Kedekatannya dengan  seorang lelaki bernama Aluna Azzona, telah mengukir kenangan tersendiri di hatinya. Namun Dhia begitu sulit mengakui pada dirinya sendiri bahwa ia mencintai Aluna, karena ia takut mencintai seseorang sementara hidupnya telah berada di ujung kehidupan. Untuk menghindari perasaan yang berkecamuk dalam hati, Dhia mencoba menjauhi Aluna. Saat Aluna tak ada lagi di sisi Dhia, barulah Dhia menyadari dengan sendirinya bahwa ia mencintai Aluna.

Saat ia mulai menjaga cintanya meski tak diungkapkannya, Aluna datang dan mengatakan bahwa ia mencintai Dhia. Sebagai seorang remaja, amat bahagia Dhia kala itu. Namun ajaran islam yang dianutnya, telah ia pegang teguh dihatinya. Dhia tidak ingin terjerumus pacaran, dan mengikuti hawa nafsunya. Dhia ingin Aluna menilai sendiri perasaannya bahwa ia juga mencintai Aluna. Dengan penuh harap agar Aluna mengerti maksudnya, Dhia menjawab pernyataan cinta Aluna dengan mengatakan bahwa akan ia pasrahkan semua pada Sang Khalik. Namun Aluna berpikiran lain, jawaban yang ia terima dari Dhia, ia tafsirkan sebagai tolakan atas cintanya. Untuk menutupi rasa malu, Aluna mengatakan bahwa semua yang ia katakan adalah sebuah lelucon. Mendengar demikian, rasa bahagia dalam hati Dhia perlahan berganti dengan perih yang teramat dalam. Dan saat itulah, terjadi salah paham diantara mereka berdua.

Namun, salah paham itu segera usai. Saat Dhia terbaring lemah dirumah sakit, Aluna mengatakan tentang kebenaran isi hatinya pada Dhia. Dan saat itu pula Aluna mendengar penjelasan dari Raka-sahabat terdekat Dhia, bahwa Dhia juga mencintainya.

Saat senja datang, Aluna kembali datang menemui Dhia. Ia kembali mengatakan tentang rasa cinta dihatinya. Dhia menjawabnya dengan penuh harap, berharap bahwa Aluna adalah imam yang dipilihkan Allah untuk dirinya. Saat tengah menikmati senja bersama Aluna dan cinta di sisinya, Dhia menghembuskan nafas terakhir, meninggalkan semua cintanya di ujung senja.

Sakura Di Tanah Bali

 

Ku rebahkan tubuh penatku di ranjang tempat tidurku, begitu lelah sampai-sampai lupa membaca surat yang di berikan oleh Bu Maya, guru Bahasa Indonesiaku. Ku raih tas ranselku, dan segera mencari surat yang terselip di antara buku-buku pelajaran yang seabreg banyaknya.

Mataku membelalak terkejut membacanya. Aku, seorang Arman yang notabene siswa biasa ini terpilih mengikuti latihan kepenulisan sastra di Bali. Aku terkejut bukan karena aku bahagia, tapi karena aku benar-benar tak ingin mengikutinya.

Ya, aku benar-benar tak ingin kesana. Rasanya hal itu lebih menyeramkan daripada mengikuti acara-acara uji nyali yang sering di adakan oleh televisi-televisi swasta. Aku sama sekali tak memiliki niatan untuk pergi kesana. Berjumpa dengan manusia-manusia yang menurutku sudah seperti boneka. Ya, seperti boneka. Lihat saja mereka! seolah urat malu mereka telah terputus. Pakaian compang-camping kekurangan bahan di biarkan melekat di tubuh mereka. Bukan hanya yang putih dan langsing, yang hitam, gendut, clumut-pun demikian. Benar-benar norak. Pasaran gaya mereka. Hiiii!

Aku merinding sendiri dengan umpatan-umpatanku, “Ya Allah maafkan aku!”. Segera ku ambil air wudhu dan melaksanakan shalat ashar untuk menghilangkan rasa lelah dan mendapatkan ketenangan hati serta pikiran.

Paginya, dengan langkah malas dan ogah-ogahan ku memenuhi panggilan Bu Maya di kantornya. Aku yakin pasti tak diizinkan untuk tidak mengikuti latihan kepenulisan itu.

“Ada apa dengan kamu ini? Ini kesempatanmu untuk belajar menulis agar bisa lebih baik lagi, Arman!” Suara Bu Maya nampak meninggi.

Aku terdiam, ku rasakan beberapa mata memandangku. Ah, aku tak suka dengan situasi seperti ini. Pemaksaan secara perlahan menurutku. Aku tak mungkin menolak dengan tegas dan mengekang Bu Maya, namun mengatakan “iya” pun serasa sulit untukku.

“Bagaimana Arman? Disanalah kamu bisa mengembangkan potensimu? Di sana kamu bisa menggali semuanya. Seharusnya kamu bersyukur, karena kamu beruntung bisa mendapatkan tiket itu!”

Aku melemas. Inikah guru Bahasa Indonesia? Pandai memainkan kata? Hingga membuatku terjebak dalam situasi seperti ini? Ya Allah tolonglah aku!

“Baik Bu. Saya akan memikirkannya kembali!” Ujarku tak bersemangat.

Ku lihat senyum Bu Maya mengembang. Aku membalasnya, berusaha mengikhlaskan semuanya.

Lusa aku harus meninggalkan kota Tegal tercinta dan bertolak ke Bali selama kurang lebih satu minggu. Dan selama satu minggu itu aku harus berlatih menjaga pandanganku. Tapi aku sendiri tak tahu harus bagaimana. Hampir di setiap arah banyak yang “menjajakan” auratnya dengan panas. Tak mungkin aku berjalan sambil mengadahkan kepala terus menerus, atau menundukan kepala bak mengheningkan cipta.

“Kowe iki aneh, Man! Mbok seneng bisa jalan ke Bali gratisan! Kok ya malah mbesengut kaya ngene?”

“Malas Bu.” Ujarku seraya masuk ke kamarku.

Aku benar-benar bingung untuk saat ini. Aku sendiri tak mengerti mengapa aku begitu membenci Bali. Padahal aku sendiri menyukai keindahan alam, dan Bali memiliki semuanya itu. Aku juga memiliki beberapa gambar panorama Bali. Begitu indah laut yang membentang, biru menyegarkan mata. Batu-batu karang yang kokoh bak pagar yang melindungi lautan. Semuanya terasa indah, dan lebih indah jika tidak ada beribu-ribu setan yang ada disana. Aku lelah memikirkan semuanya. Sejenak ku pejamkan mataku untuk merelaksasikan otakku.

Hari ini aku berangkat sekolah lebih awal dari biasanya. Tentu bukan untuk mengikuti pelajaran seperti biasa. Tapi pergi ke sebuah tempat yang saat ini tak ingin ku dengar namanya. Aku berangkat menggunakan kereta ke Semarang, setelah itu beralih menggunakan pesawat untuk menuju ke B.A.L.I.

Lelah dengan perjalanan yang panjang, kini aku telah melangkakhkan kaki di pulau dewata. Baru menginjakan kaki di Bandara, rasa malas langsung menyergap. Dengan taxi, aku dan Bu Maya langsung menuju ke hotel tempat di adakan training. Pelatihan memang di lakukan di aula hotel, agar tidak jauh dengan penginapan.

Hotel dengan nuansa alami yang begitu indah, aku merasakannya. Dan selain itu pula aku tak melihat “boneka” di sekitar hotel. Mungkin memang sudah di boking sehingga pengunjung yang datang hanya yang mengikuti pelatihan, dan pastilah harus berpenampilan sopan. Aku lega.

“Kamu tunggu disini. Ibu registrasi dulu!” Ucap Bu Maya saat kami tiba di lobi hotel.

Aku duduk di kursi menghilangkan penatku. Ku raih sebuah buku yang tergeletak di meja. Buku yang penuh dengan gambar-gambar indah panorama di pulau dewata. Aku menyukainya, sangat. Tapi lagi… aku malas jika mengingat “boneka” itu. Pandanganku tertuju pada sebuah pantai yang indah. Seolah aku merasakan angin laut itu berhembus ke arahku, pasir pantainya yang lembut menyentuh kulitku.. ah, aku tahu aku hanya berhalusinasi.

“Itu pantai sanur!”

Suara seorang wanita nampak menyapa telingaku. Aku menoleh. Terlihat seorang gadis jepang bermata sipit dan berkulit kuning. Memang cantik, tapi lebih cantik jika menggunakan jilbab. “Astagfirullah” segera ku alihkan pandanganku.

“Kamu suka sanur?” Tanyanya lagi.

Aku menggeleng, persis seperti orang bodoh.

“Tapi kamu terlihat antusias?”

“Tidak. Aku hanya sedang mencari-mencari keindahan yang ada. Tapi aku rasa aku tak menemukannya!” Jawabku berbohong. Yah, aku tahu aku telah berdosa.

Gadis itu tersenyum, dan meraih buku yang sama persis dengan yang aku pegang.

“Kelihatannya kamu datang dari jauh?” Tanya gadis itu kembali.

“Dari Tegal, Jawa Tengah. Kamu dari Jepang?” Tanyaku memberanikan diri.

Ku dengar gadis itu tertawa, tawanya renyah. Ia menatapku dengan pandangan yang tidak aku suka. Yah, seperti mengejek.

“Aku memang asli Jepang. Tapi aku lama tinggal di Denpasar! Nama ku Sakura!” Jawabnya.

“Arman!” Jawabku singkat.

Kami sibuk dengan urusan masing-masing. Bu Maya telah selesai registrasi dan menyuruhku untuk istirahat di kamar Hotel. Tentunya terpisah dengan kamarnya.

Setelah berendam di bath-up untuk menyegarkan diri, kini saatnya aku untuk melaksanakan shalat ashar. Jam sudah menunjukan pukul 16.15, segera ku kenakan baju koko dan berjalan mencari Mushola atau Masjid terdekat. Setidaknya mencari teman-teman muslim lainnya yang belum menunaikan shalat untuk bersama berjama’ah, sayang jika dilakukan seorang diri.

“Mau kemana?”

Ku lihat Sakura tengah berjalan menghampiriku. Aku sedikit malas untuk menemuinya.

“Cari teman untuk berjama’ah!” Jawabku masih tak menatapnya.

“Mereka sudah pergi ke Mushola. Baru saja!” Jawab Sakura sambil mengarahkan jarinya kearah Mashola yang berdiri kokoh tak jauh dari taman hotel.

“Oh, makasih!” Ujarku seraya berjalan meninggalkan Sakura sendiri.

Usai melaksanakan shalat berjama’ah, aku segera kembali ke kamar hotel. Ajakan teman-teman baruku untuk bersama menikmati keindahan pantai pada waktu senja aku tolak. Aku masih ragu untuk menatap kearah pantai yang tak jauh dari hotel. Yah, dengan alasan yang sama. Malas melihat berbagai aktifitas yang menyebabkan zina itu. Penuh maksiat. Aku yakin itu.

“Tidak bercampur dengan mereka?”

Ya.. lagi-lagi Sakura yang datang menghampiriku ketika aku melewati lobi hotel.

“Malas!” Jawabku sekenanya.

Sakura menatapku seolah menerawang pikiranku. “Pasti karena pengunjung pantai banyak yang menggunakan…”

Ucapan Sakura terputus, yah,,, ku raba ia sengaja memutuskannya. Dan entah mengapa pula ia tahu apa yang aku pikirkan.

Aku mengangguk sambil tersenyum, senyum sekenanya. Sakura ikut tersenyum.

“Dan kamu juga tak kuat melihat penduduk setempat yang berjalan kesana-kemari sambil membawa sesajen dan dupa-dupa itu?” Ujarnya kembali.

Kali ini aku tak menjawabnya, aku takut salah dengan jawabanku.

“Kamu tak perlu takut, aku mengerti!” Ucap Sakura sambil tersenyum. Senyuman penuh misteri.

“Tapi kamu harus tahu! Tak semuanya gelap. Ada putih yang tersimpan!” Ucap Sakura pelan seraya meninggalkanku. Aku tak bisa menerka apa yang di ucapkannya.

Malamnya, aku bersantai di taman hotel. Memang pelatihan kepenulisan baru dilaksanakan esok hari jadi aku bisa santai untuk saat ini. Aku duduk di kursi taman seraya menatap bintang yang bertebaran dan bulan yang samar-samar membiaskan sinarnya di air kolam yang tenang. Ku rasakan sebuah kedamaian ketika  semilir angin berhembus menyentuh kulitku.

“Kamu suka bintang?”

Lagi… Sakura datang menghampiriku dan duduk di hadapanku. Membuat aku semakin risih dengan tingkahnya yang selalu datang tiba-tiba.

“Yah… begitulah!” Jawabku.

“Berarti kau juga suka malam? Karena hanya pada malam harilah bintang itu ada?!”

Ku putar bola mataku, aku mengangguk. Ia tersenyum ke arahku.

“Padahal, dunia malam tak semuanya indah. Di luar sana banyak sekali kenakalan yang terjadi. Dan pada malam itu juga banyak serangga yang mengganggu seperti ini” Sakura menunjukan lengannya yang dihinggapi dua ekor nyamuk ukuran jumbo. “Tapi, kenapa kamu tak suka dengan budaya dan kebudayaan di Bali? Apakah semua yang dimilikinya adalah buruk? Bukankah kita bisa belajar dari mereka?” Ujarnya.

“Apa maksudmu?” Tanyaku tak mengerti.

“Sederhana. Aku seorang Budha, aku pun pernah seperti mereka. Ya, sama seperti mereka… dengan sajen, dupa, dan patung-patung itu! Hal itu adalah kepercayaan bagi agama kami, sudah menjadi keyakinan bagi agama kami. Sama halnya dengan melakukan shalat dan ibadah-ibadah lainnya dalam ajaran agamamu. Setiap kali ada kaum muslim, aku selalu senang. Karena aku belajar banyak dari mereka… tentang ke taatannya beribadah. Dan satu lagi… setiapkali aku lihat mereka memandang alam… mereka selalu tersenyum sambil menyebut nama Tuhannya. Aku senang melihat mereka.”

Aku terdiam, otakku semakin sulit mencerna kata-katanya.

“Tapi tidak saat aku melihatmu. Kamu hanya terpaku pada satu titik. Kamu hanya bisa melihat kelemahan yang ada disini. Kamu tak mampu melihat sinar terang di balik itu semua. Bukankan jika kamu menyadari sinar terang itu kamu akan semakin merasakan anugrah Tuhanmu? Kenapa kamu tidak mencoba untuk itu? Untuk datang kemari dengan tujuan menuntut ilmu dan melihat keesaan Tuhan mu yang ada disini? Bukan malah mengurung diri dan beranggapan apa yang ada diluar sana adalah buruk untukmu? Kenapa kamu tak mencoba untuk mengambil sebuah hikmah yang tersirat?”

Perlahan aku mulai mengerti, hatiku mendadak menyuarakan kebodohanku sendiri. Aku tak berpikir luas seperti gadis Jepang itu. Aku tak bisa melakukannya.

“Jujur aku mencintai islam, karena islam adalah agama yang mencintai keindahan. Agama yang selalu mengajarkan untuk saling menghargai dan menghormati…”

Gelekk… aku terkejut. Seseorang yang berada di hadapanku ini benar-benar menyadarkanku. Aku yang selama ini terlalu bodoh dengan pikiranku yang primitif. Aku yang tak bisa berpikir luas dan mencari kebaikan yang ada. Sakura… seorang pemeluk agama Budha? Yang telah menyadarkan ku atas kebodohanku.

“Ikut Sakura sebentar! Sakura tunjukan sesuatu!” Ujarnya seraya bangkit dari duduknya.

