Psikologi Lingkungan Kerja

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1  Latar Belakang

Pada umumnya, di semua tempat kerja selalu terdapat sumber bahaya yang dapat mengancam keselamatan dan kesehatan kerja. Di lingkungan kerja itu sendiri terdapat potensi-potensi bahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Termasuk potensi bahaya psikologi.

Potensi bahaya psikologi adalah potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kondisi aspek-aspek psikologis ketenagakerjaan yang kurang baik atau kurang mendapatkan perhatian seperti penempatan pekerja yang tidak sesuai dengan bakat, minat, kepribadian, motivasi, temperamen, pendidikan, sistem seleksi dan klasifikasi pekerja yang tidak sesuai, kurangnya keterampilan pekerja dalam melakukan pekerjaannya sebagai akibat kurangnya latihan kerja yang diperoleh, serta hubungan antara individu yang tidak harmonis dan tidak serasi dalam organisasi kerja.

Bahaya psikologi dapat disimpulkan menjadi beberapa aspek berdasarkan kategori karakteristik kerja, organisasi, dan lingkungan kerja, dimana dapat menyebabkan bahaya. Hal ini menunjukkan bahwa karakteristik kerja dapat digunakan untuk menggambarkan bahaya kaitannya dengan hubungan kerja (context to work) yang dapat meliputi budaya dan fungsi organisasi, peran dalam organisasi, perkembangan karir, pengawasan kerja, hubungan interpersonal dan isi dari pekerjaan (content of work) yang dapat meliputi desain kerja, beban kerja, jadwal kerja, lingkungan kerja dan peralatan kerja. Kondisi yang tidak pasti dari aspek kerja ini dapat menimbulkan stress dan berbahaya bagi kesehatan.

Stres kerja karena adanya potensi bahaya psikologi juga dapat dialami oleh pekerja pabrik garment termasuk pekerja di PT. Leading Garment Indrustries. Pekerja pabrik garment dituntut kemahiran dan keterampilannya agar proses produksi dalam perusahaan tersebut dapat berjalan dengan lancar. Apabila stress dan ketegangan yang berkepanjangan, tanpa adanya penyelesaian yang segera akan berdampak timbulnya gangguan kesehatan fisik dan mental pekerja. Selanjutnya, gangguan kesehatan tersebut akan menjadi stress baru dan membentuk suatu lingkaran setan. Pada gilirannya, kesehatan yang terganggu tersebut juga akan mengganggu tampilan kerja individu. Pekerja menjadi kurang fokus, motivasi kerja menurun dan tingkat keterampilannya menurun. Hal ini tentu akan menggannggu proses produksi secara umum.

Oleh karena itu, melalui makalah ini penulis mencoba untuk menjelaskan tentang stress kerja yang dialami pekerja pabrik garment PT. Leading Garment Indrustries sebagai akibat dari adanya bahaya psikologi di perusahaan tersebut.

1.2  Rumusan Masalah

  1. Apa yang dimaksud dengan potensi bahaya psikologi?
  2. Apa saja faktor-faktor bahaya psikologi dalam lingkungan kerja di perusahaan garment PT. Leading Garment Indrustries ?
  3. Apa dampak yang ditimbulkan oleh bahaya psikologi di lingkungan kerja di PT. Leading Garment Indrustries?
  4. Pada bagian proses produksi manakah yang memiliki resiko paling besar mengalami stress kerja akibat adanya bahaya psikologi?
  5. Bagaimanakah solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi bahaya psikologi di lingkungan kerja pada PT. Leading Garment Indrustries?

 

1.3  Tujuan

Berdasarkan latar belakang di atas maka tujuan pembuatan makalah ini adalah:

  1. Mengetahui definisi potensi bahaya psikologi di lingkungan kerja
  2. Mengetahui faktor-faktor bahaya psikologi dalam lingkungan kerja di perusahaan garment PT. Leading Garment Indrusties.
  3. Mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh bahaya psikologi di lingkungan kerja pada PT. Leading Garment Indrustries.
  4. Mengetahui bagian dari proses produksi dalam PT. Leading Garment Industries yang memiliki resiko paling besar mengalami stress kerja akibat adanya bahaya psikologi.
  5. Mengetahui solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi bahaya psikologi di lingkunga kerja.PT. Leading Garments Industries.