Entah mengapa sontak aku mengikutinya. Ku mengikuti langkahnya menelusuri jalanan setapak di luar hotel. Langkahnya pasti, penuh keyakinan. SesekaliIa berhenti untuk memastikan aku masih mengikutinya atau tidak. Aku hanya tersenyum untuk meyakinkannya. Langkahnya terhenti di sebuah keramaian rumah penduduk.

“Lihatlah para turis itu!” Sakura menunjuk kearah para turis yang sedang bercakap-cakap dengan penduduk setempat.

Aku tak mengerti apa yang mereka bicarakan. Aku hanya menerka turis-turis itu tengah bercengkrama dengan seorang muslim, bisa dilihat dari penampilannya yang berbaju koko dan mengenakan peci itu.

“Mereka sedang belajar islam. Tak hanya turis, kami pun yang non muslim suka belajar lewat mereka. Sebagian mereka ingin menjadi muallaf!”

Aku terkejut, sangat terkejut, benar-benar terkejut dengan apa yang dibicarakan Sakura. Memang para turis itu berpenampilan sopan, tidak sevulgar yang biasa ku lihat di sepanjang jalan.

“Benarkah? Aku tak menyangka.” Ujarku masih tak percaya.

“Iya. Tak semua dari mereka buruk kan? Mereka hanya tak tahu mana yang benar. Aku senang dengan kehadiran umat muslim disini.”

Aku tersenyum, “Tentu tak semua umat muslim adalah baik!”

“Aku tahu. Dan seharusnya adalah kewajiban bagi mereka yang mengetahui untuk mengajarkan pada yang belum tahu. Untuk membawa mereka kejalan yang benar. Benarkan?”

“Kamu sepertinya banyak tahu tentang islam?”

Sakura tertawa kecil, “Aku mencintai islam. Aku ingin masuk islam, tapi orang tuaku selalu menentang. Jika tahu aku belajar islam, aku pasti dipukuli!” Jawabnya dengan penuh kekecewaan.

Perlahan aku merasakan apa yang Ia rasakan. Dan rasa maluku pada diriku sendiri seolah mencabik-cabik hatiku. Aku malu tak bisa berpikiran seperti mereka. Aku juga malu, karena banyak pemeluk agama islam yang kehilangan identitasnya. Mereka islam tapi berperilaku seperti para jahiliyah. Berbangga-bangga dengan keburukannya. Benarlah jika banyak yang menyatakan, bahwa kini islam telah tertutupi oleh umatnya sendiri.

“Aku akan berdo’a. Agar langkahmu dipermudah!” Ujarku.

“Makasih. Lebih baik kita kembali ke hotel sekarang!” Jawabnya.

Aku mengangguk dan segera berjalan menuju hotel tempatku menginap. Aku yakin Bu Maya pasti tengah mencariku di hotel. Aku segera mempercepat langkahku, hingga tak melihat ada lubang menganga di tengah jalan. Aku terjatuh.

“Kakimu berdarah!” Sakura terlihat khawatir melihat keadaan kakiku. Sebisa mungkin aku menghindari tangannya yang selalu ingin menyentuh kulitku. Aku sudah merasa berdosa dengan sikap dan pemikiranku, belum lagi kini hanya aku dan Sakura. Yah… berkhalwat. . . aku pun baru menyadarinya. Aku tak ingin menambah dosa-dosa ku yang ku rasa sudah setinggi gunung.

“Tolong jangan sentuh aku. Kita bukan mukhrim!” Ujarku pelan takut menyinggungnya.

Sakura mengangguk, “Oh. Maaf. Kalau begitu aku belikan obat. Tunggu sebentar di sini.” Ujarnya seraya pergi meninggalkanku.

Aku tak memperhatikan bayangnya yang tengah menghilang, aku sibuk dengan darah di kakiku. Sampai ada suara yang mengagetkanku, suara teriakan Sakura diikuti dengan suara nyaring yang tak kupahami apa itu. Mataku segera beralih kedepan, ku lihat sebuah mobil berhenti di tengah jalan.Dan satu yang mengagetkanku, serang gadis tersungkur tak berdaya dengan darah yang berlumuran di sekujur tubuhnya, gadis itu adalah Sakura.

“Sakura?” Aku mencoba untuk melangkah, kakiku serasa sakit, hatiku tak karuan saat ini. Air mata tak terasa menetes di pipi begitu melihat kondisi Sakura. Air mataku semakin deras ku rasa. Membasahi wajah lusuhku yang berdebu.

“Arman!”

Aku membuka mataku. Ibu tengah berdiri di hadapanku sambil membawa segelas air yang rupanya telah digunakan untuk menyiram wajahku. Barulah ku sadar ini adalah mimpi. Mimpi yang membawakan hikmah untukku.

“Cepet tangi! Wis awan iki, Arman! Ketinggalan kereta bisa gawat!” Ujar Ibu dengan suara medhoknya.

Aku segera bangkit dan membersihkan badan. Bersiap-sipap untuk berangkat menuju Bali.

Di sekolah Bu Maya telah menungguku. Segera kami menuju stasiun. Ya..menggunakan kereta untuk sampai Semarang dan berlanjut dengan pesawat terbang. Hatiku berdebar hebat, kini aku tak sabar ingin cepat sampai.

Berjam-jam kami melakukan perjalanan yang melelahkan, kini kami tiba di tempat yang dituju. Sebuah hotel yang sama persis dengan mimpiku semalam, aku sendiri terkejut melihatnya. Semua anak dari berbagai daerah berkumpul di lobi. Mereka semua telah rapi dengan dandanannya masing-masing. Yang ganjil, hamper semuanya mengenakan baju berwarna gelap.

“Arman. Kita harus bersiap-siap sekarang. Rupanya mereka tengah menunggu kita.” Ujar Bu Maya.

“Menunggu kita? Untuk apa?”

Bu Maya mengangguk, “Kita telah terlambat dua jam. Kita harus menghadiri cara pemakaman sekarang. Ada salah satu dari anggota pelatihan yang meninggal karena kecelakaan tadi malam. KebetulanIa telah datang kesini sejak kemarin. Panitia meminta kita untuk hadir, untuk penghormatan terakhir.”

Setelah siap, kami berangkat menuju pemakaman. Disana suara getir begitu terasa. Terlihat beberapa bermata sembab. Suasana beranjak hening ketika pembacaan do’a. Jerit tangis terdengar ketika acara pemakaman usai. “Pasti mereka orang terdekatnya” Batinku dalam hati sambil berbalik pergi.

“Sakura…” Terdengar suara rintihan yang mengagetkanku.

Aku segera mengehentikan langkahku. Ku lihat seorang wanita paruh baya menangis di atas gundukan tanah yang masih basah. Sakura… dia menyebut nama Sakura… seorang gadis yang ada di mimpiku semalam. “Mungkin hanya kebetulan.” Batinku lagi.

Di hotel aku menemukan banyak teman baru. Kami bersama menikmati nuansa bening di bibir pantai yang memang tak jauh dari hotel.

“Sudah dengar tentang berita kematian Sakura? Tanya Ibnu. Remaja asal Bandung yang kini menjadi kawan akrabku.

“Memangnya apa” Tanyaku pelan.

“Kecelakaan. Di sudah datang dari kemarin sore. Sudah registrasi juga. Malamnya, ada yang melihat dia berjalan keluar seorang diri. Tingkahnya aneh, dia berbicara sendiri layaknya orang kehilangan kewarasannya. Kabarnya dia bertingkah aneh seperti itu karena orang tuanya tak mengizinkan ia untuk masuk Islam. Tidak lama terdengar kabar, dia ditabrak mobil saat hendak ke mini market di seberang!”

Aku merinding mendengarnya. Aku terngat Sakura yang ada di mimpiku, semua terjadi hamper sama dengan apa yang terjadi dalam mimpiku.

“Ini beritanya di Koran. Dia anak pemilik hotel yang kita tempati rupanya!” Ibnu menyodorkan sebuah Koran. Aku meraihnya.

Tanganku bergetar hebat, jantungku semakin berdegub kencang, bulu kudukku meremang begitu melihat foto yang terpasang di Koran. Wajahnya, mirip dengan Sakura yang ada di mimpiku. Tapi bagaimana mungkin semuanya bisa sama persis?  Bagaimana mungkin kenyataan mirip dengan sebuah mimpi dalam waktu yang sama? Kenapa harus sosok Sakura yang muncul? Sakura yang kini tengah beristirahat tenang di balik tanah basahnya? Sosok Sakura yang tanpa sengaja telah merubah keyakinan bodohku?

Sesaat ku lihat seorang gadis berdiri di balik pohon kelapa. Gadis yang mirip dengan Sakura dalam mimpiku, juga dalam Koran ini. Ia tersenyum ke arahku.

“Sakura…” Gumamku setengah tak percaya, aku berlari kecil ke arahnya. Namun terlambat, ia telah menghilang.

Keringat dingin mengucur deras melewati pori tubuhku. Aku lemas, kepalaku serasa pening, pandanganku kabur, dan saat itu aku tak ingat apa-apa lagi.

Difteri, Pertusis, Tetanus

                        TUGAS MATA KULIAH PPNMN                       

PENGENDALIAN DIFTERI, PERTUSIS, TETANUS (DPT)

 Disusun oleh:

 

Ida Mahfiroh                       25010112120057

Winda Asriyani                   25010112120058

Trifany Arlita P                   25010112120059

Dwi Puji Lestari                  25010112120060

Yuli Fatmasari                     25010112120061

Sri Madinah                         25010112120062

Dewi Ekowati                      25010112120063  

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2013

  1. 1.      DIFTERI

1.1. Pengertian dan Karakteristik Difteria adalah suatu penyakit bakteri akut terutama menyerang tonsil, faring, laring, hidung, adakalanya menyerang selaput lendir atau kulit serta kadang-kadang konjungtiva atau vagina. Timbulnya lesi yang khas disebabkan oleh cytotoxin spesifik yang dilepas oleh bakteri. Lesi nampak sebagai suatu membran asimetrik keabu-abuan yang dikelilingi dengan daerah inflamasi. Tenggorokan terasa sakit, sekalipun pada difteria faucial atau pada difteri faringotonsiler diikuti dengan kelenjar limfe yang membesar dan melunak. Pada kasus-kasus yang berat dan sedang ditandai dengan pembengkakan dan oedema dileher dengan pembentukan membran pada trachea secara ektensif dan dapat terjadi obstruksi jalan napas. Penyebab penyakit difteri adalah Corynebacterium diphtheria. Berbentuk batang gram positif, tidak berspora, bercampak atau kapsul. Infeksi oleh kuman sifatnya tidak invasive, tetapi kuman dapat mengeluarkan toxin, yaitu exotoxin. Toxin difteri ini, karena mempunyai efek patoligik meyebabkan orang jadi sakit. Ada tiga tipe dari Corynebacterium diphtheria ini yaitu : tipe mitis, tipe intermedius dan tipe gravis. Corynebacterium diphtheria dapat diklasifikasikan dengan cara bacteriophage lysis menjadi 19 tipe. Tipe 1-3 termasuk tipe mitis, tipe 4-6 termasuk tipe intermedius, tipe 7 termasuk tipe gravis yang tidak ganas, sedangkan tipe-tipe lainnya termasuk tipe gravis yang virulen. Corynebacterium diphtheria ini dalam bentuk satu atau dua varian yang tidak ganas dapat ditemukan pada tenggorokan manusia, pada selaput mukosa. (Depkes, 2007)

Gambar 1. Corynebacterium Diphtheriae

1.2. Patogenesis dan Gejala Gejala Bakteri Corynebacterium diphtheriae penyebab difteri akan menginfeksi saluran nafas. Masa inkubasinya adalah 2-4 hari. Tanda pertama dari difteri adalah sakit tenggorokan, demam dan gejala yang menyerupai pilek biasa. Bakteri akan berkembang biak dalam tubuh dan melepaskan toksin (racun) yang dapat menyebar ke seluruh tubuh dan membuat penderita menjadi sangat lemah dan sakit. Gejala-gejala lain yang muncul, antara lain:

  1. Menelan sakit, batuk keras dan suara menjadi paruh
  2. Mual dan muntah-muntah
  3. Demam, menggigil dan sakit kepala
  4. Denyut jantung meningkat
  5. Terbentuk selaput/membran yang tebal, berbintik, berwarna hijau kecoklatan atau keabu-abuan di kerongkongan sehingga sukar sekali untuk menelan dan terasa sakit.
  6. Bila difteri bertambah parah, tenggorokan menjadi bengkak sehingga menyebabkan penderita menjadi sesak nafas, bahkan yang lebih membahayakan lagi, dapat pula menutup sama sekali jalan pernafasan.
  7. Kelenjar akan membesar dan nyeri di sekitar leher.
  8. Kadang-kadang telinga menjadi terasa sakit akibat peradangan
  9. Penyakit difteri dapat pula menyebabkan radang pembungkus jantung sehingga penderita dapat meninggal secara mendadak.

Gejala-gejala ini disebabkan oleh racun yang dihasilkan oleh kuman difteri. Jika tidak diobati, racun yang dihasilkan oleh kuman ini dapat menyebabkan reaksi peradangan pada jaringan saluran napas bagian atas sehingga sel-sel jaringan dapat mati (nekrosis). Sel-sel jaringan yang mati bersama dengan sel-sel radang membentuk suatu membran atau lapisan yang dapat menggangu masuknya udara pernapasan. Membran atau lapisan ini berwarna abu-abu kecoklatan, dan biasanya dapat terlihat. Gejalanya anak menjadi sulit bernapas. Jika lapisan terus terbentuk dan menutup saluran napas yang lebih bawah akan menyebabkan anak tidak dapat bernapas. Akibatnya sangat fatal karena dapat menimbulkan kematian jika tidak ditangani dengan segera. Patogenesis Kuman C. diphtheriae masuk melalui mukosa/kulit, melekat serta berkembang biak pada permukaan mukosa saluran nafas bagian atas dan mulai memproduksi toksin yang merembes ke sekeliling serta selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh limfe dan pembuluh darah. Efek toksin pada jaringan tubuh manusia adalah hambatan pembentukan protein dalam sel. Pembentukan protein dalam sel dimulai dari penggabungan 2 asam amino yang telah diikat 2 transfer RNA yang mendapati kedudukan P dan A dari ribosom. Bila rangkaian asam amino ini akan ditambah dengan asam amino lain untuk membentuk polipeptida sesuai dengan cetakan biru RNA, diperlukan proses translokasi. Translokasi ini merupakan pindahnya gabungan transfer RNA + dipeptida dari kedudukan A ke kedudukan P. Proses translokasi ini memerlukan enzim traslokase (elongation factor-2) yang aktif. Toksin difteria mula-mula menempel pada membran sel dengan bantuan fragmen B dan selanjutnya fragmen A akan masuk dan mengakibatkan inaktivitasi enzim translokase melalui proses NAD+EF2 (aktif) toksin ADP-ribosil-EF2 (inaktif) + H2 + Nikotinamid ADP-ribosil-EF2 yang inaktif ini menyebabkan proses traslokasi tidak berjalan sehingga tidak terbentuk rangkaian polipeptida yang diperlukan, dengan akibat sel akan mati. Nekrosis tampak jelas di daerah kolonisasi kuman. Sebagai respons terjadi inflamasi lokal, bersama-sama dengan jaringan nekrotik membentuk bercak eksudat yang semula mudah dilepas. Produksi toksin semakin banyak, daerah infeksi semakin lebar dan terbentuklah eksudat fibrin. Terbentuklah suatu membran yang melekat erat berwarna kelabu kehitaman, tergantung dari jumlah darah yang terkandung. Selain fibrin, membran juga terdiri dari sel radang, eritrosit dan epitel. Bila dipaksa melepaskan membran akan terjadi perdarahan. Selanjutnya akan terlepas sendiri pada masa penyembuhan. Pada pseudomembran kadang-kadang dapat terjadi infeksi sekunder dengan bakteri (misalnya Streptococcus pyogenes). Membran dan jaringan edematous dapat menyumbat jalan nafas. Gangguan pernafasan / sufokasi bisa terjadi dengan perluasan penyakit kedalam laring atau cabang trakeo-bronkus. Toksin yang diedarkan dalam tubuh bisa mengakibatkan kerusakan pada setiap organ, terutama jantung, saraf dan ginjal. Antitoksin difteria hanya berpengaruh pada toksin yang bebas atau yang terabsorbsi pada sel, tetapi tidak menetralisasi apabila toksin telah melakukan penetrasi kedalam sel. Setelah toksin terfiksasi dalam sel, terdapat masa laten yang bervariasi sebelum timbulnya manifestasi klinis. Miokarditis biasanya terjadi dalam 10-14 hari, manifestasi saraf pada umumnya terjadi setelah 3-7 minggu. Kelainan patologik yang mencolok adalah nekrosis toksis dan degenerasi hialin pada bermacam-macam organ dan jaringan. Pada jantung tampak edema, kongesti, infiltrasi sel mononuclear pada serat otot dan system konduksi,. Apabila pasien tetap hidup terjadi regenerasi otot dan fibrosis interstisial. Pada saraf tampak neuritis toksik dengan degenerasi lemak pada selaput myelin. Nekrosis hati biasa disertai gejala hipoglikemia, kadang-kadang tampak perdarahan adrenal dan nekrosis tubular akut pada ginjal. 1.3. Transmisi Penyakit Penularan penyakit difteri terjadi melalui:

  1. Bersin

Ketika orang yang terinfeksi bersin atau batuk, mereka akanmelepaskan uap air yang terkontaminasi dan memungkinkan orang disekitarnya terpapar bakteri tersebut

  1. Kontaminasi barang pribadi

Penularan difteri bisa berasal dari barang- barang pribadi seperti gelas yang belum dicuci.

  1. Barang rumah tangga

Dalam kasus yang jarang, difteri menyebar melalui barang-barang rumah tangga yang biasanya dipakai secara bersamaan, seperti handuk atau mainan. Selain itu, kita dapat terkontaminasi bakteri berbahaya tersebut apabila menyentuh luka orang yang sudah terinfeksi. Orang yang telah terinfeksi bakteri dan belum diobati dapat menginfeksi orang nonimmunized  selama enam minggu bahkan jika mereka tidak menunjukkan gejala apapun. 1.4. Pengendalian Pengobatan Para ahli di Mayo Clinic, memaparkan, ada beberapa upaya pengobatan yang dapat dilakukan diantaranya:

  1. Pemberian antitoksin: Anti Difteri Serum (ADS)

Setelah dokter memastikan diagnosa awal difteri, anak yang terinfeksi atau orang dewasa harus menerima suatu antitoksin. Antitoksin itu disuntikkan ke pembuluh darah atau otot untuk menetralkan toksin difteri yang sudah terkontaminasi dalam tubuh. Sebelum Pemberian ADS harus dilakukan uji kulit atau uji mata terlebih dahulu, oleh karena pada pemberian ADS dapat terjadi reaksi  anafilaktik, sehingga harus disediakan larutan adrenalin  1:1000 dalam spuit. Uji kulit dilakukan dengan penyuntikan 0,1 ml ADS dalam larutan garam fisiologis 1:1000 secara intrakutan. Hasil positif bila dalam 20 menit terjadi indurasi > 10 mm. Uji mata dilakukan dengan meneteskan 1 tetes larutan serum 1:10 dalam garam fisiologis. Pada mata yang lain diteteskan garam fisiologis. Hasil positif bila dalam 20 menit tampak gejala hiperemis pada konjungtiva bulbi dan lakrimasi. Bila uji kulit atau mata positif, ADS diberikan dengan cara desentisasi (Besredka). Bila uji hipersensitivitas tersebut diatas negatif, ADS harus diberikan sekaligus secara intravena. Dosis ADS ditentukan secara empiris berdasarkan berat penyakit dan lama sakit, tidak tergantung pada berat badan pasien, berkisar antara 20.000-120.000 KI Pemberian ADS intravena dalam larutan garam fisiologis atau 100 ml glukosa 5% dalam 1-2 jam. Pengamatan terhadap kemungkinan efek samping obat dilakukan selama pemberian antitoksin dan selama 2 jam berikutnya Demikian pula perlu dimonitor terjadinya reaksi hipersensitivitas lambat (serum sickness).

  1. Antibiotik

Difteri juga dapat diobati dengan antibiotik, seperti penisilin atau eritromisin. Antibiotik membantu membunuh bakteri di dalam tubuh dan membersihkan infeksi. Anak-anak dan orang dewasa yang telah terinfeksi difteri dianjurkan untuk menjalani perawatan di rumah sakit untuk perawatan. Mereka mungkin akan diisolasi di unit perawatan intensif karena difteri dapat menyebar dengan mudah ke orang sekitar terutama yang tidak mendapatkan imunisasi penyakit ini.

  1. Kortikosteroid

Belum ada  persamaan pendapat mengenai kegunaan obat ini pada difteri. Dianjurkan korikosteroid diberikan kepada kasus difteri yang disertai dengan gejala obstruksi saluran nafas bagian atas dapat disertai atau tidak disertai bullneck dan bila terdapat penyulit miokarditis, namun pemberian kortikosteroid untuk mencegah miokarditis ternyata tidak terbukti. Pencegahan Difteri adalah penyakit yang umum pada anak-anak. Penyakit ini tidak hanya dapat diobati tetapi juga dapat dicegah dengan vaksin. Vaksin difteri biasanya dikombinasikan dengan vaksin untuk tetanus dan pertusis, yang dikenal sebagai vaksin difteri, tetanus dan pertusis. Versi terbaru dari vaksin ini dikenal sebagai vaksin DTaP untuk anak-anak dan vaksin Tdap untuk remaja dan dewasa. Pemberian vaksinasi sudah dapat dilakukan saat masih bayi dengan lima tahapan yakni, 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, 12-18 bulan dan 4-6 tahun. Vaksin difteri sangat efektif untuk mencegah difteri. Tapi pada beberapa anak mungkin akan mengalami efek samping seperti demam, rewel, mengantuk atau nyeri pasca pemberian vaksin. Pemberian vaksin DTaP pada anak jarang menyebabkan komplikasi serius, seperti reaksi alergi (gatal-gatal atau ruam berkembang hanya dalam beberapa menit pasca injeksi), kejang atau shock. Untuk beberapa anak dengan gangguan otak progresif – tidak dapat menerima vaksin DTaP. Selain pemberian vaksin untuk kekebalan tubuh hal lain yang perlu diperhatikan untuk pencegahan difteri yaitu hindari kontak dengan penderita langsung difteri, Jaga kebersihan diri, menjaga stamina tubuh dengan makan makanan yang bergizi dan berolahraga serta cuci tangan sebelum makan, melakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur, bila mempunyai keluhan sakit saat menelan segera memeriksakan ke Unit Pelayanan Kesehatan terdekat.

  1. 2.      PERTUSIS

2.1. Pengertian dan Karakteristik Pertusis merupakan penyakit infeksi akut pada saluran pernapasan yang sangat menular, ditandai oleh sindrom batuk yang bersifat spasmodic dan paroksismal disertai dengan nada tinggi, karena penderita berusaha keras untuk menarik napas sehingga di akhir batuk sering disertai bunyi khas (whoop). Penyebab Pertusis adalah Bordetella pertussis. Merupakan gram negatif dengan ciri berbentuk ovoid, pendek (panjang 0,5-1 mm, diameter 0,2-0,3 mm),  mempunyai kapsul, tidak dapat bergerak, dapat menimbulkan hemolisis dan dengan pewarnaan toluidin biru dapat terlihat granula biopolar metakromatik. Bakteri ini aerob murni dan membentuk asam tapi tidak membentuk gas dari glukosa dan laktosa. Untuk biakan isolasi primer B.pertussis dapat digunakan Bordet Gengou (agar kentang-darah-gliserol) yang mengandung Penisilin 0,5 µg/mL. Kuman ini dapat mati dalam suhu 55° C setelah setengah jam. Kuman ini dapat menghasilkan dua macam toxin, yaitu heat labile toxin dan endotoksin. Gambar 2. Bordetella Pertussis 2.2. Patogenesis dan Gejala Bordetella pertussis ditansmisikan melalui sekresi udara pernafasan, dan kemudian melekat pada silia epitel saluran pernafasan. Mekanisme patogenesis infeksi oleh Bordetella pertussis terjadi melalui 4 tahap yaitu perlekatan, perlawanan terhadap mekanisme pertahanan pejamu, kerusakan lokal, dan akhirnya timbul penyakit sistemik. Filamentous hemaglutinin (FHA), Lymphositosis promoting factor (LPF)/ pertusis toxin (PT) dan protein 69-Kd berperan dalam perlekatan Bordetella pertussis pada silia. Setelah terjadi perlekatan Bordetella pertusis, kemudian bermultiplikasi dan menyebar ke seluruh permukaan epitel saluran pernafasan. Proses ini tidak invasif, oleh karena itu pada pertusis tidak terjadi bakteremia. Selama pertumbuhan Bordetella pertussis, maka akan menghasilkan toksin yang akan menyebabkan penyakit yang kita kenal dengan whooping cough. Toksin terpenting yang dapat menyebabkan penyakit disebabkan oleh karena pertussis toxin. Toksin pertussis mempunyai 2 sub unit yaitu A dan B. Toksin sub unit B selanjutnya berikatan dengan reseptor sel target, kemudian menghasilkan sel unit A yang aktif pada daerah aktifasi enzim membran sel. Efek LPF menghambat migrasi limfosit dan magrofag ke daerah infeksi. Toxin mediated adenosine disphosphate (ADP) mempunyai efek pengatur sintesis protein di dalam membran sitoplasma, berakibat terjadi perubahan fungsi fisiologis dari sel target termasuk limfosit (menjadi lemah dan mati), meningkatkan pengeluaran histamin dan serotonin, efek memblokir beta adrenergik dan meningkatkan aktifitas insulin, sehingga akan menurunkan konsengtrasi gula darah. Toksin menyebabkan peradangan ringan dengan hyperplasia jaringan limfoid peribronchial dan meningkatkan jumlah mukos pada permukaan silia, maka fungsi silia sebagai pembersih akan terganggu, sehingga mudah terjadi infeksi sekunder (tersering oleh Streptococcus pneumoniaeH. influenza dan Staphylococcus aureus). Penumpukan mukos akan menimbulkan plug yang dapat menyebabkan obstruksi dan kolaps paru. Hipoksemia dan sianosis disebabkan oleh gangguan pertukaran oksigenisasi pada saat ventilasi dan timbulnya apnue saat terserang batuk. Masa tunas 7 – 14 hari penyakit dapat berlangsung sampai 6 minggu atau lebih dan terbagi dalam 3 stadium, yaitu :

  1. Stadium Kataralis: Lamanya 1 – 2 minggu

Pada permulaan hanya berupa batuk-batuk ringan, terutama pada malam hari. Batuk-batuk ini makin lama makin bertambah berat dan terjadi serangan dan malam. Gejala lainnya ialah pilek, serak dan anoreksia. Stadium ini menyerupai influenza.

  1. Stadium Spasmodik: Lamanya 2 – 4 minggu

Pada akhir minggu batuk makin bertambah berat dan terjadi paroksismal berupa batuk-batuk khas. Penderita tampak berkeringat, pembuluh darah leher dan muka melebar. Pada awalnya anak yang terinfeksi terlihat seperti terkena flu biasa dengan hidung mengeluarkan lendir, mata berair, bersih, demam dan batuk ringan. Batuk inilah yang kemudian menjadi parah dan sering. Batuk akan semakin panjang dan seringkali berakhir dengan suara seperti orang menarik nafas (melengking). Anak akan berubah menjadi biru karena tidak mendapatkan oksigen yang cukup selama rangkaian batuk. Muntah-muntah dan kelelahan sering terjadi setelah serangan batuk yang biasanya terjadi pada malam hari. Selama masa penyembuhan, batuk akan berkurang secara bertahap.

  1. Stadium Konvalesensi: Lamanya kira-kira 4-6 minggu

Beratnya serangan batuk berkurang. Muntah juga berkurang, nafsu makan pun timbul kembali. Ronki difus yang terdapat pada stadium spas,odik mulai menghilang. Infaksi semacam “Common Cold” dapat menimbulkan serangan batuk lagi. 2.3. Transmisi Penyakit Pertusis menular melalui droplet batuk dari pasien yg terkena penyakit ini dan kemudian terhirup oleh orang sehat yg tidak mempunyai kekebalan tubuh, antibiotik dapat diberikan untuk mengurangi terjadinya infeksi bakterial yang mengikuti dan mengurangi kemungkinan memberatnya penyakit ini (sampai pada stadium catarrhal) sesudah stadium catarrhal antibiotik tetap diberikan untuk mengurangi penyebaran penyakit ini, antibiotik juga diberikan pada orang yang kontak dengan penderita, diharapkan dengan pemberian seperti ini akan mengurangi terjadinya penularan pada orang sehat tersebut. Masa penularan terjadi sejak permulaan penyakit sampai 3 minggu berikutnya. Masa inkubasi pertusis 6-20 hari, rata-rata 7 hari, sedangkan perjalanan penyakit ini berlangsung antara 6 sampai 8 minggu atau lebih. Gejala timbul dalam waktu 7 sampai 10 hari setelah terinfeksi. Bakteri menginfeksi lapisan tenggorokan, trakea dan saluran udara sehingga pembentukan lendir semakin banyak. 2.4. Pengendalian Pengobatan Pemberian antibiotik tidak memperpendek stadium paroksismal. Pemberian eritomisin, klaritromisin, atau azitromisin telah menjadi pilihan pertama untuk pengobatan dan profilaksis. Eritromisin (40-50 mg/kgbb/hari dibagi dalam 4 dosis peroral, maksimum 2 gram per hari) dapat mengeleminasi organisme dari nasofaring dalam 3-4 hari. Eritromisin dapat mengeleminasi pertusis bila diberikan pada pasien dalam stadium kataral sehingga memperpendek periode penularan. Penelitian membuktikan bahwa golongan makrolid terbaru yaitu azitromisin (10-12 mg/kgbb/hari, sekali sehari selama 5 hari, maksimal 500 mg/hari) atau klaritromisin (15-20 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis peroral, maksimum 1 gram perhari selama 7 hari) sama efektif dengan eritromisin, namun memiliki efek samping lebih sedikit. Terapi suportif terutama untuk menghindari faktor yang menimbulkan serangan batuk, mengatur hidrasi dan nutrisi. Oksigen hendaknya diberikan pada distres pernapasan yang akut dan kronik. Pencegahan Cara terbaik untuk mengontrol penyakit ini adalah dengan imunisasi. Banyak laporan mengemukakan bahwa terdapat penurunan angka kejadian pertusis dengan adanya pelaksanaan program imunisasi. Pencegahan dapat dilakukan melalui imunisasi aktif dan pasif. a)      Imunisasi pasif Dalam imunisasi pasif dapat diberikan human hyperimmune globulin, ternyata berdasarkan beberapa penelitian di klinik terbukti tidak efektif sehingga akhir-akhir ini tidak lagi digunakan untuk pencegahan. b)      Imunisasi aktif Remaja usia 11-18 tahun (terutama usia 11-12 tahun) harus mendapat dosis tunggal Tdap 0,5 mL i.m. di daerah m. deltoideus. Kontraindikasi bila terdapat riwayat reaksi anafilaksis terhadap komponen vaksin dan ensefalopati (koma, kejang lama) dalam 7 hari pemberian vaksin pertusis. Pencegahan penyebarluasan penyakit dilakukan dengan cara: a)      Isolasi:  mencegah kontak dengan individu yang terinfeksi, diutamakan bagi bayi dan anak usia muda, sampai pasien setidaknya mendapatkan antibiotik sekurang-kurangnya 5 hari dari 14 hari pemberian secara lengkap. Atau 3 minggu setelah batuk paroksismal reda bilamana pasien tidak mendapatkan antibiotik. b)     Karantina:   kasus kontak erat terhadap kasus yang berusia <7 tahun, tidak diimunisasi, atau imunisasi tidak lengkap, tidak boleh berada di tempat publik selama 14 hari atau setidaknya mendapat antibiotic selama 5 hari dari 14 hari pemberian secara lengkap. c)      Disinfeksi: direkomendasikan untuk melakukan pada alat atau ruangan yang terkontaminasi sekret pernapasan dari pasien pertusis .c2.