1.4  Manfaat

Berdasarkan latar belakang di atas maka keluaran yang diharapkan dari pembuatan makalah ini adalah :

  1. Dapat mengetahui definisi potensi bahaya psikologi di lingkungan kerja
  2. Dapat mengetahui faktor-faktor bahaya psikologi dalam lingkungan kerja di perusahaan garment PT. Leading Garment Indrusties.
  3. Dapat mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh bahaya psikologi di lingkungan kerja pada PT. Leading Garment Indrustries.
  4. Dapat mengetahui bagian dari proses produksi dalam PT. Leading Garment Industries yang memiliki resiko paling besar mengalami stress kerja akibat adanya bahaya psikologi.
  5. Dapat mengetahui solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi bahaya psikologi di lingkunga kerja.PT. Leading Garments Industries.

BAB II

LANDASAN TEORI

Psikologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani Psychology yang merupakan gabungan dan kata psyche dan logosPsyche berarti jiwa  dan logos berarti ilmu. Secara harafiah psikologi diartikan sebagal ilmu jiwa. Istilah psyche atau jiwa masih sulit didefinisikan karena jiwa itu merupakan objek yang bersifat abstrak, sulit dilihat wujudnya, meskipun tidak dapat dimungkiri keberadaannya. Dalam beberapa dasawarsa ini istilah jiwa sudah jarang dipakai dan diganti dengan istilah psikis.

2.1 Pengertian Psikologi Menurut Beberapa Ahli

Pengertian Psikologi menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 13 (1990), Psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dan binatang baik yang dapat dilihat  secara langsung maupun yang tidak dapat dilihat secara langsung.

Pengertian Psikologi menurut Dakir (1993), psikologi membahas tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan lingkungannya.

Pengertian Psikologi menurut Muhibbin Syah (2001), psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia baik selaku individu maupun kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan. Tingkah laku terbuka adalah tingkah laku yang bersifat psikomotor yang meliputi perbuatan berbicara, duduk , berjalan dan lain sebgainya, sedangkan tingkah laku tertutup meliputi berfikir, berkeyakinan, berperasaan dan lain sebagainya.

Dari beberapa definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia, baik sebagai individu maupun dalam hubungannya dengan lingkungannya. Tingkah laku tersebut berupa tingkah laku yang tampak maupun tidak tampak, tingkah laku yang disadari maupun yang tidak disadari.

2.2 Pengertian Lingkungan Kerja

Menurut Mardiana (2005) “Lingkungan kerja adalah lingkungan dimana pekerja melakukan pekerjaannya sehari-hari”. Lingkungan kerja yang kondusif memberikan rasa aman dan memungkinkan para pekerja untuk dapat berkerjaoptimal.

Menurut Nitisemito (2001) ”Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang diembankan.”

Faktor Psikologis sangat mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja. Psikologis seseorang sangat berpengaruh pada konsentrasi dalam melakukan suatu pekerjaan. Bila konsentrasi sudah terganggu maka akan mempengaruhi tindakan-tindakan yang akan dilakukan ketika bekerja. Sehingga kecelakaan kerja sangat mungkin terjadi. Contoh faktor psikologis yang dapat mempengaruhi konsentrasi adalah :

  • Masalah-masalah dirumah yang terbawa ke tempat kerja.
  • Suasana kerja yang tidak kondusif.
  • Adanya pertengkaran dengan teman kerja.