  1. 3.      TETANUS

3.1. Pengertian dan Karakteristik Tetanus atau Lockjaw merupakan penyakit akut yang menyerang susunan saraf pusat yang disebabkan oleh racun tetanospasmin yang dihasilkan oleh Clostridium Tetani. Penyakit ini timbul jika kuman tetanus masuk ke dalam tubuh melalui luka, gigitan serangga, infeksi gigi, infeksi telinga, bekas suntikan dan pemotongan tali pusat. Dalam tubuh manusia ini akan berkembang biak dan menghasilkan eksotoksin antara lain tetanospasmin yang secara umum menyebabkan kekakuan, spasme dari otot bergaris. Kuman tetanus yang dikenal sebagai Clostridium Tetani; berbentuk batang yang langsing dengan ukuran panjang 2–5 um dan lebar 0,3–0,5 um, termasuk gram positif dan bersifat anaerob. Clostridium Tetani dapat dibedakan dari tipe lain berdasarkan flagella antigen. Kuman tetanus ini membentuk spora yang berbentuk lonjong dengan ujung yang bulat, khas seperti batang korek api (drum stick). Sifat spora ini tahan dalam air mendidih selama 4 jam, obat antiseptik tetapi mati dalam autoclaf bila dipanaskan selama 15–20 menit pada suhu 121°C. Bila tidak kena cahaya, maka spora dapat hidup di tanah berbulan–bulan bahkan sampai tahunan. Juga dapat merupakan flora usus normal dari kuda, sapi, babi, domba, anjing, kucing, tikus, ayam dan manusia. Spora akan berubah menjadi bentuk vegetatif dalam anaerob dan kemudian berkembang biak. Bentuk vegetatif tidak tahan terhadap panas dan beberapa antiseptik. Kuman tetanus tumbuh subur pada suhu 17°C dalam media kaldu daging dan media agar darah. Demikian pula dalam media bebas gula karena kuman tetanus tidak dapat mengfermentasikan glukosa. Kuman tetanus tidak invasif. tetapi kuman ini memproduksi 2 macam eksotoksin yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanospasmis merupakan protein dengan berat molekul 150.000 Dalton, larut dalam air labil pada panas dan cahaya, rusak dengan enzim proteolitik, tetapi stabil dalam bentuk murni dan kering. Tetanospasmin disebut juga neurotoksin karena toksin ini melalui beberapa jalan dapat mencapai susunan saraf pusat dan menimbulkan gejala berupa kekakuan (rigiditas), spasme otot dan kejang–kejang. Tetanolisin menyebabkan lisis dari sel–sel darah merah. Gambar 3. Clostridium Tetani 3.2. Patogenesis dan Gejala Spora C. tetani masuk ke dalam tubuh melalui luka. Spora yang masuk ke dalam tubuh tidak berbahaya sampai dirangsang oleh beberapa faktor (kondisi anaerob), sehingga berubah menjadi bentuk vegetatif dan berbiak dengan cepat tetapi hal ini tidak mencetuskan reaksi inflamasi. Gejala klinis sepenuhnya disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh sel vegetatif yang sedang tumbuh. C. tetani menghasilkan dua eksotoksin, yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanolisin menyebabkan hemolisis tetapi tidak berperan dalam penyakit ini. Gejala klinis tetanus disebabkan oleh tetanospasmin. Tetanospasmin melepaskan pengaruhnya di keempat sistem saraf: (1) motor end plate di otot rangka, (2) medula spinalis, (3) otak, dan (4) pada beberapa kasus, pada sistem saraf simpatis. Diperkirakan dosis letal minimum pada manusia sebesar 2,5 nanogram per kilogram berat badan (satu nanogram = satu milyar gram), atau 175 nanogram pada orang dengan berat badan 70 kg. 11,14 Hipotesis bahwa toksin pada awalnya merambat dari tempat luka lewat motor end plate dan aksis silinder saraf tepi ke kornu anterior sumsum tulang belakang dan menyebar ke susunan saraf pusat lebih banyak dianut daripada lewat pembuluh limfe dan darah. Pengangkutan toksin ini melewati saraf motorik, terutama serabut motorik. Reseptor khusus pada ganglion menyebabkan fragmen C toksin tetanus menempel erat dan kemudian melalui proses perlekatan dan internalisasi, toksin diangkut ke arah sel secara ektra aksional dan menimbulkan perubahan potensial membran dan gangguan enzim yang menyebabkan kolin-esterase tidak aktif, sehingga kadar asetilkolin menjadi sangat tinggi pada sinaps yang terkena. Toksin menyebabkan blokade pada simpul yang menyalurkan impuls pada tonus otot, sehingga tonus otot meningkat dan menimbulkan kekakuan. Bila tonus makin meningkat akan menimbulkan spasme terutama pada otot yang besar. Dampak toksin antara lain :

  1. Dampak pada ganglion pra sumsum tulang belakang disebabkan karena eksotoksin memblok sinaps jalur antagonis, mengubah keseimbangan dan koordinasi impuls sehingga tonus otot meningkat dan otot menjadi kaku.
  2. Dampak pada otak, diakibatkan oleh toksin yang menempel pada gangliosida serebri diduga menyebabkan kekakuan dan spasme yang khas pada tetanus.
  3. Dampak pada saraf otonom, terutama mengenai saraf simpatis dan menimbulkan gejala keringat yang berlebihan, hipertermia, hipotensi, hipertensi, aritmia, heart block, atau takikardia.

Gejala penyakit tetanus bisa dibagi dalam tiga tahap, yaitu: a)   Tahap pertama Rasa nyeri punggung dan perasaan tidak nyaman di seluruh tubuh merupakan gejala awal penyakit ini. Satu hari kemudian baru terjadi kekakuan otot. Beberapa penderita juga mengalami kesulitan menelan. Gangguan terus dialami penderita selama infeksi tetanus masih berlangsung. b)   Tahap kedua Gejala tahap kedua ini disertai sedikit rasa kaku di rahang, yang meningkat sampai gigi mengatup dengan ketat, dan mulut tidak bisa dibuka sama sekali. Kekakuan ini bisa menjalar ke otot-otot wajah, sehingga wajah penderita akan terlihat menyeringai ( Risus Sardonisus), karena tarikan dari otot-otot di sudut mulut.Selain itu, otot-otot perut pun menjadi kaku tanpa disertai rasa nyeri. Kekakuan tersebut akan semakin meningkat hingga kepala penderita akan tertarik ke belakang (Ophistotonus). Keadaan ini dapat terjadi 48 jam setelah mengalami luka. Pada tahap ini, gejala lain yang sering timbul yaitu penderita menjadi lambat dan sulit bergerak, termasuk bernafas dan menelan makanan. Penderita mengalami tekanan di daerah dada, suara berubah karena berbicara melalui mulut atau gigi yang terkatu berat, dan gerakan dari langit-langit mulut menjadi terbatas. c)    Tahap ketiga Daya rangsang dari sel-sel saraf otot semakin meningkat, maka terjadilah kejang refleks. Biasanya hal ini terjadi beberapa jam setelah adanya kekakuan otot. Kejang otot ini bisa terjadi spontan tanpa rangsangan dari luar, bisa juga karena adanya rangsangan dari luar, misalnya cahaya, sentuhan, bunyi-bunyian dan sebagainya. Pada awalnya, kejang ini hanya berlangsung singkat, tapi semakin lama akan berlangsung lebih lama dan dengan frekuensi yang lebih sering. Selain dapat menyebabkan radang otot jantung (mycarditis), tetanus dapat menyebabkan sulit buang air kecil dan sembelit. Pelukaan lidah, bahkan patah tulang belakang dapat terjadi akibat adanya kejang otot hebat. Pernafasan juga dapat terhenti karena kejang otot, sehingga beresiko menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan karena sumbatan saluran nafas, akibat kolapsnya saluran nafas, sehingga refleks batuk tidak memadai, dan penderita tidak dapat menelan. 3.3. Transmisi Penyakit Tetanus tidak ditularkan dari orang ke orang. Luka, baik besar ataupun kecil, menjadi jalan masuknya bakteri menyebab tetanus (Clostridium tetani), sekaligus menjadi tempat berkembang dan menghasilkan racun. Tetanus dapat mengikuti operasi elektif, luka bakar, luka tusuk yang dalam, luka menghancurkan, otitis media, infeksi gigi, gigitan hewan, aborsi, dan kehamilan. Pengguna heroin, terutama mereka yang menggunakan jarum suntik secara subkutan dengan kina-potong heroin, berisiko tinggi terkena tetanus. Kina digunakan untuk mencairkan heroin dan benar-benar dapat mendukung pertumbuhan bakteri Clostridium tetani. Selama 1998-2000, cedera akut atau luka seperti tusukan, laserasi, dan lecet menyumbang 73% dari kasus dilaporkan tetanus pada rakyat AS yang bekerja di bidang yang mempunyai risiko untuk tertusuk, luka, dan lecet. Transmisi secara primer terjadi melalui luka yang terkontaminasi. Sporatetanus masuk ke dalam tubuh biasanya melalui luka tusuk yang tercemar dengan tanah, debu jalanan, tinja hewan atau manusia. Spora dapat juga masuk melalui luka bakar atau luka lain yg sepele atau tidak dihiraukan, juga dapat melalui injeksi dari jarum suntik yang tercemar yang dilakukan oleh penyuntik liar. Tetanus kadang kala sebagai kejadian ikutan pasca pembedahan termasuk setelah sirkumsisi. Adanya jaringan nekrotik atau benda asing dalam  tubuh manusia mempermudah pertumbuhan bakteri anaerobik. 3.4. Pengendalian Pengobatan Untuk menetralisir racun, diberikan immunoglobulin tetanus. Antibiotik tetrasiklin dan penisilin diberikan untuk mencegah pembentukan racun lebih lanjut. Obat lainnya bisa diberikan untuk menenangkan penderita, mengendalikan kejang dan mengendurkan otot-otot. Penderita biasanya dirawat di rumah sakit dan ditempatkan dalam ruangan yang tenang. Untuk infeksi menengah sampai berat, perlu dipasang ventilator untuk membantu pernafasan. Makanan diberikan melalui infus atau selang nasogastrik. Untuk membuang kotoran, dipasang kateter. Penderita sebaiknya berbaring bergantian miring ke kiri atau ke kanan dan dipaksa untuk batuk guna mencegah terjadinya pneumonia. Untuk mengurangi nyeri diberikan kodein. Obat lainnya bisa diberikan untuk mengendalikan tekanan darah dan denyut jantung. Setelah sembuh, harus diberikan vaksinasi lengkap karena infeksi tetanus tidak memberikan kekebalan terhadap infeksi berikutnya. Pencegahan Mencegah tetanus melalui vaksinasi adalah jauh lebih baik daripada mengobatinya. Pada anak-anak, vaksin tetanus diberikan sebagai bagian dari vaksin DPT (difteri, pertusis, tetanus). Pada dewasa sebaiknya menerima booster. Pada seseorang yang memiliki luka, jika: a)       Telah menerima booster tetanus dalam waktu 5 tahun terakhir, tidak perlu menjalani vaksinasi lebih lanjut b)       Belum pernah menerima booster dalam waktu 5 tahun terakhir, segera diberikan vaksinasi c)       Belum pernah menjalani vaksinasi atau vaksinasinya tidak lengkap, diberikan suntikan immunoglobulin tetanus dan suntikan pertama dari vaksinasi 3 bulanan. Setiap luka (terutama luka tusukan yang dalam) harus dibersihkan secara seksama karena kotoran dan jaringan mati akan mempermudah pertumbuhan bakteri Clostridium tetani.

  1. 4.      HAMBATAN PENGENDALIAN

Hambatan atau Faktor-Faktor yang Menjadi Penghambat Dalam Pengendalian DPT : a)    Faktor-faktor predisposisi (Predisposing Factor ) meliputi  tidak adanya pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar, tingkat pendidikan, sikap dan ibu bekerja.  Di dalam hal ini pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar ialah sangat penting sekali karena pada hakikatnya DPT merupakan salah satu penyakit yang berbahaya. b)   Faktor pemungkin (Enabling Factor ) Faktor-faktor ini mencakup tidak ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat seperti puskesmas, posyandu, dan kelengkapan alat imunisasi. Sarana dan Prasarana merupakan hal yang sangat penting sekali didalam pengendalian penyakit DPT, ketersediaan puskesmas, posyandu dan juga kelengkapan alat untuk imunisasi merupakan hal yang harus ada pada setiap wilayah atau daerah. c)    Faktor-Faktor Penguat (Reinforcing Factor ) Faktor-faktor ini meliputi faktor kurangnya atau tidak adanya sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. d)   Tidak adanya keaktifan petugas kesehatan dalam memotivasi dan memberikan penyuluhan kepada masyarakat. Masih banyak sekali petugas-petugas kesehatan atau posyandu yang tidak mengupayakan kegiatan promotive dan preventif dalam pengendalian penyakit DPT khususnya. Mereka hanya melayani atau memberikan penyuluhan tentang bahaya penyakit hanya pada orang-orang tertentu dimana masih banyak lapisan masyarakat yang belum mendapatkan penyuluhan tentang bahaya penyakit dan pengendalian penyakit DPT khususnya oleh petugas kesehatan. e)    Tidak adanya kedisiplinan petugas imunisasi Selama ini petugas kesehatan tidak mencari masyarakat ang membutuhkan imunisasi DPT melainkan masyarakat yang mendatangi petugas untuk melakukan imunisasi DPT, padahal kita tahu bahwa selama ini masyarakat belum semua yang mengerti tentang imunisasi hanya beberapa saja yang mengerti dan mau datang untuk imunisasi. f)    Letak geografis Seperti diketahui bahwa di Indonesia masih banyak daerah yang sulit dijangkau sehingga untuk daerah-daerah terpecil masih banyak yang belum mendapatkan imunisasi. g)   Masih banyak ulama atau lapisan masyarakat yang menolak imunisasi Beberapa kelompok masyarakat masih ada yang menolak untuk dilakukan imunisasi, mereka menganggap bahwa penyakit datang dari Tuhan dan itu merupakan sebuah takdir yang tidak dapat dicegah atau dihalangi.