Faktor-faktor dari kondisi psikologis meliputi:

  1. a.      Feeling of privacy

Menurut Newstrom (1996:478), privasi dari pekerja dapat dirasakan dari desain ruang kerja. Ada ruang kerja yang didesain untuk seorang pekerja, ada pula yang didesain untuk beberapa orang, sehingga penyelia dapat mengawasi interaksi antar pekerja.

  1. b.      Sense of status and impotance

Menurut Newstrom (1996: 478), para pekerja tingkat bawah senang dengan desain ruang yang terbuka karena memberi kesempatan kepada pekerja untuk berkomunikasi secara informal. Sebaliknya para manajer merasa tidak puas dengan desain ruang yang terbuka karena banyak gangguan suara dan privasi yang dimiliki terbatas.

2.3 Faktor-faktor Psikologis

  1. Diri Manusia yang mampu berubah

Menurut Stephen Covey dalam buku First Thinks First menjelaskan adanya potensi kemampuan manusia sebagai prasyarat mewujudkan sebuah komitmen, artinya manusia sebagai makhluk yang dinamis sehingga mempunyai kemampuan untuk melakukan suatu perubahan terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya. Hal ini disebabkan oleh :

  1. Kesadaran diri

Setiap manusia yang ingin berubah harus memiliki kesadaran mengintrospeksi diri sendiri dan diarahkan pada nilai-nilai maupun kepentingan sosial.

    1. Hati nurani

Setiap manusia memiliki hati nurani, sehingga manusia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.

    1. Kehendak bebas

Sebagai pribadi yang otonom, masing-masing manusia mempunyai kehendak bebas untuk melakukan sebuah tindakan, tapi tidak identik dengan kebebasan. Kehendak bebas lebih menunjuk pada situasi kemandirian, tidak terkekang dan dilakukan atas dasar tanggung jawab.

    1. Imajinasi kreatif

Dalam diri manusia terdapat imajinasi kreatif, dimana seseorang mampu meramalkan keadaan dimasa yang akan datang, dengan menciptakan ide-ide baru secara kreatif dan inovatif.

  1. Nilai-nilai Menjadi Kenyataan Perilaku adalah aspek potensi kekuatan budaya untuk mendukung manajemen, yaitu:
    1. Aspek kekuatan

Sangat ditentukan oleh individu yang menduduki posisi penting dalam suatu perusahaan.

  1. Aspek peran

Menentukan setiap individu saling berintekrasi sesuai dengan jabatan, prosedur peraturan dan profesional.

    1. Aspek tugas

Agar dapat melakukan penelitian dan pengembangan tugas.

    1. Aspek pribadi

Secara pribadi individu dalam struktur kolektif dapat menentukan kerja sama.

    1. Aspek ketepatan

Setiap individu mampu mempertemukan budaya dengan tuntutan eksternal dan hambatan internal yaitu selaras, serasi dan seimbang.

  1. Kepemimpinan

Untuk menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, kedudukan pimpinan dalam suatu organisasi sangat menentukan keberhasilan atau kegagalan dalam pencapaian tujuan, karena itu orang selalu mencari model kepemimpinan yang sesuai dengan organisasi yang bersangkutan.

Ciri-ciri kepemimpinan yang baik yaitu :

    • Tidak mengenal kemenangan atas dasar mayoritas.
    • Terjadinya kerjasama antara atasan dan bawahan.
    • Atasan dan bawahan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
    • Dapat memecahkan masalah dengan cara musyawarah dan mufakat.
    • Pergaulan di lingkungan kerja didasari rasa kekeluargaan dan kasih sayang.
  1. Kerja Sama Melalui Kelompok

Untuk menciptakan lingkungan kerja yang kondusif diperlukan kerja sama, sehingga mereka akan berhasil menciptakan iklim yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan tersebut secara vital sehingga berpengaruh pada perkembangan organisasi dan usahanya.

  1. Back To Basic Management

Artinya kembali kepada manusia itu sendiri, karena SDM pada dasarnya mampu melakukan suatu perubahan terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya.