DAFTAR PUSTAKA

 

Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Guilfoile PG. Future prospects of diphtheria. In : Guilfoile PG. Deadly diseases     and epidemics diphtheria. United States of America : Chelsea house publishers; 2009.p. 97 – 105. http://dc308.4shared.com/doc/1J8IFAiF/preview.html diakses pada 30 November 2013 15:15 http://www.gentongmas.com/berita/1078-cara-pencegahan-tetanus.html diakses pada 1 Desember 2013 08:51 http://www.kimiafarmaapotek.com/index.php?option=com_content&view=article&id=1435:penyakit-difteri&catid=223:penyakit-umum&Itemid=82. Diakses pada 1 Desember 2013 10:20 http://www.pediatrics.aappublications.org/cgi/content/full/115/5/1422 diakses pada 30 November 2013 16:00 http://www.scribd.com/doc/13758759/DIFTERI diakses pada 30 November 2013 13:00 http://www.scribd.com/doc/52023858/PERTUSIS diakses pada 30 November 2013 13:36 http://www.scribd.com/doc/7477552/Tetanus diakses pada 30 November 2013 13:52 I Dewa Ayu Vanessa. Tetanus. Skripsi (Online). Diambil dari : http://www.scribd.com/doc/7432195/Laporan-Kasus-TETANUS Irawan Hindra, Rezeki Sri, Anwar Zarkasih. Buku Ajar Infeksi Dan Pediatrik Tropis Edisi 2, Cetakan I. Penerbit Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Jakarta, 2008. Hal 331 – 337. James D. Cherry. [Serial Online] Updated : 2 mei 2005.  PEDIATRICS Vol. 115 No. 5 May 2005, pp. 1422-1427. Kiking Ritarwan. Tetanus. Jurnal (Online). 2004 : Diambil dari : http://library.usu.ac.id/download/fk/penysaraf-kiking2.pdf Lee GM, Lett S, Schauer S, et al. Societal costs and morbidity of pertussis in           adolescents and adultsClin Infect Dis. 2004;39:1572–1580 Nelson E Waldo , Behrman E Richard, Kliegman Robert, Arvin M Ann. Nelson Textbook Of Pediatric. Edisi 15, volume 2, cetakan I. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2000. Hal : 960 – 965 Rampengan T.H , Laurents I.R, Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Edisi 1, Cetakan III. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1997. Hal 20 -33. Strebel P, Nordin J, Edwards K, et al. Population-based incidence of pertussis        among adolescents and adults, Minnesota, 1995–1996. J Infect Dis.     2001;183:1353–1359

Psikologi Lingkungan Kerja

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1  Latar Belakang

Pada umumnya, di semua tempat kerja selalu terdapat sumber bahaya yang dapat mengancam keselamatan dan kesehatan kerja. Di lingkungan kerja itu sendiri terdapat potensi-potensi bahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Termasuk potensi bahaya psikologi.

Potensi bahaya psikologi adalah potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kondisi aspek-aspek psikologis ketenagakerjaan yang kurang baik atau kurang mendapatkan perhatian seperti penempatan pekerja yang tidak sesuai dengan bakat, minat, kepribadian, motivasi, temperamen, pendidikan, sistem seleksi dan klasifikasi pekerja yang tidak sesuai, kurangnya keterampilan pekerja dalam melakukan pekerjaannya sebagai akibat kurangnya latihan kerja yang diperoleh, serta hubungan antara individu yang tidak harmonis dan tidak serasi dalam organisasi kerja.

Bahaya psikologi dapat disimpulkan menjadi beberapa aspek berdasarkan kategori karakteristik kerja, organisasi, dan lingkungan kerja, dimana dapat menyebabkan bahaya. Hal ini menunjukkan bahwa karakteristik kerja dapat digunakan untuk menggambarkan bahaya kaitannya dengan hubungan kerja (context to work) yang dapat meliputi budaya dan fungsi organisasi, peran dalam organisasi, perkembangan karir, pengawasan kerja, hubungan interpersonal dan isi dari pekerjaan (content of work) yang dapat meliputi desain kerja, beban kerja, jadwal kerja, lingkungan kerja dan peralatan kerja. Kondisi yang tidak pasti dari aspek kerja ini dapat menimbulkan stress dan berbahaya bagi kesehatan.

Stres kerja karena adanya potensi bahaya psikologi juga dapat dialami oleh pekerja pabrik garment termasuk pekerja di PT. Leading Garment Indrustries. Pekerja pabrik garment dituntut kemahiran dan keterampilannya agar proses produksi dalam perusahaan tersebut dapat berjalan dengan lancar. Apabila stress dan ketegangan yang berkepanjangan, tanpa adanya penyelesaian yang segera akan berdampak timbulnya gangguan kesehatan fisik dan mental pekerja. Selanjutnya, gangguan kesehatan tersebut akan menjadi stress baru dan membentuk suatu lingkaran setan. Pada gilirannya, kesehatan yang terganggu tersebut juga akan mengganggu tampilan kerja individu. Pekerja menjadi kurang fokus, motivasi kerja menurun dan tingkat keterampilannya menurun. Hal ini tentu akan menggannggu proses produksi secara umum.

Oleh karena itu, melalui makalah ini penulis mencoba untuk menjelaskan tentang stress kerja yang dialami pekerja pabrik garment PT. Leading Garment Indrustries sebagai akibat dari adanya bahaya psikologi di perusahaan tersebut.

1.2  Rumusan Masalah

  1. Apa yang dimaksud dengan potensi bahaya psikologi?
  2. Apa saja faktor-faktor bahaya psikologi dalam lingkungan kerja di perusahaan garment PT. Leading Garment Indrustries ?
  3. Apa dampak yang ditimbulkan oleh bahaya psikologi di lingkungan kerja di PT. Leading Garment Indrustries?
  4. Pada bagian proses produksi manakah yang memiliki resiko paling besar mengalami stress kerja akibat adanya bahaya psikologi?
  5. Bagaimanakah solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi bahaya psikologi di lingkungan kerja pada PT. Leading Garment Indrustries?

 

1.3  Tujuan

Berdasarkan latar belakang di atas maka tujuan pembuatan makalah ini adalah:

  1. Mengetahui definisi potensi bahaya psikologi di lingkungan kerja
  2. Mengetahui faktor-faktor bahaya psikologi dalam lingkungan kerja di perusahaan garment PT. Leading Garment Indrusties.
  3. Mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh bahaya psikologi di lingkungan kerja pada PT. Leading Garment Indrustries.
  4. Mengetahui bagian dari proses produksi dalam PT. Leading Garment Industries yang memiliki resiko paling besar mengalami stress kerja akibat adanya bahaya psikologi.
  5. Mengetahui solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi bahaya psikologi di lingkunga kerja.PT. Leading Garments Industries.

1.4  Manfaat

Berdasarkan latar belakang di atas maka keluaran yang diharapkan dari pembuatan makalah ini adalah :

  1. Dapat mengetahui definisi potensi bahaya psikologi di lingkungan kerja
  2. Dapat mengetahui faktor-faktor bahaya psikologi dalam lingkungan kerja di perusahaan garment PT. Leading Garment Indrusties.
  3. Dapat mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh bahaya psikologi di lingkungan kerja pada PT. Leading Garment Indrustries.
  4. Dapat mengetahui bagian dari proses produksi dalam PT. Leading Garment Industries yang memiliki resiko paling besar mengalami stress kerja akibat adanya bahaya psikologi.
  5. Dapat mengetahui solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi bahaya psikologi di lingkunga kerja.PT. Leading Garments Industries.

BAB II

LANDASAN TEORI

Psikologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani Psychology yang merupakan gabungan dan kata psyche dan logosPsyche berarti jiwa  dan logos berarti ilmu. Secara harafiah psikologi diartikan sebagal ilmu jiwa. Istilah psyche atau jiwa masih sulit didefinisikan karena jiwa itu merupakan objek yang bersifat abstrak, sulit dilihat wujudnya, meskipun tidak dapat dimungkiri keberadaannya. Dalam beberapa dasawarsa ini istilah jiwa sudah jarang dipakai dan diganti dengan istilah psikis.

2.1 Pengertian Psikologi Menurut Beberapa Ahli

Pengertian Psikologi menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 13 (1990), Psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dan binatang baik yang dapat dilihat  secara langsung maupun yang tidak dapat dilihat secara langsung.

Pengertian Psikologi menurut Dakir (1993), psikologi membahas tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan lingkungannya.

Pengertian Psikologi menurut Muhibbin Syah (2001), psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia baik selaku individu maupun kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan. Tingkah laku terbuka adalah tingkah laku yang bersifat psikomotor yang meliputi perbuatan berbicara, duduk , berjalan dan lain sebgainya, sedangkan tingkah laku tertutup meliputi berfikir, berkeyakinan, berperasaan dan lain sebagainya.

Dari beberapa definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia, baik sebagai individu maupun dalam hubungannya dengan lingkungannya. Tingkah laku tersebut berupa tingkah laku yang tampak maupun tidak tampak, tingkah laku yang disadari maupun yang tidak disadari.

2.2 Pengertian Lingkungan Kerja

Menurut Mardiana (2005) “Lingkungan kerja adalah lingkungan dimana pekerja melakukan pekerjaannya sehari-hari”. Lingkungan kerja yang kondusif memberikan rasa aman dan memungkinkan para pekerja untuk dapat berkerjaoptimal.

Menurut Nitisemito (2001) ”Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang diembankan.”

Faktor Psikologis sangat mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja. Psikologis seseorang sangat berpengaruh pada konsentrasi dalam melakukan suatu pekerjaan. Bila konsentrasi sudah terganggu maka akan mempengaruhi tindakan-tindakan yang akan dilakukan ketika bekerja. Sehingga kecelakaan kerja sangat mungkin terjadi. Contoh faktor psikologis yang dapat mempengaruhi konsentrasi adalah :

  • Masalah-masalah dirumah yang terbawa ke tempat kerja.
  • Suasana kerja yang tidak kondusif.
  • Adanya pertengkaran dengan teman kerja.

Faktor-faktor dari kondisi psikologis meliputi:

  1. a.      Feeling of privacy

Menurut Newstrom (1996:478), privasi dari pekerja dapat dirasakan dari desain ruang kerja. Ada ruang kerja yang didesain untuk seorang pekerja, ada pula yang didesain untuk beberapa orang, sehingga penyelia dapat mengawasi interaksi antar pekerja.

  1. b.      Sense of status and impotance

Menurut Newstrom (1996: 478), para pekerja tingkat bawah senang dengan desain ruang yang terbuka karena memberi kesempatan kepada pekerja untuk berkomunikasi secara informal. Sebaliknya para manajer merasa tidak puas dengan desain ruang yang terbuka karena banyak gangguan suara dan privasi yang dimiliki terbatas.

2.3 Faktor-faktor Psikologis

  1. Diri Manusia yang mampu berubah

Menurut Stephen Covey dalam buku First Thinks First menjelaskan adanya potensi kemampuan manusia sebagai prasyarat mewujudkan sebuah komitmen, artinya manusia sebagai makhluk yang dinamis sehingga mempunyai kemampuan untuk melakukan suatu perubahan terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya. Hal ini disebabkan oleh :

    1. Kesadaran diri

Setiap manusia yang ingin berubah harus memiliki kesadaran mengintrospeksi diri sendiri dan diarahkan pada nilai-nilai maupun kepentingan sosial.

    1. Hati nurani

Setiap manusia memiliki hati nurani, sehingga manusia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.

    1. Kehendak bebas

Sebagai pribadi yang otonom, masing-masing manusia mempunyai kehendak bebas untuk melakukan sebuah tindakan, tapi tidak identik dengan kebebasan. Kehendak bebas lebih menunjuk pada situasi kemandirian, tidak terkekang dan dilakukan atas dasar tanggung jawab.

    1. Imajinasi kreatif

Dalam diri manusia terdapat imajinasi kreatif, dimana seseorang mampu meramalkan keadaan dimasa yang akan datang, dengan menciptakan ide-ide baru secara kreatif dan inovatif.

  1. Nilai-nilai Menjadi Kenyataan Perilaku adalah aspek potensi kekuatan budaya untuk mendukung manajemen, yaitu:
    1. Aspek kekuatan

Sangat ditentukan oleh individu yang menduduki posisi penting dalam suatu perusahaan.

    1. Aspek peran

Menentukan setiap individu saling berintekrasi sesuai dengan jabatan, prosedur peraturan dan profesional.

    1. Aspek tugas

Agar dapat melakukan penelitian dan pengembangan tugas.

    1. Aspek pribadi

Secara pribadi individu dalam struktur kolektif dapat menentukan kerja sama.

    1. Aspek ketepatan

Setiap individu mampu mempertemukan budaya dengan tuntutan eksternal dan hambatan internal yaitu selaras, serasi dan seimbang.

  1. Kepemimpinan

Untuk menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, kedudukan pimpinan dalam suatu organisasi sangat menentukan keberhasilan atau kegagalan dalam pencapaian tujuan, karena itu orang selalu mencari model kepemimpinan yang sesuai dengan organisasi yang bersangkutan.

Ciri-ciri kepemimpinan yang baik yaitu :

    • Tidak mengenal kemenangan atas dasar mayoritas.
    • Terjadinya kerjasama antara atasan dan bawahan.
    • Atasan dan bawahan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
    • Dapat memecahkan masalah dengan cara musyawarah dan mufakat.
    • Pergaulan di lingkungan kerja didasari rasa kekeluargaan dan kasih sayang.
  1. Kerja Sama Melalui Kelompok

Untuk menciptakan lingkungan kerja yang kondusif diperlukan kerja sama, sehingga mereka akan berhasil menciptakan iklim yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan tersebut secara vital sehingga berpengaruh pada perkembangan organisasi dan usahanya.

  1. Back To Basic Management

Artinya kembali kepada manusia itu sendiri, karena SDM pada dasarnya mampu melakukan suatu perubahan terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya.

  1. Sinergi
    Merupakan keterpaduan seluruh sumber daya organisasi yang selaras, serasi dan seimbang untuk mencapai tujuan yang optimal secara efektif, efisien dan memuaskan.
  2. Disiplin
    Disiplin harus mampu ditanamkan pada seluruh SDM dengan cara sebagai berikut :
  1. Mengenal dirinya sendiri.
  2. Mendisiplinkan diri.
  3. Memimpin dengan keteladanan.
  4. Menanamkan semangat kemandirin.
  5. Menghindari sikap dan prilaku negatif.
  6. Menganggap disiplin sebagai cerminan ibadah.

BAB III

PEMBAHASAN

Potensi bahaya psikologi adalah potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kondisi aspek-aspek psikologis ketenagakerjaan yang kurang baik atau kurang mendapatkan perhatian seperti penempatan pekerja yang tidak sesuai dengan bakat, minat, kepribadian, motivasi, tempramen, pendidikan, system seleksi, dan klasifikasi terhadap pekerja yang tidak sesuai, kurangnya ketrampilan pekerja dalam melakukan pekarjaannya sebagai akibat kurangnya latihan kerja yang diperoleh, serta hubungan antara individu yang tidak harmonis dan tidak serasi dalam organisasi kerja.

Salah satu sumber penyebab kecelakaan kerja adalah stress kerja sebagai faktor psikologis, menurut penelitian Baker (Rini 2002) stres kerja dapat menurunkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit, akibatnya pekerja cenderung sering dan mudah terserang penyakit sehingga kurang berkonsentrasi dengan pekerjaannya.

Quick dan Quick (1984) mengkategorikan jenis stress menjadi dua, yaitu:

– Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi.

– Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian.

Pengertian stress dengan stress kerja hampir sama, hanya saja ruang lingkup untuk pengertian stress jauh lebih luas, karena bisa terjadi dan disebabkan oleh lingkungan kerja maupun di luar lingkungan kerja, sedangkan stress kerja hanya terjadi di lingkungan kerja (Gibson, 1991 : 339).

Hubungan antara stres kerja dengan resiko kecelakaan kerja bersifat positif. Terbukti bahwa semakin stres berkaitan dengan pekerjaan maka resiko kecelakaan semakin tinggi. Pekerja yang mengalami stres dalam pekerjaannya akan cenderung bersikap negatif seperti menjadi cemas, was-was, sulit tidur, gangguan pola makan, dan menjadi lebih diam dari biasanya. Stres yang tidak cepat diatasi oleh pekerja menyebabkan pekerja tidak konsentrasi dalam melaksanakan tugas dan merasa frustasi dalam menyelesaikan tanggung jawab kerja sehingga pekerja melakukan kesalahan ketika sedang bekerja (Sneddon, Mearns dan Flin, 2006).