  1. Sinergi
    Merupakan keterpaduan seluruh sumber daya organisasi yang selaras, serasi dan seimbang untuk mencapai tujuan yang optimal secara efektif, efisien dan memuaskan.
  2. Disiplin
    Disiplin harus mampu ditanamkan pada seluruh SDM dengan cara sebagai berikut :
  1. Mengenal dirinya sendiri.
  2. Mendisiplinkan diri.
  3. Memimpin dengan keteladanan.
  4. Menanamkan semangat kemandirin.
  5. Menghindari sikap dan prilaku negatif.
  6. Menganggap disiplin sebagai cerminan ibadah.

BAB III

PEMBAHASAN

Potensi bahaya psikologi adalah potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kondisi aspek-aspek psikologis ketenagakerjaan yang kurang baik atau kurang mendapatkan perhatian seperti penempatan pekerja yang tidak sesuai dengan bakat, minat, kepribadian, motivasi, tempramen, pendidikan, system seleksi, dan klasifikasi terhadap pekerja yang tidak sesuai, kurangnya ketrampilan pekerja dalam melakukan pekarjaannya sebagai akibat kurangnya latihan kerja yang diperoleh, serta hubungan antara individu yang tidak harmonis dan tidak serasi dalam organisasi kerja.

Salah satu sumber penyebab kecelakaan kerja adalah stress kerja sebagai faktor psikologis, menurut penelitian Baker (Rini 2002) stres kerja dapat menurunkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit, akibatnya pekerja cenderung sering dan mudah terserang penyakit sehingga kurang berkonsentrasi dengan pekerjaannya.

Quick dan Quick (1984) mengkategorikan jenis stress menjadi dua, yaitu:

– Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi.

– Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian.

Pengertian stress dengan stress kerja hampir sama, hanya saja ruang lingkup untuk pengertian stress jauh lebih luas, karena bisa terjadi dan disebabkan oleh lingkungan kerja maupun di luar lingkungan kerja, sedangkan stress kerja hanya terjadi di lingkungan kerja (Gibson, 1991 : 339).

Hubungan antara stres kerja dengan resiko kecelakaan kerja bersifat positif. Terbukti bahwa semakin stres berkaitan dengan pekerjaan maka resiko kecelakaan semakin tinggi. Pekerja yang mengalami stres dalam pekerjaannya akan cenderung bersikap negatif seperti menjadi cemas, was-was, sulit tidur, gangguan pola makan, dan menjadi lebih diam dari biasanya. Stres yang tidak cepat diatasi oleh pekerja menyebabkan pekerja tidak konsentrasi dalam melaksanakan tugas dan merasa frustasi dalam menyelesaikan tanggung jawab kerja sehingga pekerja melakukan kesalahan ketika sedang bekerja (Sneddon, Mearns dan Flin, 2006).

Stres kerja timbul karena individu itu sendiri, dimana kesalahan dapat terjadi karena masalah pribadi dan keraguan yang menggambarkan pribadi dan keraguan yang menggambarkan bagaimana individu menghadapi tugas, misalnya pekerja mengerjakan suatu tugas namun mengalami kegagalan menyebabkan pekerja menjadi merasa gagal (Berry dan Houston, 1993). Hansen (Berry dan Houston, 1993) menjelaskan kecelakaan dalam pekerjaan tidak akan terjadi jika pekerja memahami dan cepat menanggulangi masalah pribadi dan gangguan dalam pekerjaannya. Stres yang tidak cepat di atasi oleh pekerja menyebabkan pekerja menjadi tidak konsentrasi dalam melaksanakan tugas, dan merasa frustasi dalam menyelesaikan tanggungjawab kerja, sehingga pekerja melakukan kesalahan ketika sedang bekerja (Sneddon, mearns dan Flin, 2006), yaitu melakukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan pengoperasian (Minner, 1992).

Adapun dampak dari stres menurut Everly dan Girdano (Munandar, 2001) stress mempunyai dampak pada suasana hati (mood), otot kerangka (musculoskeletal) dan organ-organ dalam badan (visceral).

Banyaknya kasus kecelakaan kerja pada perusahaan di Indonesia, menurut Germain dan Clark (2007) dilatarbelakangi oleh adanya faktor penyebab kecelakaan kerja yang disebut dengan Incident Causation Model yang terdiri dari:

1. Kurang kontrol

2. Sebab dasar, terdiri dari faktor manusia dan faktor pekerjaan

3. Sebab langsung

4. Kejadian

5. Kerugian

Faktor manusia memiliki peranan penting dimana manusia sebagai pelaku pekerjaan memiliki banyak kekurangan, seperti kurangnya pengetahuan, kurang keterampilan, motivasi yang kurang baik, stres fisik dan mental menyebabkan kecelakaan kerja terjadi, sehingga bukan hanya melihat kondisi, tetapi manusia juga sebagai operator memiliki banyak kelemahan (Suma’mur, 1989).

Pada umumnya stres kerja lebih banyak merugikan diri pekerja maupun perusahaan. Pada diri pekerja, konsekuensi tersebut dapat berupa menurunnya gairah kerja, kecemasan yang tinggi, frustrasi dan sebagainya (Rice, 1999). Konsekuensi pada pekerja ini tidak hanya berhubungan dengan aktivitas kerja saja, tetapi dapat meluas ke aktivitas lain di luar pekerjaan. Seperti tidak dapat tidur dengan tenang, selera makan berkurang, kurang mampu berkonsentrasi, dan sebagainya.

Bagi perusahaan, konsekuensi negatif yang timbul dari stress kerja bersifat tidak langsung adalah meningkatnya tingkat absensi, menurunnya tingkat produktivitas, dan secara psikologis dapat menurunkan komitmen organisasi, memicu perasaan teralienasi, hingga turnover (Greenberg & Baron, 1993; Quick & Quick, 1984; Robbins, 1993). Dan kepuasaan kerja pekerja sangatlah rendah ketika mengalami stress kerja.

Secara singkat beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh stress kerja dapat berupa:

a. Terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun operasional kerja.

b. Mengganggu kenormalan aktivitas kerja.

c. Menurunkan tingkat produktivitas.

d. Menurunkan pemasukan dan keuntungan perusahaan.

Kerugian finansial yang dialami perusahaan karena tidak imbangnya antara produktivitas dengan biaya yang dikeluarkan untuk membayar gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya. Banyak pekerja yang tidak masuk kerja dengan berbagai alasan, atau pekerjaan tidak selesai pada waktunya entah karena kelambanan atau pun karena banyaknya kesalahan yang berulang.

Tetapi di sisi lain stress juga bersifat positif konstruktif bagi individu dimana pekerja yang mampu mengatasi dan mengubah stres menjadi motivasi (dorongan) agar lebih maju dimana job performancenya meningkat, lebih cekatan dalam bekerja, lebih teliti, dan mampu menyelesaikan pekerjaan dengan memuaskan.

Sedangkan dampak positif konstruktif stress terhadap perusahaan adalah dimana produktifitas perusahaan meningkat, daya saing perusahaan yang meningkat, kualitas output yang baik, tingkat absensi pekerja menurun, kepuasan kerja pekerja meningkat dan finansial perusahaan mengalami surplus.

Sebagai pelaku bisnis yang didukung oleh para pekerja, sudah sepantasnya bila para pemimpin terus membangun hubungan baik antara pekerja dan perusahaan yang yang sedang dipimpin. Karena bagaimanapun juga, keberadaan mereka memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap kesuksesan bisnis yang dibangun. Pentingnya peran pekerja terhadap perkembangan usaha, mendorong sebagian besar pemimpin perusahaan untuk selalu memotivasi para pekerja agar bisa bekerja secara optimal. Sebab, semakin bagus performa yang diberikan para pekerja, maka semakin besar pula peluang bagi sebuah bisnis untuk mencapai kesuksesannya.