Stres kerja timbul karena individu itu sendiri, dimana kesalahan dapat terjadi karena masalah pribadi dan keraguan yang menggambarkan pribadi dan keraguan yang menggambarkan bagaimana individu menghadapi tugas, misalnya pekerja mengerjakan suatu tugas namun mengalami kegagalan menyebabkan pekerja menjadi merasa gagal (Berry dan Houston, 1993). Hansen (Berry dan Houston, 1993) menjelaskan kecelakaan dalam pekerjaan tidak akan terjadi jika pekerja memahami dan cepat menanggulangi masalah pribadi dan gangguan dalam pekerjaannya. Stres yang tidak cepat di atasi oleh pekerja menyebabkan pekerja menjadi tidak konsentrasi dalam melaksanakan tugas, dan merasa frustasi dalam menyelesaikan tanggungjawab kerja, sehingga pekerja melakukan kesalahan ketika sedang bekerja (Sneddon, mearns dan Flin, 2006), yaitu melakukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan pengoperasian (Minner, 1992).

Adapun dampak dari stres menurut Everly dan Girdano (Munandar, 2001) stress mempunyai dampak pada suasana hati (mood), otot kerangka (musculoskeletal) dan organ-organ dalam badan (visceral).

Banyaknya kasus kecelakaan kerja pada perusahaan di Indonesia, menurut Germain dan Clark (2007) dilatarbelakangi oleh adanya faktor penyebab kecelakaan kerja yang disebut dengan Incident Causation Model yang terdiri dari:

1. Kurang kontrol

2. Sebab dasar, terdiri dari faktor manusia dan faktor pekerjaan

3. Sebab langsung

4. Kejadian

5. Kerugian

Faktor manusia memiliki peranan penting dimana manusia sebagai pelaku pekerjaan memiliki banyak kekurangan, seperti kurangnya pengetahuan, kurang keterampilan, motivasi yang kurang baik, stres fisik dan mental menyebabkan kecelakaan kerja terjadi, sehingga bukan hanya melihat kondisi, tetapi manusia juga sebagai operator memiliki banyak kelemahan (Suma’mur, 1989).

Pada umumnya stres kerja lebih banyak merugikan diri pekerja maupun perusahaan. Pada diri pekerja, konsekuensi tersebut dapat berupa menurunnya gairah kerja, kecemasan yang tinggi, frustrasi dan sebagainya (Rice, 1999). Konsekuensi pada pekerja ini tidak hanya berhubungan dengan aktivitas kerja saja, tetapi dapat meluas ke aktivitas lain di luar pekerjaan. Seperti tidak dapat tidur dengan tenang, selera makan berkurang, kurang mampu berkonsentrasi, dan sebagainya.

Bagi perusahaan, konsekuensi negatif yang timbul dari stress kerja bersifat tidak langsung adalah meningkatnya tingkat absensi, menurunnya tingkat produktivitas, dan secara psikologis dapat menurunkan komitmen organisasi, memicu perasaan teralienasi, hingga turnover (Greenberg & Baron, 1993; Quick & Quick, 1984; Robbins, 1993). Dan kepuasaan kerja pekerja sangatlah rendah ketika mengalami stress kerja.

Secara singkat beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh stress kerja dapat berupa:

a. Terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun operasional kerja.

b. Mengganggu kenormalan aktivitas kerja.

c. Menurunkan tingkat produktivitas.

d. Menurunkan pemasukan dan keuntungan perusahaan.

Kerugian finansial yang dialami perusahaan karena tidak imbangnya antara produktivitas dengan biaya yang dikeluarkan untuk membayar gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya. Banyak pekerja yang tidak masuk kerja dengan berbagai alasan, atau pekerjaan tidak selesai pada waktunya entah karena kelambanan atau pun karena banyaknya kesalahan yang berulang.

Tetapi di sisi lain stress juga bersifat positif konstruktif bagi individu dimana pekerja yang mampu mengatasi dan mengubah stres menjadi motivasi (dorongan) agar lebih maju dimana job performancenya meningkat, lebih cekatan dalam bekerja, lebih teliti, dan mampu menyelesaikan pekerjaan dengan memuaskan.

Sedangkan dampak positif konstruktif stress terhadap perusahaan adalah dimana produktifitas perusahaan meningkat, daya saing perusahaan yang meningkat, kualitas output yang baik, tingkat absensi pekerja menurun, kepuasan kerja pekerja meningkat dan finansial perusahaan mengalami surplus.

Sebagai pelaku bisnis yang didukung oleh para pekerja, sudah sepantasnya bila para pemimpin terus membangun hubungan baik antara pekerja dan perusahaan yang yang sedang dipimpin. Karena bagaimanapun juga, keberadaan mereka memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap kesuksesan bisnis yang dibangun. Pentingnya peran pekerja terhadap perkembangan usaha, mendorong sebagian besar pemimpin perusahaan untuk selalu memotivasi para pekerja agar bisa bekerja secara optimal. Sebab, semakin bagus performa yang diberikan para pekerja, maka semakin besar pula peluang bagi sebuah bisnis untuk mencapai kesuksesannya.

Dukungan sosial yang baik akan membantu pekerja ketika terjadi masalah dalam pekerjaan dan memberikan dukungan emosi, namun pekerja yang tidak mendapat dukungan sosial menjadi depresi, mudah marah, dan gelisah. Sedikitnya dukungan dari atasan dimana mereka kurang mengontrol pekerja mengakibatkan pekerja bertindak salah. Keterlibatan kerja menjadi prediktor langsung pada tindakan selamat, tindakan selamat akan menghasilkan sedikit luka-luka/kerugian, begitu pula sebaliknya (Lanoie, 1994).

Mengingat faktor psikologis (stress) kerja dapat mengakibatkan gangguan pada kesehatan bahkan kecelakaan kerja, perlu adanya solusi untuk menanggulangi permasalahan tersebut, diantaranya adalah dengan pemberian motivasi untuk para pekerja, menempatkan pekerja pada bagian-bagian yang sesuai dengan kemampuan, dan menciptakan lingkungan kerja yang aman dan nyaman.

Lalu beberapa langkah yang perlu dilakukan para pemimpin untuk memotivasi para pekerjanya adalah dengan :

  1. Tingkatkan motivasi kerja pekerja melalui training

Terkadang menekuni sebuah pekerjaan yang sama setiap harinya, membuat sebagian besar pekerja merasa jenuh dan bosan. Dampaknya, motivasi pekerja akan turun sehingga mereka tidak bekerja secara optimal. Karena itu untuk mengembalikan motivasi pekerja, Anda perlu mengadakan training khusus bagi para pekerja. Misalnya saja mengadakan pelatihan untuk meningkatkan ketrampilan kerja mereka, atau sekedar training untuk membangun kembali motivasi pekerja yang mulai turun.

  1. Berikan reward bagi pekerja yang berprestasi

Tidak ada salahnya jika Anda memberikan reward khusus bagi pekerja yang berprestasi. Bisa berupa bonus atau insentif, maupun berupa hadiah kecil yang bisa mewakili ucapan terimakasih perusahaan atas prestasi para pekerja. Cara ini terbukti cukup efektif, sehingga pekerja lebih bersemangat untuk memberikan prestasi-prestasi berikutnya bagi perusahaan.

  1. Lakukan pendekatan untuk mengoptimalkan kinerja pekerja

Sebagai pemimpin perusahaan, Anda juga perlu melakukan pendekatan pada para pekerja Anda. Bila perlu kenali kelebihan dan kekurangan yang dimiliki masing-masing dari mereka, sebab hal ini akan memudahkan Anda untuk mengevaluasi perkembangan setiap pekerja. Mana pekerja yang memiliki prestasi kerja cukup bagus, dan mana pekerja yang membutuhkan dukungan Anda untuk mencapai keberhasilan seperti rekan-rekan lainnya. Tentu dengan pendekatan tersebut, Anda dapat membantu pekerja yang kesulitan mengerjakan tugasnya untuk bisa berhasil meraih prestasi seperti pekerja lainnya.

  1. Adakan kegiatan khusus untuk membangun kekeluargaan antara pekerja dan perusahaan.

Membangun kekeluargaan antara pihak pekerja dan pemilik usaha, menjadi langkah jitu untuk meningkatkan motivasi kerja pekerja. Dengan kekeluargaan yang kuat, mereka akan ikut merasakan kepemilikan perusahaan tersebut. Sehingga loyalitasnya untuk bersama-sama membesarkan perusahaan semakin meningkat. Adakan acara pertemuan rutin setiap bulannya, yang bisa mengakrabkan semua pekerja di perusahaan Anda. Lingkungan kerja yang hangat dan akrab, akan membuat pekerja merasa nyaman dalam menjalankan pekerjaannya.

Contoh Kasus

PT. Leading Garment Industries (beralamat di Jl.Mengger (Moh.Toha KM.5,6) No.97 Bandung) merupakan perusahaan yang bergerak dibidang industry pembuatan pakaian tidur yang memiliki pekerja sebanyak 2,000 orang, dengan ruangan produksi jahit sebanyak 19 ruangan produksi jahit yaitu, ruang jahit F sebanyak 6 ruangan, ruang jahit B sebanyak 6 ruangan, ruang jahit D sebanyak 4 ruangan, dan ruang jahit I sebanyak 3 ruangan. Masing-masing ruangan mempunyai pekerja produksi jahit sebanyak 120 orang pekerja. Pekerja yang langsung berhubungan dengan kegiatan proses produksi jahit sebanyak 1,330 orang pekerja wanita.

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan bagian perencanaan produksi, diantara ruangan-ruangan lain, ruangan F memiliki tingkatan stress paling tinggi. Perusahaan menetapkan standart target yang harus dicapai terlalu tinggi dan juga tingginya permintaan standar kualitas barang yang diminta oleh pembeli yaitu, meminta hasil jahitan jalur 100%, tidak ada minyak menempel pada kain dan ukuran untuk kelebihan dan kekurangan hanya 0.5cm. Perusahaan juga menetapkan batas toleransi kesalahan jahit yaitu sebesar 2%.

Hal ini menyebabkan tingginya kesalahan jahit yang dilakukan oleh pekerja. Kesalahan jahit ini harus diperbaiki kembali oleh pekerja yang akibatnya pekerjaan tidak bisa selesai tepat waktu karena pekerja harus mengulang kembali pekerjaan yang salah, sedangkan target pekerjaan baru masih menumpuk. Dengan tingkat stress kerja yang tinggi tersebut, akhirnya membuat pekerja memiliki produktivitas yang rendah.

Analisis Kasus

Sama halnya seperti perusahaan lain, PT. Leading Garment Industries memiliki berbagai struktur kerja sendiri dalam manajemen dan marketingnya. Salah satunya adalah bagian mekanisme produksi. Proses produksi itulah yang memiliki potensi bahaya kerja lebih besar karena selain berhadapan langsung dengan potensi bahaya fisik, juga berhadapan dengan potensi bahaya psikologis yang besar akibat pengaruh tekanan dan tuntutan produksi. Adapun proses produksi dapat dilihat pada kerangka berikut :

Proses produksi dimulai dengan menerima pesanan dan pengembangan sample. Setelah itu material-material yang dibutuhkan dalam produksi garment di beli dan diperiksa untuk kemudian diproduksi melalui proses pemotongan bahan dan penjahitan. Garment atau pakaian yang sudah jadi kemudian di sortir dengan menyingkirkan yang tidak layak jual. Setelah itu  melalui tahap pengemasan yang kemudian masuk kedalam proses marketing.

Seperti yang telah dipaparkan pada keterangan kasus diatas, Perusahaan  Leading Garment Industries telah menetapkan standart target yang terlalu tinggi bagi para pekerjanya. Yang dimaksud dengan standar tinggi tersebut seperti tingginya permintaan standar kualitas barang yang diminta oleh pembeli yaitu, meminta hasil jahitan jalur 100%, tidak ada minyak menempel pada kain dan ukuran untuk kelebihan dan kekurangan hanya 0.5cm.

Hal itulah yang kemudian menjadi beban kerja tersendiri pada pekerja di bagian produksi, yang akhirnya menyebabkan stress kerja sebagai faktor psikologis. Dan itu justru telah membuat mereka melakukan kesalahan jahit yang presentasenya tinggi.

(Sumber : PT. Leading Garment Industries tahun 2010)

Dapat dilihat dari data kesalahan jahit (tabel 1.1) yang ada dari bulan Januari sampai dengan Desember 2010. Berdasarkan tabel 1.1 diatas maka dapat dilihat persentase kesalahan jahit dari bulan Januari sampai dengan Desember 2010, angka persentase melewati batas toleransi kesalahan jahit yang ditentukan oleh perusahaan yaitu sebesar 2%. Kesalahan jahit ini harus diperbaiki kembali oleh pekerja yang akibatnya pekerjaan tidak bisa selesai tepat waktu karena pekerja harus mengulang kembali pekerjaan yang salah, sedangkan target pekerjaan baru masih menumpuk.

Tuntutan-tuntutan produksi itulah yang akhirnya menimbulkan tekanan bagi pekerja, akibatnya pekerja mengalami stres dalam bekerja. Karena stres merupakan suatu tekanan akibat bekerja juga akan mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi fisik seseorang, dimana tekanan itu berasal dari lingkungan pekerja tempat individu itu berada. Stress kerja itulah yang kemudian mempengaruhi kondisi psikis seorang pekerja yang akhirnya dapat mengganggu kesehatan dan keselamatan kerja seorang pekerja.

Adapun hubungan antara stress kerja sebagai faktor psikologis terhadap kesehatan dan keselamatan kerja para pekerja dapat dilihat dalam kerangka analisis berikut :

BAB IV

PENUTUP

4.1  Kesimpulan

  • Potensi bahaya psikologi adalah potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kondisi aspek-aspek psikologis ketenagakerjaan yang kurang baik atau kurang mendapatkan perhatian.
  • Salah satu sumber penyebab kecelakaan kerja adalah stress kerja sebagai faktor psikologis, menurut penelitian Baker (Rini 2002) stres kerja dapat menurunkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit, akibatnya pekerja cenderung sering dan mudah terserang penyakit sehingga kurang berkonsentrasi dengan pekerjaannya.
  • Contoh kasus yakni di PT. Leading Garment Industries (beralamat di Jl.Mengger (Moh.Toha KM.5,6) No.97 Bandung) merupakan perusahaan yang bergerak dibidang industry pembuatan pakaian tidur.
  • Karena tingginya tingkat stress yang dialami maka dampaknya adalah tingginya kesalahan jahit yang dilakukan oleh pekerja dan akhirnya membuat pekerja memiliki produktivitas yang rendah.

4.2  Saran

  1. Sebaiknya pekerja memiliki waktu senggang untuk bisa menenangkan pikiran disela-sela waktu bekerja.
  2. Saharusnya industri tersebut tidak memberikan target yang terlalu tinggi jika SDM tidak mencukupi.

DAFTAR PUSTAKA

 

  1. Anonim.______. Proses Produksi di Industri Konfeksi. Diakses http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Sri%20Emy%20Yuli%20Suprihatin,%20Dra.%20M.Si./PROSES%20PRODUKSI%20DI%20INDUSTRI%20KONFEKSI.pdf. diunduh pada tanggal 26 September 2013.
  1. 2.      Anonim. http://www.politeknik-lp3i-bandung.ac.id/new/index.php/2011-05-02-12-33-35/49-cara-meningkatkan-motivasi-kerja-pekerja

http://careers.jobstreet.co.id/panduan-karier/motivasi-bagi-pekerja diunduh pada tanggal 24 September 2013.