Dukungan sosial yang baik akan membantu pekerja ketika terjadi masalah dalam pekerjaan dan memberikan dukungan emosi, namun pekerja yang tidak mendapat dukungan sosial menjadi depresi, mudah marah, dan gelisah. Sedikitnya dukungan dari atasan dimana mereka kurang mengontrol pekerja mengakibatkan pekerja bertindak salah. Keterlibatan kerja menjadi prediktor langsung pada tindakan selamat, tindakan selamat akan menghasilkan sedikit luka-luka/kerugian, begitu pula sebaliknya (Lanoie, 1994).

Mengingat faktor psikologis (stress) kerja dapat mengakibatkan gangguan pada kesehatan bahkan kecelakaan kerja, perlu adanya solusi untuk menanggulangi permasalahan tersebut, diantaranya adalah dengan pemberian motivasi untuk para pekerja, menempatkan pekerja pada bagian-bagian yang sesuai dengan kemampuan, dan menciptakan lingkungan kerja yang aman dan nyaman.

Lalu beberapa langkah yang perlu dilakukan para pemimpin untuk memotivasi para pekerjanya adalah dengan :

  1. Tingkatkan motivasi kerja pekerja melalui training

Terkadang menekuni sebuah pekerjaan yang sama setiap harinya, membuat sebagian besar pekerja merasa jenuh dan bosan. Dampaknya, motivasi pekerja akan turun sehingga mereka tidak bekerja secara optimal. Karena itu untuk mengembalikan motivasi pekerja, Anda perlu mengadakan training khusus bagi para pekerja. Misalnya saja mengadakan pelatihan untuk meningkatkan ketrampilan kerja mereka, atau sekedar training untuk membangun kembali motivasi pekerja yang mulai turun.

  1. Berikan reward bagi pekerja yang berprestasi

Tidak ada salahnya jika Anda memberikan reward khusus bagi pekerja yang berprestasi. Bisa berupa bonus atau insentif, maupun berupa hadiah kecil yang bisa mewakili ucapan terimakasih perusahaan atas prestasi para pekerja. Cara ini terbukti cukup efektif, sehingga pekerja lebih bersemangat untuk memberikan prestasi-prestasi berikutnya bagi perusahaan.

  1. Lakukan pendekatan untuk mengoptimalkan kinerja pekerja

Sebagai pemimpin perusahaan, Anda juga perlu melakukan pendekatan pada para pekerja Anda. Bila perlu kenali kelebihan dan kekurangan yang dimiliki masing-masing dari mereka, sebab hal ini akan memudahkan Anda untuk mengevaluasi perkembangan setiap pekerja. Mana pekerja yang memiliki prestasi kerja cukup bagus, dan mana pekerja yang membutuhkan dukungan Anda untuk mencapai keberhasilan seperti rekan-rekan lainnya. Tentu dengan pendekatan tersebut, Anda dapat membantu pekerja yang kesulitan mengerjakan tugasnya untuk bisa berhasil meraih prestasi seperti pekerja lainnya.

  1. Adakan kegiatan khusus untuk membangun kekeluargaan antara pekerja dan perusahaan.

Membangun kekeluargaan antara pihak pekerja dan pemilik usaha, menjadi langkah jitu untuk meningkatkan motivasi kerja pekerja. Dengan kekeluargaan yang kuat, mereka akan ikut merasakan kepemilikan perusahaan tersebut. Sehingga loyalitasnya untuk bersama-sama membesarkan perusahaan semakin meningkat. Adakan acara pertemuan rutin setiap bulannya, yang bisa mengakrabkan semua pekerja di perusahaan Anda. Lingkungan kerja yang hangat dan akrab, akan membuat pekerja merasa nyaman dalam menjalankan pekerjaannya.

Contoh Kasus

PT. Leading Garment Industries (beralamat di Jl.Mengger (Moh.Toha KM.5,6) No.97 Bandung) merupakan perusahaan yang bergerak dibidang industry pembuatan pakaian tidur yang memiliki pekerja sebanyak 2,000 orang, dengan ruangan produksi jahit sebanyak 19 ruangan produksi jahit yaitu, ruang jahit F sebanyak 6 ruangan, ruang jahit B sebanyak 6 ruangan, ruang jahit D sebanyak 4 ruangan, dan ruang jahit I sebanyak 3 ruangan. Masing-masing ruangan mempunyai pekerja produksi jahit sebanyak 120 orang pekerja. Pekerja yang langsung berhubungan dengan kegiatan proses produksi jahit sebanyak 1,330 orang pekerja wanita.

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan bagian perencanaan produksi, diantara ruangan-ruangan lain, ruangan F memiliki tingkatan stress paling tinggi. Perusahaan menetapkan standart target yang harus dicapai terlalu tinggi dan juga tingginya permintaan standar kualitas barang yang diminta oleh pembeli yaitu, meminta hasil jahitan jalur 100%, tidak ada minyak menempel pada kain dan ukuran untuk kelebihan dan kekurangan hanya 0.5cm. Perusahaan juga menetapkan batas toleransi kesalahan jahit yaitu sebesar 2%.

Hal ini menyebabkan tingginya kesalahan jahit yang dilakukan oleh pekerja. Kesalahan jahit ini harus diperbaiki kembali oleh pekerja yang akibatnya pekerjaan tidak bisa selesai tepat waktu karena pekerja harus mengulang kembali pekerjaan yang salah, sedangkan target pekerjaan baru masih menumpuk. Dengan tingkat stress kerja yang tinggi tersebut, akhirnya membuat pekerja memiliki produktivitas yang rendah.

Analisis Kasus

Sama halnya seperti perusahaan lain, PT. Leading Garment Industries memiliki berbagai struktur kerja sendiri dalam manajemen dan marketingnya. Salah satunya adalah bagian mekanisme produksi. Proses produksi itulah yang memiliki potensi bahaya kerja lebih besar karena selain berhadapan langsung dengan potensi bahaya fisik, juga berhadapan dengan potensi bahaya psikologis yang besar akibat pengaruh tekanan dan tuntutan produksi. Adapun proses produksi dapat dilihat pada kerangka berikut :

 
   

Proses produksi dimulai dengan menerima pesanan dan pengembangan sample. Setelah itu material-material yang dibutuhkan dalam produksi garment di beli dan diperiksa untuk kemudian diproduksi melalui proses pemotongan bahan dan penjahitan. Garment atau pakaian yang sudah jadi kemudian di sortir dengan menyingkirkan yang tidak layak jual. Setelah itu  melalui tahap pengemasan yang kemudian masuk kedalam proses marketing.

Seperti yang telah dipaparkan pada keterangan kasus diatas, Perusahaan  Leading Garment Industries telah menetapkan standart target yang terlalu tinggi bagi para pekerjanya. Yang dimaksud dengan standar tinggi tersebut seperti tingginya permintaan standar kualitas barang yang diminta oleh pembeli yaitu, meminta hasil jahitan jalur 100%, tidak ada minyak menempel pada kain dan ukuran untuk kelebihan dan kekurangan hanya 0.5cm.

Hal itulah yang kemudian menjadi beban kerja tersendiri pada pekerja di bagian produksi, yang akhirnya menyebabkan stress kerja sebagai faktor psikologis. Dan itu justru telah membuat mereka melakukan kesalahan jahit yang presentasenya tinggi.

(Sumber : PT. Leading Garment Industries tahun 2010)

Dapat dilihat dari data kesalahan jahit (tabel 1.1) yang ada dari bulan Januari sampai dengan Desember 2010. Berdasarkan tabel 1.1 diatas maka dapat dilihat persentase kesalahan jahit dari bulan Januari sampai dengan Desember 2010, angka persentase melewati batas toleransi kesalahan jahit yang ditentukan oleh perusahaan yaitu sebesar 2%. Kesalahan jahit ini harus diperbaiki kembali oleh pekerja yang akibatnya pekerjaan tidak bisa selesai tepat waktu karena pekerja harus mengulang kembali pekerjaan yang salah, sedangkan target pekerjaan baru masih menumpuk.