  1. Hapsari Suprapto Putri, Prasti (2008). Hubungan Atara Stres Kerja dengan Resiko Kecelakaan Kerja pada Pekerja. Perpustakaan UII. Diakses http://repository.uii.ac.id/320/SK/I/0/00/000/000751/uiiskripsikeselamatan%20dn%20kesehatan%20kerja-putri%20-%2004320120-8309457146 naskah%20publikasi.pdf diunduh pada tanggal 24 September 2013.
  1. Irma Yunita (2011). Analisis Stress Kerja dan Motivasi Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Pekerja Produksi Jahit Men’s Pijama Pada PT. Leading Garment Industries Bandung. Perpustakaan Unikom. http://elib.unikom.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptunikompp-gde/irmayunita-27083 diunduh pada tanggal 24 September 2013.

Love Is Like Rain

Cinta itu sederhana
Bukan tentang indahnya kata-kata
Maupun tentang cerita rasa

Cinta itu seperti hujan
Yang kerinduannya menyimpan ketenangan

Cinta itu seperti hujan
Yang kedatangannya memberikan kesejukan

Cinta itu seperti hujan
Yang selalu mengajarkan keikhlasan

Cinta itu seperti hujan
Yang memendam butiran kenangan

Cinta itu seperti hujan
Yang memberikan arti ketulusan

Bukan Karena Tuhan Tak Adil

 

Derai hujan yang turun tak menghilangkan setitikpun indahnya senja yang tertuang dalam barisan perbukitan yang memaku bumi. Hamparan ladang hijau yang menyelimuti tanah basah semakin terlihat indah dengan tatanan pinus cemara yang tampak menguning karena kilau emas mentari jingga.

Tuhan itu Maha Adil Nak, percayalah Tuhan akan memberi yang terbaik buat kamu! Kamu tinggal berikhtiar dan berdo’a saja!

Kata-kata Abah kembali bergaung ditelingaku, pesan yang beliau sampaikan sebelum dipanggil oleh Sang Pemilik Kehidupan itu sempat menjadi tuntunanku, tentu sebelum semuanya menjadi tak adil bagiku. Bahkan aku menjadi ragu apakah Tuhan benar-benar Maha Adil, ketika melihat nasibku yang jelas-jelas tak seindah hidup orang lain.

Berikhtiar. Aku sudah berikhtiar, berusaha mendapat nilai yang bagus agar aku bisa lulus dan berkuliah seperti teman-teman yang lain. Aku lulus, nilaiku sangat memuaskan, bahkan mendapat peringkat satu paralel. Seharusnya pula orang tuaku bangga, seharusnya pula orangtuaku mampu menyekolahkanku hingga perguruan tinggi. Tapi dihari itu juga, Tuhan membakar habis ladang milik orang tuaku, tak ada yang tersisa kecuali tanah gersang yang membutuhkan waktu lama agar bisa ditanam. Abah bekerja keras untuk memulihkan ladang, tapi ular berbisa malah mematuk kakinya hingga Abah meninggal. Ummi membanting tulang untuk menghidupi aku dan adikku dengan berjualan gorengan didekat pasar, tapi sepeda motor menabraknya hingga kaki Ummi patah dan kini tak mampu berjualan lagi. Dan aku? Seorang siswa lulusan SMA favorit, yang bersekolah dengan bantuan beasiswa dan lulus dengan nilai terbaik, terpaksa menghentikan laju pendidikanku dan hanya menggantikan Ummi berjualan gorengan. Apakah ini yang namanya keadilan?

Aku tersenyum penuh kepongahan, menanti ketidakadilan berikutnya yang akan Tuhan hadiahkan untukku.

“Apa yang kau pikirkan nak?”

Suara Ummi membuyarkan lamunanku. Kupandangi wajah Ummi yang menatapku dengan mata sayu.

“Tidak Ummi,”

“Kau senang membantu Ummi berjualan?”

Hah, pertanyaan macam apa ini. Tentu menyenangkan jika membantu orang tua dengan duduk di kursi kantor, memeriksa keuangan atau sebagainya. Tapi ini? Membantu orang tua berjualan gorengan dipasar, apanya yang menyenangkan! Umpatku kesal.

“Ardan ingin ke Jakarta,” Jawabku tegas.

Kudengar helaan nafas Ummi, kulihat kedua mata sayunya menatap Laras yang tengah sibuk bermain dengan boneka usangnya.

“Apa yang ingin kau lakukan disana?”

“Kerja Ummi, kerja! Uang pensiunan Abah ditambah dengan berjualan gorengan tak mampu mencukupi kebutuhan bukan?”

“Tapi merantau di ibukota tidak semudah yang kamu bayangkan, terlebih kamu hanya memiliki ijazah SMA nak!”

“Iya, dan aku hanya memiliki ijazah SMA karena Ummi bukan? Dulu Ummi bilang kita tak boleh berhenti bermimpi, tapi kenapa sekarang Ummi menghalangi mimpi Ardan?” Ujarku dengan suara tinggi karena emosi.

Kulihat Ummi terpaku, kelopak matanya yang hitam tak mampu membendung air matanya hingga tercurah membasahi pipinya. Dan saat seperti ini adalah saat yang paling kubenci, karenanya aku lebih memilih pergi dan mengunci diri di kamar, membiarkan kesepian menenangkan segala emosiku.

Mentari sudah mulai menunjukan keperkasaan lewat cahayanya, ia  mengayunkan sinar keemasannya pada tangkai ufuk timur yang indah. Aku duduk menatap fajar di gardu bambu depan rumahku, menghirup dalam-dalam udara pagi dan merasakan kesegaran yang merasuk lewat paru tubuhku.

“Ummi buatkan teh, ya?”

Aku menggeleng pelan, “Nggak usah Ummi,”

“Kamu masih marah sama Ummi?”

Entahlah, aku tak sendiri tak tau harus menjawab apa. Aku sendiri menyadari bahwa ucapanku kemarin sudah jelas-jelas menyakiti hati Ummi dan membuatnya menangis.

“Maafkan Ummi, nak. Maafkan Ummi yang tak mampu membiayai kuliahmu,”

“Aku sudah tak menginginkan kuliah Ummi,” Ujarku datar. Memang, yang aku inginkan saat ini adalah bisa bekerja dan mendapatkan uang yang banyak, baru setelah itu aku pikirkan masa depanku untuk melanjutkan ke perguruan tinggi.

“Kalau kamu pergi bagaimana dengan Laras? Ummi sudah tak sekuat dulu untuk menjaga laras, dan untuk mencari uang demi sekolahnya,” Ujar Ummi.

Laras yang selalu Ummi jadikan alasan untuk segala keinginanku. Laras yang masih duduk dikelas dua SD, yang masih belum pintar menyebrang jalan untuk bersekolah sehingga membutuhkan orang untuk menuntunya. Laras yang masih kecil dan membutuhkan teman untuk bermain dengannya. Laras yang jelas tak mampu berjualan gorengan untuk menggantikanku. Mungkin itu alasan Ummi saat ini. Dan itu semua yang membuatku menjadi benci dengan bocah itu.

“Sudahlah Ummi. Aku lelah membahas itu semua. Aku pergi kerja sekarang,” Ujarku seraya bangkit meninggalkan Ummi.

Laras berjalan tergopoh-gopoh dibelakangku, sepatu talinya masih belum terikat sempurna, dan itulah kebiasaan buruknya.

“Abang, tolong!” Ujar Laras saat ia berhasil menjajari langkahku.

“Bodoh!” Umpatku kesal seraya merapikan simpul tali pada sepatu usangnya.

Kuteruskan mendorong gerobak gorenganku melewati jalan setapak yang penuh kerikil. Jemari Laras memegang erat celana komprangku, mungkin ia takut terjatuh karena jalanan dipenuhi dengan batu dan rerumputan.

“Sudah sampai,” Ujarku seraya menghentikan laju gerobak dan menaruhnya ditepi jalan.

Kugandeng tangan kecil Laras, menyebrangi jalan raya yang dipenuhi dengan kendaraan bermotor.

“Abang,”

Laras kembali menarik tanganku saat aku akan berbalik pergi.

“Apa lagi?” Sahutku kesal.

Nafasnya yang pendek itu terdengar terengah-engah. Ia mendongak kearahku, menatapku dengan mata bulatnya yang bening.

“Abang jangan marah-marah lagi sama Ummi,” Ujarnya seraya berlari pergi memasuki gerbang sekolahnya.

Aku terdiam. Ucapan lugunya merasuk kedalam hatiku, mengetuk pintu sanubariku hingga aku tak mampu menjawab apapun.

Jarum jam di arloji buntutku terus merangkak naik. Samar kulihat seorang anak kecil kebingungan di tepi jalan. Pastilah itu Laras, tengah mencariku diantara celah kendaraan yang lalu-lalang di tengah jalan. Aku bangkit, menitipkan gerobakku pada Bang Koko, tukang becak yang selalu ngetem di tempatku berjualan.

“Aku temani Abang berjualan,”

“Terserahlah!” Jawabku pasrah, kali ini sambil melayani pembeli.

Kulihat wajah tirus gadis kecil itu, berkali-kali ia menelan air ludahnya. Entah apa maksudnya ia melakukan itu.

“Haus, Bang.” Ujarnya lirih.

“Pulang sana,”

“Abang benci Laras?”

“Iya,” Jawabku sekenanya seraya mengunyah ubi goreng.

“Kenapa?”

“Mau tau? Banyak kesalahan kamu! Pertama, kamu lahir di dunia ini dan menyita perhatian Ummi dan Abah. Kedua, karena kamu Abang nggak bisa pergi ke Jakarta. Ketiga, kamu selalu mengganggu Abang, selalu merepotkan Abang!” Jawabku kesal.

Kulihat air mata menetes dipipi Laras, ia merapatkan kedua lututnya dan menangis dalam dekapannya sendiri. Aku tak mempedulikannya.

Senja perlahan merayap dalam bentangan cakrawala biru, matahari tak lagi bersinar terik seperti sebelumnya. Angin sore yang berhembus tenang, cukup menghilangkah panas yang sejak tadi menempel bersama peluh disekujur tubuhku. Kurapikan daganganku sebelum pulang kerumah. Ku lihat Laras masih tertidur di bangku kayu yang kubawa, mendekap tas berwarna pink miliknya dengan erat seolah ia sangat menyayanginya. Tas itu adalah pemberianku saat aku memenangkan lomba science dulu, terlintas dalam bayangku wajah Laras yang tersenyum penuh kegembiraan saat mendapatkan tas itu. Dan kini tas itu sudah usang, bahkan menjadi satu-satunya yang ia punya. Lama kupandangi wajahnya, ada setitik rasa bersalah karena telah memarahinya siang tadi. Kulihat tubuhnya bergerak, perlahan membuka matanya, ia mengerjapkan bulu matanya yang lentik kemudian tersenyum kearahku.

“Abang menungguku?”

“Bicara apa kamu ini,”

“Abang menungguku, berarti Abang tak benci?”

“Abang benci,” Jawabku sambil mendorong gerobak. Kudengar langkah kecil Laras yang mulai berlari menajajariku, jemarinya mencengkram celanaku seperti biasa.

Bau kopi hangat melambai pada indra penciumanku, mengantarkanku pada beranda rumah. Secangkir kopi hangat dan sepiring combro terhidang dimeja, Ummi duduk disana.

“Minum dulu kopinya, nanti dingin.” Ujar Ummi,

Aku meraih secangkir kopi dan meneguknya perlahan.

Ummi tersenyum, kemudian membelai rambutku. “Maaf ya Nak,”

“Untuk apa?”

“Maaf karena Ummi tak mengerti apa mau kamu, dan membuatmu kecewa,” Ummi menarik nafasnya dan menghembuskannya perlahan, “Kalau kamu mau ke Jakarta, Ummi takkan menahanmu.”

Aku mengernyitkan keningku, “Maksud Ummi?”

“Siapkan barang-barangmu. Besok Mas Joko akan mengantarmu ke Jakarta,”

“Benar Ummi?”

Ummi mengangguk, “Benar Nak, raihlah mimpimu!”

Senyum bahagia terulas di wajah lelahku, aku peluk Ummi dengan erat. Aku merasakan air mata Ummi jatuh mengenai punggungku.

“Ummi akan selalu mendoakanmu,” Ujarnya lirih.

Aku mematung diri didepan cermin, merapikan pakaianku untuk bersiap-siap menuju kota yang kata orang banyak rejeki itu.

“Mas Joko sudah menunggu, Nak!” Ujar Ummi mengingatkanku.

Ummi dan Laras berdiri di depan pintu, sementara Mas Joko sudah berada dijok mobilnya.

“Ardan berangkat Ummi,”

Ummi memelukku erat, “Hati-hati. Jaga diri dan akhlakmu,”

Aku mengangguk, “Insya Allah, Ummi.” Ujarku yang kemudian bergantian menatap Laras.

Ku lihat kedua matanya memerah, jemarinya mencengkram erat gamis biru Ummi. Aku memandangnya lekat-lekat, ingin aku mengucapkan salam padanya, namun ia malah berlari kedalam rumah.

“Dia mungkin sedih melihat Abangnya pergi,” Ujar Ummi, “Pergilah, hati-hati dijalan.” Lanjutnya.

Aku segera pergi menyusul Mas Joko di dalam mobilnya. Sempat Ummi melambai kearahku sebelum laju mobil membuat bayangan Ummi hilang dalam kedua mataku.

Langit sudah mulai menghitam, namun tak jua aku mendapatkan kost untuk aku tinggal. Sebenarnya sudah banyak kost yang aku dapati, namun rata-rata mereka menyewakan kamarnya terlalu tinggi sehingga uangku jelas tak cukup untuk membayar uang mukanya. Sebuah papan putih yang menggantung di tembok pagar cukup menyita perhatianku. “TERIMA KOST PUTRA” begitu bunyinya.

Aku menekan bel di pagar rumah. Seorang wanita paruh baya membukakan pintu pagar untukku.

“Cari kamar, Dik?”

Aku mengangguk, “Benar Bu. Tapi, berapa sewanya?”

Wanita itu tersenyum, “Murah Dik, dua ratus perbulan.”

Cukup murah jika dibandingkan dengan kost-kost yang sempat kudatangi, rata-rata menyewakan dengan biaya tiga sampai lima ratus perbulan. Dan kost ini cukup untuk kantong perantau sepertiku.

Wanita itu mempersilahkanku masuk kedalam.

“Kamu bisa istirahat dulu, masalah uang bisa dibicarakan besok.” Ujar wanita itu.

Segera kurapikan barang bawaanku, menata pakaian dalam lemari kecil dan menaruh buku pada meja. Semua kutata rapi. Tak lupa kutata dokumen penting pada tasku untuk kubawa melamar pekerjaan besok.

“Darimana, Mas?”

Aku menoleh. Seorang lelaki dengan usia tak jauh beda denganku berdiri di ambang pintu kamarku.

“Bantul,”

“Wah, sama dong Mas!”

“Kebetulan kalau begitu, jadi punya saudara disini,”

“Kenapa datang ke Jakarta Mas?”

“Mau kerja. Kau pasti mahasiswa?”

Lelaki itu tersenyum, “Begitulah Mas.”

“Oh iya, saya Ardan! Muhammad Ardan!”

“Saya Ari.” Ujarnya sambil membantuku merapikan tempat tidurku. Kami terus bercerita panjang lebar sampai dipisahkan oleh rasa kantuk.

Suara bising kendaraan membuatku terbangun dari tidurku. Jam menunjukan pukul lima pagi, dan aku terlambat mengerjakan shalat subuhku. Aku segera mengambil air wudhu dan menunaikan kewajibanku. Baru setelah itu aku bersiap-siap untuk pergi melamar pekerjaan.