Tuntutan-tuntutan produksi itulah yang akhirnya menimbulkan tekanan bagi pekerja, akibatnya pekerja mengalami stres dalam bekerja. Karena stres merupakan suatu tekanan akibat bekerja juga akan mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi fisik seseorang, dimana tekanan itu berasal dari lingkungan pekerja tempat individu itu berada. Stress kerja itulah yang kemudian mempengaruhi kondisi psikis seorang pekerja yang akhirnya dapat mengganggu kesehatan dan keselamatan kerja seorang pekerja.

Adapun hubungan antara stress kerja sebagai faktor psikologis terhadap kesehatan dan keselamatan kerja para pekerja dapat dilihat dalam kerangka analisis berikut :

                       
     
 
   
     
       
 
 
     
 
 
     

BAB IV

PENUTUP

4.1  Kesimpulan

  • Potensi bahaya psikologi adalah potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kondisi aspek-aspek psikologis ketenagakerjaan yang kurang baik atau kurang mendapatkan perhatian.
  • Salah satu sumber penyebab kecelakaan kerja adalah stress kerja sebagai faktor psikologis, menurut penelitian Baker (Rini 2002) stres kerja dapat menurunkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit, akibatnya pekerja cenderung sering dan mudah terserang penyakit sehingga kurang berkonsentrasi dengan pekerjaannya.
  • Contoh kasus yakni di PT. Leading Garment Industries (beralamat di Jl.Mengger (Moh.Toha KM.5,6) No.97 Bandung) merupakan perusahaan yang bergerak dibidang industry pembuatan pakaian tidur.
  • Karena tingginya tingkat stress yang dialami maka dampaknya adalah tingginya kesalahan jahit yang dilakukan oleh pekerja dan akhirnya membuat pekerja memiliki produktivitas yang rendah.

4.2  Saran

  1. Sebaiknya pekerja memiliki waktu senggang untuk bisa menenangkan pikiran disela-sela waktu bekerja.
  2. Saharusnya industri tersebut tidak memberikan target yang terlalu tinggi jika SDM tidak mencukupi.

DAFTAR PUSTAKA

 

  1. Anonim.______. Proses Produksi di Industri Konfeksi. Diakses http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Sri%20Emy%20Yuli%20Suprihatin,%20Dra.%20M.Si./PROSES%20PRODUKSI%20DI%20INDUSTRI%20KONFEKSI.pdf. diunduh pada tanggal 26 September 2013.
  1. 2.      Anonim. http://www.politeknik-lp3i-bandung.ac.id/new/index.php/2011-05-02-12-33-35/49-cara-meningkatkan-motivasi-kerja-pekerja

http://careers.jobstreet.co.id/panduan-karier/motivasi-bagi-pekerja diunduh pada tanggal 24 September 2013.

  1. Hapsari Suprapto Putri, Prasti (2008). Hubungan Atara Stres Kerja dengan Resiko Kecelakaan Kerja pada Pekerja. Perpustakaan UII. Diakses http://repository.uii.ac.id/320/SK/I/0/00/000/000751/uiiskripsikeselamatan%20dn%20kesehatan%20kerja-putri%20-%2004320120-8309457146 naskah%20publikasi.pdf diunduh pada tanggal 24 September 2013.
  1. Irma Yunita (2011). Analisis Stress Kerja dan Motivasi Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Pekerja Produksi Jahit Men’s Pijama Pada PT. Leading Garment Industries Bandung. Perpustakaan Unikom. http://elib.unikom.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptunikompp-gde/irmayunita-27083 diunduh pada tanggal 24 September 2013.

Leave a comment