Sudah enam gedung perkantoran yang aku datangi sampai saat ini, namun jawabannya tetap sama “tidak ada lowongan”. Sudah lima jam pula aku berkeliaran dan berkutat dengan aktifitasku. Berharap ada lowongan yang bisa membuatku bekerja dengan baik disana.

“Cari kerja, Mas?” Seorang pria berjaket  hitam menghampiriku yang tengah duduk menebus lelah di halte bus.

“Iya,”

“Di kantor saya ada lowongan, Mas.”

“Yang benar mas?”

“Iya. Mas lulusan apa?” Tanya pria itu, pertanyaan yang cukup membuatku malu untuk menjawab.

“SMA. Ya, meskipun SMA tapi nilaiku sangat bagus Mas. Apa kira-kira saya bisa bekerja disana?”

Pria itu tersenyum, “Tepat sekali Mas. Ayo ikut saya,”

“Kenapa berhenti Mas?” Tanyaku dengan sedikit penasaran saat pria itu menghentikan langkahnya.

“Tau kenapa mereka tak menerima kamu?”

Aku menggeleng.

“Karena kau bodoh,” Ujar Pria itu seraya mengambil tasku dengan cepat.

Aku berusaha berlari mengejarnya, namun seorang pria bersepeda motor telah membantunya melarikan diri. Aku terpaku dengan jiwa yang kosong, terpaku meratapi nasibku yang lagi-lagi tak adil bagiku. Uangku hilang, ijazah yang kubanggakan itu hilang. Bahkan sebelum aku sempat membayar kost-ku, uangku telah raib tak terisa. Tak seharusnya aku percaya pada orang yang bahkan belum aku kenal.

Kini aku berdiri mematung memandangi rumah kost dengan penuh takut, malu bahkan berharap. Berharap agar pemilik kost mau menerimaku sementara uangku raib ditangan penjahat.

“Ardan? Sedang apa kamu berdiri di sana? Masuk-masuk!”

Ibu Kost tampak memanggilku. Dasternya yang berwarna ungu menyala cukup menyilaukan pandanganku saat ini. Aku sendiri tak pernah melihat Ummi memakai baju berwarna terang seperti itu.

Aku duduk di kursi tamu, menunduk karena tak berani memandang wajah wanita itu.

“Bagaimana? Bisa kita bicarakan masalah administrasinya?”

“E.. anu Bu.. sebenarnya,,”

“Kenapa?”

“Uang untuk membayar sewa kamar sudah raib diambil pencopet siang tadi,” Ujarku seraya menahan nafasku. “Bisa saya tinggal semalam lagi Bu?”

“Banyak yang lain yang mau menempati kamar itu, tentu yang memiliki uang. Bukan penipu seperti kamu,”

“Tapi Bu, ini kecelakaan. Saya tidak bermaksud menipu. Saya sudah siapkan uang itu. Tapi diambil penjahat tadi Bu,”

“Sudahlah, aku tak mau mendengar apapun. Kemasi barangmu sebelum aku panggil satpam kompleks!” Bentak Ibu Kost seraya pergi meninggalkanku.

Kini aku hanya mampu duduk di tepi toko sepatu. Seorang gadis kecil pembawa kembang api menyita perhatianku. Gadis kecil yang berdiri ditepi toko dengan bajunya yang tambal sulam disana-sini. Kedua matanya menatap air hujan, seolah berharap agar hujan cepat berhenti. Jemarinya yang kurus menggenggam keranjang berisi kembang api yang hanya beberapa buah. Matanya bulat bening seperti mata Laras. Ah, entah kenapa aku jadi teringat bocah kecil menyebalkan itu.

“Ganti uangku, penipu!!”

Bentakkan suara Ibu-ibu menyadarkanku pada lamunanku. Ibu itu berdiri menghadap gadis kecil itu. Telunjuknya menunjuk wajah pucat gadis itu.

Gadis itu semakin ketakutan, dengan gemetar ia meraba saku bajunya dan mengambil beberapa keping uang receh lalu menyerahkannya pada wanita dihadapannya.

“Apa ini!!” Wanita itu membanting koin-koin uang itu hingga tercecer dimana-mana.

Aku segera bangkit, berlari menghampiri wanita itu dan melindungi gadis kecil itu dari amukannya.

“Apa masalahnya, Bu?”

“Dia!” Wanita itu melayangkan telunjuknya pada wajah gadis itu, “Penipu!”

“Penipu?”

“Iya, dia menjual kembang api yang sudah rusak. Wajar kalau saya minta ganti! Eh, malah dikasih uang receh! Memang saya pengemis?”

“Memang berapa Bu?”

“Lima ribu!”

“Ini,” Aku memang sempat mengantungi beberapa lembar uang di saku celana sebelum penjahat itu datang menipuku.

Wanita itu pergi, dan kini gadis itu menangis. Ia menangis tersedu-sedu sambil mendekap lututnya. Seketika aku teringat pada Laras yang menangis karena bentakanku siang itu.

“Sudah, adik tak usah menangis!” Hiburku seraya mengelus rambutnya.

Gadis kecil itu menghentikan tangisnya, kemudian kedua mata bulatnya menatapku, persis seperti Laras saat ingin bertanya padaku.

“Makasih Kak,” Ujarnya lirih.

“Iya. Sama-sama. Kalau boleh tau, kenapa kembang apimu rusak?”

Gadis itu menunduk, meraih kembang api itu dan mendekapnya seolah ia sangat menyayanginya. Dan lagi-lagi aku teringat pada Laras saat ia mendekap tas pemberianku itu. Entah mengapa gadis kecil itu begitu mirip dengan Laras, dari mata hingga semua tingkah polosnya. Dan entah apa yang membuatku seolah ingin dekat dengan gadis itu.

“Kembang api itu sudah lama. Dulu Kakak selalu mengumpulkan uang untuk membeli kembang api. Setiap hari dibeli sampai banyak. Untuk dinyalakan saat tahun baru.” Gadis itu kembali mengeluarkan air mata, namun ia tetap melanjutkan ceritanya, “Tapi belum sempat tahun baru, Kakak meninggal. Dan aku menjualnya.”

“Meninggal?”

“Ditabrak lari waktu melarikan diri dari Bang Kadir yang memaksa kawin dengannya.” Ujarnya dengan isak tangis.

Gadis itu menyeka air matanya, kemudian tersenyum menampilkan deretan giginya yang geripis.

Aku tersenyum, “Siapa namamu?”

“Amel. Kakak?”

“Ardan. Amel kenapa jualan kembang api?”

“Cuma itu yang Amel punya. Emak sakit lumpuh. Nggak bisa jualan,”

Aku mengangguk-angguk, “Amel udah makan?”

Amel menggeleng pelan, “Uang tadi cuma cukup beliin Emak nasi bungkus,”

“Kalo gitu kita makan yuk?”

Amel mengangguk-angguk senang. Aku tersenyum bahagia. Entah mengapa kehadiran Amel melupakan sejenak semua masalahku selama ini. Bahkan aku menjadi teringat dengan Laras. Aku tak pernah bersikap baik padanya akhir-akhir ini. Gadis kecil itu kembali menunjukan tingkahnya yang membuatku teringat dengan Laras. Ia terus memegangi celanaku, bertanya macam-macam padaku. Aku pun tak segan-segan bercerita mengenai kedatanganku di Jakarta, sampai pencopet mengambil uang dan seluruh isi tasku.

“Kakak tinggal di rumahku aja!”

Aku tertawa, “Bagaimana dengan Emak kamu?”

“Pasti dia senang! Mau yah?” Rengeknya seraya menarik-narik kemeja biruku.

Amel terus menuntunku melewati lorong kecil yang gelap tanpa penerangan sedikitpun. Sesekali ia menyalakan korek apinya untuk memastikan tak ada tembok di depannya.

“Disini,”

Amel menghentikan langkahnya tempat disebuah rumah kecil berdindingkan kardus-kardus berkas. Ia menarikku masuk kedalam rumahnya. Membawaku kehadapan Emaknya yang tengah terbaring di ranjangnya.

“Emak. Ini Kak Ardan. Dia nolongin Amel waktu ada orang marahin Amel.” Ujarnya polos.

Aku hanya bisa tersenyum menatap wanita itu.

“Dia boleh nginep Mak? Dia habis ditipu sama penjahat, uangnya habis.”

Wanita itu mengangguk, “Istirahat saja Nak, kami senang.” Jawab Wanita itu lirih.

Malam kian merayap, menggantungkan ribuan permata di langit malam. Aku memandangi lukisan malam itu lewat celah atap yang berlubang. Kurasakan damai yang menyentuh kalbu. Seketika bayang tentang Ummi dan Laras bergaung dipikiranku. Aku yang tega membentak dan membenci Ummi, aku yang tak pernah lagi peduli pada Laras adikku sendiri. Bahkan aku tega meninggalkan mereka hanya untuk menuruti keinginanku untuk hidup di Jakarta, padahal aku tahu Ummi tak mampu bekerja dengan kakinya yang patah. Aku yang tega membenci Laras, padahal ia tak tahu sama sekali apa masalahku. Tiba-tiba aku menjadi sangat merindukannya, merindukan senyum hangat Ummi dan celotehan Laras. Entah tengah apa mereka sekarang ini, entah siapa yang menjual gorengan itu, siapa yang membantu Laras menyebrang jalan, aku tak tahu, dan aku menjadi sangat berdosa karenanya.

Jalanan masih basah akibat hujan yang semalaman mengguyur kota Jakarta. Kini aku duduk bersama Amel ditepi toko, menjajakan kembang api milik Amel yang mungkin sudah tak menyala lagi. Amel terus mengoceh tentang ceritanya bersama Kakaknya dulu, cerita yang terkadang membuatku ingin menangis karena terharu.

“Mas! Mas Ardan!”

Suara seorang lelaki yang tampak kukenal menyapa telingaku. Aku menoleh, kulihat Ari berlari menghampiriku.

“Ari? Bagaimana kau tau aku disini?”

“Gak sengaja Mas, tadi lewat. Aku sudah dengar semuanya dari Ibu Kost. Semalam Mas tinggal dimana?”

Aku menunjuk gadis kecil itu, “Dirumahnya.”

“Siapa Mas?”

“Adik baruku,” Jawabku seraya tersenyum.

“Oh iya, Mas pernah bilang kita saudara kan?”

Aku mengangguk, “Selamanya saudara,”

“Kalau begitu terima uang ini Mas, ini untuk Mas pulang kampung.”

“Nggak usah,”

Ari memasang wajah memelas, “Ayolah Mas. Tolong terima, kita ini saudara, satu kampung.”

“Iya Kak, terima saja! Biar bisa kumpul sama Ummi sama Laras,” Sahut Amel yang memang sudah tahu tentang keluargaku.

“Ambil Mas,”

Aku meraih amplop putih itu dengan penuh rasa syukur, “Makasih Ri. Bagaimana aku bisa menghubungimu nanti?”

Ari tersenyum, menyerahkan kartu nama berwarna biru padaku. “Hubungi saja Mas,”

Senja ini menjadi senja yang begitu mendebarkan untukku, aku berjalan di jalan setapak menuju rumahku penuh dengan berjuta rasa yang menyeruak dalam hati. Kaki ini terus melangkah menuju rumah kecil bercat hijau yang menyimpan banyak kenangan untukku. Tak seperti biasanya, rumah terlihat sepi, tak ada Ummi yang duduk menonton senja bersama Laras seperti senja-senja yang telah lalu. Aku terus melangkahkan kakiku, memasuki rumah yang tampak lengang dikedua mataku.

“Assalamualaikum,”

Tak ada jawaban. Aku makin panik, takut sesuatu terjadi pada Ummi.

“Assalamualaikum,” Kunaikkan suaraku.

“Waalaikumsalam,” Suara lirih Ummi terdengar menyahut salamku. Aku lega karena ternyata Ummi baik-baik saja. Ummi tampak terkejut melihat kedatanganku.

“Maafkan Ardan Ummi,”

Ummi menangis dalam dekapanku, “Tidak ada yang perlu Ummi maafkan, nak!”

“Tapi Ardan sudah membentak Ummi dan meninggalkan Ummi,”

“Ummi sudah memaafkan semuanya. Apa yang membuatmu begitu cepat pulang nak?”

“Ardan ditipu. Uang dan surat-surat Ardan hilang, Ummi.”

Ummi mengelus punggungku dengan penuh sayang, “Sabar Nak, yang penting kamu baik-baik saja.”

“Mana Laras, Ummi?”

Seketika Ummi terdiam, tangisnya makin menjadi. “Laras meninggal, ditabrak motor waktu menyebrang jalan.”

Aku tak mampu bergerak, bahkan mengucapkan suatu apapun saat ini. Air mata tak mampu aku bendung lagi. Beribu penyesalan, bahkan rasa bersalah semakin menggelayuti hati. Seandainya aku tak pergi, dan masih terus membantu Laras menyebrang jalan mungkin ia masih ada disini. Kucoba menghampiri ranjangnya, duduk mendekap boneka usang Laras dengan erat.

“Ini untukmu dari Laras,” Ummi menyerahkan diary kecil padaku.

Aku menerimanya dan membukanya perlahan. Kudapati gambar Abah, Ummi, Aku, dan Laras yang ia gambar dengan tangannya sendiri. Aku semakin terisak dengan tangisku saat membaca tulisan kecil pada lembar kedua kertas itu.

Akhirnya Laras bisa beli diari pake uang Laras sendiri. Selama ini Laras ngga pernah jajan, itu semua karena Laras ingin mengumpulkannya untuk membeli buku cantik ini. Awalnya mau Laras kasih buat Abang Ardan, tapi waktu uangnya belum terkumpul Abang udah pergi ke Jakarta, jadi Laras minta dua lembar buat nulis ini. Maaf ya Bang. Laras seneng banget punya Abang, meski Abang galak sama Laras Abang nggak pernah mukul laras, itu makanya Laras gak percaya waktu Abang bilang benci ke Laras. Laras kangen banget sama Abang, pengen nggandeng celana Abang, pengen diantar kesekolah bareng Abang. Laras kasihan sama Abang. Semenjak Abah pergi Abang jadi kayak orang jahat, kerjaannya marahin Ummi dan Laras. Laras kangen banget sama ketawa Abang waktu Laras jatuh pas jalan di jalan yang nggak rata itu, tapi sekarang kalo jatuh pasti dimarahin. Laras kangen waktu Abang ngacak-acak rambut Laras. Pokoknya kangen sama semuanya deh! Abang jangan nakal yah sama Ummi, kasihan Ummi nangis terus. Laras janji Laras nggak bakal nakal, cerewet dan gangguin Abang lagi kok. Oke!!! Senyum ya Abang. Laras sayang Abang.

            Tanganku semakin gemetar. Kupandangi kedua mata Ummi yang berair. Ummi memelukku erat, “Laras bahagia disana.” Ujar Ummi lirih.

Embun pagi telah menemani pagiku pada gundukan tanah basah di pemakaman kampungku. Kupandangi batu nisan yang telah terukir nama Laras dengan indah, kubelai perlahan seperti aku membelainya dulu.

“Abang sayang Laras,” Ujarku seraya tersenyum seperti permintaan terakhir Laras pada diary miliknya.

Aku berjalan ditengah ladang gersang peninggalan Abah. Menghirup dalam-dalam udara pagi yang begitu menyejukkan. Kata-kata Abah mengenai keadilan Tuhan kembali bergaung di telingaku. Ya, Tuhan memang adil. Ia berikan segala hikmah lewat skenario-Nya. Tugas kita adalah bersyukur dan menjalaninya dengan ikhlas, bukan mendikte-Nya seolah hidup harus berjalan dengan sesuai keinginan kita.